Friday, April 3, 2009

Jalan Panjang ke Bontang (Episode Pengumuman)

Penjelasan itu datang di sore hari. Tidak tuntas, tapi butuh tindak lanjut yang justru kian mendegupkan pompaan jantung. “hasil medical dapat dilihat di web”, demikian bunyi SMS itu. Singkat, tapi cukup untuk menggerakkan kaki untuk bergegas. Menjangkau komputer untuk mengakses internet.

Dan entah mengapa semuanya mesti perlu dramatisasi. Saat itu saya memang sedang di kampus, dan tentu saja, akses internet terdekat –dan memungkinkan- adalah laboratorium tempat saya dulu setahun berjuang menyelesaikan tugas akhir. Apa yang terjadi kemudian adalah apa yang sudah saya perrkirakan sebelumnya. Koneksi internet teramat lambat , sedangkan pengumuman itu berformat pdf 600an kb. Tahukan anda, berapa kecepatan donlot waktu itu?? Maksimal hanya 1,3 kbps. Jadilah saya tegang sendiri mencermati tiap huruf bermunculan lambat di depan komputer. Menahan napas yang mengalir hangat.

Pengumuman ini mungkin sudah banyak ditunggu banyak orang. Sudah menjadi bahan obrolan di sms dengan kalimat pembuka yang itu-itu saja : ‘Pkt sudah pengumuman belum?’, atau, ‘gimana bal, udah ada kabar blm?”. Jadi ketika pada akhirnya kepastian itu muncul, perasaan lega lah yang muncul. Meski lega tidak selalu berasosiasi dengan sesuatu yang ‘positif’. Senang dan lega pasti sering kita dengar, tapi kecewa disertai perasaan lega juga banyak kita lihat.

Jadi legakah kala itu? Semoga. Ketika saya menyaksikan sendiri nama saya tercantum dalam daftar yang diterima itu, saya terdiam sendiri di depan komputer. Saya senang, tentu saja, tapi kemudian saya sadar ternyata tak semuanya lolos medical test. Dan salah satunya adalah teman saya. Teman yang baru saja SMS : “bal tolong liatin pengumuman yah, aku lagi test pertamina...ntar kabarin!”. Sulitlah posisi saya. Serba salah.Tak sampai hati untuk mengabarkan sebuah kenyataan.

Dan jam berlalu dengan perasaan yang tak terjelaskan. Mengabari orang-orang terdekat. Sibuk mengetik SMS. Terbata menyampaikan kabar ke Bu Oci. Ya ampun, kenapa juga bu oci datang persis di saat pengumuman itu sempurna terbuka! Menyaksikan ekspresi buruk saya di depan komputer. Entahlah, wajah apa yang tertangkap kala itu.

Bergerak cepat!!! Pengumuman itu kamis sore, tapi dalam waktu lima hari ke depan, kedua kaki ini sudah harus menapak bumi borneo. Demikianlah ketentuan dalam pengumuman itu. Tak ditepati berarti mengundurkan diri. Teramat cepat dan mendadak. Apalagi disertai embel-embel persyaratan dokumen  yang harus dibawa. Legalisir, kartu kuning, SKCK, dll. Sedangkan hari efektif cuma hari jumat, senin depannya tanggal merah yang tentunya kantor pemerintahan tutup. Wuahhhh....jadilah kemudian sibuk menelpon contact person dalam pengumuman. Menyatakan ketidakmungkinan-ketidakmungkinan pemenuhan seluruh dokumen. Meyakinkan, menjelaskan alasan-alasan. Argumen sebentar. Berhasil!

Lima hari. Ya, hanya waktu itulah yang tersisa untuk menikmati akhir-akhir keberadaan. Menatap lamat-lamat kamar kost yang sebentar lagi tinggal kenangan. Merasai tawa teman sekontrakan yang sebentar lagi tak terdengar. Dan tentu saja, sesegera mungkin pulang. Menikmati hangat kebersamaan keluarga yang sebentar lagi tertinggal. Gamang, tapi harus dilakukan. Mengabaikan sisi melankolis sejenak. Lima hari atau sebulan, pastinya sama saja. Tetap saja pergi. Pergi yang bakalan lama datang kembali.

Pada akhirnya termenung sejenak. Memikirkan bagaimana mengangkut barang-barang yang ada di kos untuk dibawa pulang. Tak banyak. Tak ada kipas angin, PC, atau alat berat lain. Hanya buku-buku yang terbeli sepanjang empat tahun menjadi mahasiswa. Berat sebenarnya untuk tak lagi melihatnya menumpuk di pandangan. Tapi bagaimana lagi. Ah, andai bisa membawanya ikut serta.