Saya sedang ke luar dan berdiri di teras depan ketika tetangga saya itu menyebutkan angka delapan ribu lima ratus. Saya tahu angka itu adalah angka yang ia sebut untuk menawar barang dagangan ketika saya sadari ada seorang pak tua berdiri di halaman, tepat di depan teras dimana tetangga saya itu sedang menyapu. Pak tua ini, adalah gambaran umum pak-pak tua yang memang sering menjajakan barang dagangan sesuai dengan musim yang sedang berjalan; berpakaian sederhana, bersepeda kebo, serta keranjang bambu di kedua sisi boncengannya.
Pemandangan orang-orang berjualan semacam ini lewat di depan rumah, dulu adalah sebuah pemandangan biasa hingga menjadi begitu akrab di kedua mata saya. Bila musim orang panen ubi, maka akan sesekali terdengar teriakan ‘pohong..pohong’ dari halaman pertanda seseoorang yang sedang berjualan ubi lewat. Pohong, dengan pengucapan huruf o seperti huruf o pada kata toko, adalah sebutan lazim untuk ubi kayu di daerah saya berasal, Pasuruan. Di lain waktu, akan ada ‘semangka..semangka’, atau, ‘kerupuk-kerupuk’, atau seperti pengucapan pedagang kita ini; ‘mangga...mangga’.
Pak tua itu memang menjual mangga. Itu terlihat dari beberapa mangga yang masih ada di keranjangnya. Ia, ba’da penawaran dari tetangga itu, terdengar menggumamkan sesuatu yang intinya berisi ketidaksetujuan tentang angka delapan ribu lima ratus yang diajukan. Ia pun meneruskan langkahnya sembari menuntun sepeda kebonya.
“Pinten, pak?”, ini adalah suara saya ketika ia telah tepat di depan teras rumah. Bagi anda yang pernah tahu rumah-rumah di kampung yang sebenar-benar kampung, maka akan tahu tipe-tipe rumah di sana. Tak ada pagar halaman dengan jarak rumah yang berdekatan, adalah salah satu cirinya yang membuat hampir tak berjaraknya antar tetangga. Itu pula lah yang membuat persingungan saya dengan pak tua pedagang mangga tadi lebih mudah terlakukan, sebab di depan teras rumah itu lah halaman yang juga sebagai tempat lalu lalang itu berada.
Si Pak tua kemudian menghentikan langkahnya. Seolah memikirkan konsekuensi dari ucapannya, ia tak langsung menjawab pertanyaan saya itu sampai sempurna benar memarikir sepedanya. “Rolas setengah”, kemudian, angka itu lah yang akhirnya keluar.
Saya hanya diam, mengamat-ngamati mangga di keranjang dari teras. Hanya tinggal beberapa saja mangga yang tertinggal di keranjang itu, tak sampai menyentuh angka dua puluh sepertinya. Saya masih belum memutuskan akan membeli atau tidak saat emak yang tadi menyapu di samping rumah ikutan bergabung. Saat itu lah, lewat percakapan yang tercipta antara emak dan si pak tua, saya baru tahu kalau angka dua belas ribu lima ratus itu adalah harga untuk sepuluh buah mangga. Menjadi terkejutlah saya sebab mengira itu untuk satu kilogramnya, sebab dua puluh ribu lah harga untuk satu kilogram mangga di tempat saya selama ini bekerja, Bontang.
“wolu setengah wes”. Ibu-ibu memang begini. Menawar adalah bukti eksistensinya. Maka semakin jauh harga yang didapat dari penawaran si penjual, maka semakin berbanggalah.
Si penjual menggeleng. Menyebutkan kalau harga kulakannya saja nggak dapat.
“sepuluh ribu bagaimana?”. Ha ha. Saya jadi ikut-ikutan menawar, meski tetap saja bagi ibu saya itu penawaran yang terlalu berlebihan.
“sewelas ewu. Jangkep”
Saya setuju. Bergerak memasuki rumah untuk mengambil uang.
