Sunday, June 14, 2009

Kado untuk Puteriku

Selamat pagi Puteriku…..

 

Selamat pagi! Meski aku menuliskannya tidak di pagi hari, dan mungkin apabila kelak ketika kau punya kesempatan membacanya, juga tidak sedang pagi hari, tapi….selamat pagi. Sebab pagi akan selalu indah, pagi akan selalu cantik. Saat mbah sibuk menyiapkan sarapan di dapur, saat kicau burung (meski mulai sedikit) bersautan di kebun salak belakang rumah, saat aroma semangat menguar di seantero kampong. Mengantar orang-orang yang bergegas mencari penghidupan. Mengiringi anak-anak yang riang berangkat ke sekolah.

 

Selamat pagi! Meski kau ‘membenci’ pagi, sebab itu artinya kau harus bergegas mandi dan segera berangkat sekolah, tapi biarkanlah aku membisikkannya. Biarkanlah aku mengucapnya pelan di telingamu. Berharap kau segera bangun. Berharap kau tidak hanya sekedar menggeliat bergulung-gulung di kasur. Merajuk.

 

Keponakanku yang cantik, bila kemarin kau meminta kado ulang tahun pada om (*om? Kayaknya kau tidak begitu memanggilku), maka baiklah, sekarang om akan memberi kado itu. Nasehat! Hanya itu yang bisa om berikan ketika om tak lagi bisa menghujami keningmu dengan ciuman. Ketika tak bisa saling beradu hidung, atau berteriak saling mengejek; siapakah yang lebih putih di antara kita. Setelah kita berjarak. Tapi percayalah Puteriku, kelak kau akan lebih menghargai itu. Jauh  dari yang lain..

 

Yang pertama adalah mulailah bangun pagi. Pagi-pagi buta. Ketika dari speaker masjid terdengar suara orang mengaji (yang entah itu rekaman atau langsung). Pertama kali mungkin berat Puteri-ku, sebab kau tak terbiasa saja. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, ketika kau bertekad untuk mulai membiasakannya, maka itu akan mudah saja. Langsung saja berjingkat dari kasur. Bila ayah ibu belum bangun, maka bangunkah! Seret kakinya. Tarik, tarik sampai bangun. Bisikkanlah ini di telinganya “Ayah, ayah bangun..sudah mau subuh”. Maka ketika kau mulai bangun pagi-pagi, akan banyak hal-hal baik yang bisa kau lakukan sebelum berangkat sekolah. Tapi tolong, jangan tidur lagi yah! Kau bisa ikut “membantu” mbah nek di dapur. Bertanya banyak hal. Mbah masak apa?? Mbah menggoreng apa. Jika mbah tidak memberikan jawaban yang memuasakan, maka paksa, paksa terus untuk menjawab (tentu saja dengan batas-batasnya Puteriku). Selanjutnya kau juga mulai bisa belajar membaca-baca buku. Ada banyak buku om yang ditaruh di lemari. Bacalah! Minta pertimbangan sama ayah mana yang sudah boleh dibaca mana belum. (kapan-kapan om belikan buku cerita anak-anak. Ingatkan kalau lupa). Suatu saat, om akan menagih untuk kau bisa  menceritakan salah satu isi buku yang kau baca.

 

Yang kedua belajarlah menjadi anak yang penurut. Tidak sering rewel. Belajarlah menerima pengertian-pengertian yang diberikan ayah. Jika ayah melarang ini itu, itu bukan karena ayah tidak sayang Puteri.. Tidak! Sama sekali tidak. Kelak, kau akan mengerti bahwa setiap gelengan ibu itu benar, bahwa setiap larangan ayah itu baik. Pemahaman itu akan sempurna datang seiring pergerakan usiamu. Tapi tentu saja Puteri-ku, selain penerimaan-penerimaan itu, kau selalu berhak tahu. Kau berhak untuk mendapat penjelasan atas setiap larangan atau ajakan yang diberlakukan padamu. Maka jika suatu saat ayah atau ibu melarang tanpa memberi penjelasan, kau berhak untuk merajuk.;”mengapa…mengapa?”. Laporkan om bila ayah ibu menjawab ‘pokoknya begitu. Pokoknya begini’.

 

Dua itu saja mungkin. Semoga itu bermanfaat. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun yang keenam. Semoga om masih sempat menceritakan kisah-kisah indah buat Puteri.  Di tengah ‘kesibukan’ ini.. Maaf terlambat.

Wednesday, June 3, 2009

Mengikhlaskan kepergian seorang Sahabat

==============================================

"iya telah pergi.."
"TIDAK!"
"iya telah pergi, ukhti". terisak.
"TIDAK! ia tak pernah pergi. Sesungguhnya ketika derap-derap langkah itu telah meninggalkan pemakaman, sesungguhnya ketika jasadnya telah terbaring tenang di peristirahatannya, ia masih di sini. Ia tak pernah pergi. Ia masih bersemayam di hati-hati kami. Tak akan pernah pergi. Jangan ukhti...jangan  pernah mengatakan ia telah pergi"
"..."
"Ia akan tetap hidup....ia akan tetap hidup dalam langkah-langkah kami. Senyumnya akan masih mengenergi di setiap kelelahan kami. Kata-katanya akan tetap menjadi semangat pergerakan kami. T-E-T-A-P. Tetap, ukhti"

********************

Mengikhlaskan kepergian seorang sahabat, rekan seperjuangan, ukhti Dona windy Astuti.

"...Bahkan dalam letihnya pun para mujahid tetap tersenyum, karena apa yang ditunaikan menjadi jaminan bermanfaatnya usia dan bermaknanya kehidupan"
 ---Hidup Mulia  atau Mati Syahid---