Demikianlah. Tiap kali pulang, saya kerap masih tak sadar kalau saya sudah ada di jawa dimana harga-harga menjadi berbeda. Mendapati harga yang begitu murah, bahkan berkali lipat murahnya, justru sering membuat saya tak mampu mengendalikan diri. Semua barang menjadi terasa menarik sebab harganya yang lebih murah tadi. Dulu, kepulangan sebelumnya, saya terbengong-bengong saat membeli pepaya. Bayangkan, untuk sebiji pepaya lumayan besar saja, saya hanya perlu membayar 7 ribu rupiah. Tentu saja ini berkebalikan dengan di bontang dimana untuk nominal segitu, waktu itu, saya hanya mendapat sekilo pepaya.
Sebelas ribu kah yang pada akhirnya saya bayar? Ternyata tidak. Dua puluh ribu uang yang saya serahkan ke pak tua, untuk kemudian ia kembalikan lima ribu. Tapi, saya mendapatkan 17 biji mangga. Sebab, sisa tujuh biji mangga yang masih ada di keranjang, akhirnya ia lepas juga dengan empat ribu saja. Ah, jadi terngiang obrolan di sepanjang perjalanan kemarin, “Penghasilan Bontang, biaya hidup jawa. Indahnya”. Ha ha...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
58 comments:
melu-meluuuuuu...
hahaha :p
Haha. Kok iso podo?
bontang gitu loe.. 20.000 dapat 3 biji mangga
untung aku mau ra sisan cerita pas blanja. dan untung aku sik cerita dhisik, dadi kowe sik dadi melu-melu. hahah.. hore, menaang. *halah*
Jadi kaya mendadak di jawa mah :p.
T_T home sweet home....
aku yo pengen penghasilan Painan biaya hidup Salatiga huhuhu
@amnesia...haha. Kadang kalo pengen beli jg.
@mlmblnbr...padahal nvlise disikan aku paling..
@luvummi...haha. Iya, smw jd berasa murah..
@nanazh...ya sudah, pulang sana! :D
iya aku juga denger dari pembantu bos saya yg dari sambas, apa2 disana mahal, pembantu itu dsini jajan mulu krna murah he he he....mangganya masih ga? :P
tikete mas... tukokke hihihi
tikete mas... tukokke hihihi
@cawah...it lah mengapa mahasiswa asal sana jd merdeka. Apalagi kalo ortunya gtw standar hdp d jawa
@nanazh.. Tiket sumberkencono? Ok
ayooo...!! *bakar-bakaran ning mburi omah*
O_o
oh di bontang biaya hidup mahal ya...
emm...ibu2 emang begitu, kalo gak nawar rasanya kurang afdhol... tapi walaupun begitu, nawar keterlaluan juga jangan, kasian pedagangnya :)
ha ha ha ...
ibu-ibu memang pejuang yang gigih ... he he he ...
Penghasilan jakarta, hidup ponorogo.. Indah juga..
Haha..
Meski disini ga semahal bontang..
Btw, enak ya bisa sering pulang kampung..
jd inget garis batas, :-)
pecel dan bakwan cukup seribu perak :D
pernah juga beli sayur sop mentah yg dibungkus plastik dengan sudah dicampur2 500 perak
wew, apa karena mudah mendapatkan atau karena daya beli yang berbeda?
Iya, di sumatra jg berasa apa2 lebih mahal dibandingkan waktu di jawa,, :)
Kalo di Jawa, harga-harga kebutuhan pokok memang murah-murah.
Kalo penghasilan Bontang, biaya hidup Jawa, yo wis.. pindah Jawa aja :)
karena itu banyak bulok?
ehm..begitu lah....
iya, pengennya nggak usah nawar saja, makanya dibuat jalan pintas agar si ibu nggak 'terluka'...he he
iya, kang...
kadangkala memang tak rasional juga
ho ho..boleh juga itu... Ponorogo mana? saya pernahnya ke yg berbatasan dg madiun...
mmm... ini malah 2 pekan lagi berencana cuti... Tapi kayake dibuat main saja. kayake ke karimun jawa oke..hehe
yg bagian mananya, ziy?
di bontang nasi pecel sepuluh ribu..he he
sayuran lebih mahal lagi.. karena jarang sawah 9untuk dibilang tak ada)
maksud pertanyaan yg terakhir itu tentNG apanya ya?
nah, sumatera ini pulau yg ingin saya kunjungi... Targetan berikutnya ;)
ngincer duren dan duku
nah, sumatera ini pulau yg ingin saya kunjungi... Targetan berikutnya ;)
ngincer duren dan duku
he he...
ada yg kayak gitu ka, pak? :)
he he.. kira-kira hubungannya apa itu ya?
setidaknya sebagian biaya hidup jawa
Haha. Tp jd kontraprduktf karena jadinya mkn d luar trz :D
eh, ada semangka :D
Di bontang, semangka lebih murah ketimbang pepaya :)
ing Painan surgane duren lo, kangmas...
ayo lek ndang ngancani aku mrene hihihihi
berarti belilah semangka sebelum harganya jadi lebih mahal dibanding pepaya :))
hahaha.... jawa emang nikmat
@nanazh..,painan kejauhan. Kalo dkat palembng sih aku samperin suatu saat..
@akuai...tp aku masih lbh suka pepaya. Hehe..
@nanazh..,painan kejauhan. Kalo dkat palembng sih aku samperin suatu saat..
@akuai...tp aku masih lbh suka pepaya. Hehe..
huuuuu milih milih :P
Yaa terserah. Menyukai itu memutuskan :)
harga murah itu apa karena:
1. di desa, sayuran mudah didapat?
2. di desa, gaji ga sebesar di kota? jadi kalau jual mahal2 ga akan laku...
di kota, masih banyak tempat murah juga, sih dan itu dekat dengan kos-kosan. Intinya penyesuaian... begituuu. Tiap daerah beda-beda
Misalnya di belitung, itu makanan ga jauh dari sea food sampai yang menikmatinya mulai bosan... kangen tempe, dan teman-teman, hehe
Yg dtanyakan tentang pasuruan apa bntang? Pasuruan, ya? Hehe. Jd belibet
sesuai jurnalnya lah :D
itu mangga beli di mana? hehe
intinya kenapa di desa itu murah? begituuuuu
kenapa di kota atau tempat tertentu mahaaal :D
Sepertinya mba novi minta dikirimin mangga tuh, bal, hohoho...
@akunovi...kalo d pasuruan memang tempatnya mangga. Mahal2 jg g bkalan ada yg beli kalo dijajakan d desa. Kalo d bntang sih karena mangganya diimpor dr jawa, makanya mahal...
@kakrahmah...boleh2 saja. Asal ada ongkirnya. Kayake it yg lbh mahal :D
@akunovi...kalo d pasuruan memang tempatnya mangga. Mahal2 jg g bkalan ada yg beli kalo dijajakan d desa. Kalo d bntang sih karena mangganya diimpor dr jawa, makanya mahal...
@kakrahmah...boleh2 saja. Asal ada ongkirnya. Kayake it yg lbh mahal :D
di Jakarta juga banyak mangga ~_~
berapa harganya?
sekilo 7-10 ribu isinya disesuaikan dengan mangganya, apa besar-kecil.
kalau mau lebih murah lagi ya cari Pasar Rebo dan pasar-pasar yang agak besar lainnya, mungkin 5ribu dapat, kalau saya ga salah lihat semalam, tapi tergantung jenisnya
ga semurah di sana, sih :D
Kenapa jadi bahas mangga mulu :D Jadi beneran pengen beli mangga lagi
Sudah nyampe bntang. Mbwa mangga secukupnya tas..
It sdh tmsk sangat murah untk ukurn bontang
memang bener... memang lebih enak tinggal di desa. enggak perlu repot-repot beli mangga.
nggak selalu juga.. :)
bukan masalah repot atau nggak ^_^
bedanya di harga aja, kok
barusan kakak beli mangga yang abangnya lewat depan rumah
terus, ibu datang bawa mangga juga, hehe
Jadi inget jaman dulu ada program tanam mangga di setiap halaman rumah.
enak berarti, tambah banyak
ada ya?
kalo sekarang program tanam cabai di tiap rumah...sama empon2
OOT : bukunya Langkah cinta utk Indonesi penerbitnya Rabbani
Post a Comment