Malam ini saya mendapat satu lagi pencerahan.
Agak malas sebenarnya saya mengiyakan ajakan keluar dan makan malam tadi itu. Lebih nyaman untuk tinggal di kamar sambil membaca ,menulis, atau sekedar nonton film di TV. Tapi, kesadaran bahwa jarang-jarang saya berada di cilacap ini, adalah pendorong yang membuat saya pada akhirnya oke-oke saja kala tawaran itu hadir. Ini, pertama kalinya saya ke cilacap. Pertama yang amat mungkin menjadi yang terakhir. Tak ada irisan sama sekali yang memungkinkan saya untuk sering-sering mengunjungi kota ini.
Tapi, kala saya kemudian mendapat hal lain dari sekedar makan malam dan menikmati udara malam Cilacap, itu adalah hal lain yang saya sebut sebagai bonus. Ini lah mungkin yang disebut sebagai salah satu keajaiban silaturahim, ataupun keindahan mengenal orang-orang baru.
Ia adalah karyawan Pertaina Cilacap ini. Sudah sepuluh tahun lebih bergabung dengan perusahaan milik negara ini. Hanya kaos oblong produksi joger yang ia pakai kala berjalan menghampiri kami di lobi. Pada mulanya ia menjabat seorang dari romobongan kami, sebelum akhirnya diperkenalkan kepada kami yang lain. Rupanya, ia teman kuliah dari salah satu rombongan kami itu.
Tapi tentu saja bukan itu yang membuat saya untuk tergerak menuliskan ini. Adalah ceritanya yang dengan lancar tersampaikan kepada kami di akhir makan malam itu lah yang membuat saya dengan khusyuk menyimaknya. Mendengarkan cerita tentang bagaimana seseorang menjalani hidupnya, memulai karir, dengan bumbu kebetulan-kebetulan yang terasa begitu terdesain, adalah spirit untuk mengenergii diri.
Panjang sebenarnya ceritanya. Menarik pula sebenarnya bagaimana ia bisa kerja di Pertamina ini. Tapi bagian ini lah yang kemudian terekam dengan lebih jelas di memori saya; “Ya sudah, kalau nggak suka, ya, keluar saja. Cari pekerjaan yang disukai”
Jawaban itu, adalah tanggapan istrinya kala ia menjelaskan tentang pekerjaannya yang ditempatkan di bagian ini yang begini-begitu dan tentang prospek ke depannya. Mulanya, istrinya bertanya dengan, “kenapa, sih, mas? Kok kayake nggak semangat tiap kali pulang kerja”, kala mendapati suaminya itu tak terlalu bergairah sesampai di rumah.
Banyak pro-kontra mungkin terhadap tanggapan si istri itu, tapi ada baiknya kita kemudian menyimak bagaimana si suami menggambarkan kondisi itu; “Agak tersinggung sebenarnya saya waktu itu. La, bayangkan, di waktu itu, banyak perempuan memilih seseorang karena faktor pertaminanya. Nah, dia, ketika apa yang dikejar orang-orang itu sudah sempurna tergapai, dengan entengnya bilang, ‘ya, sudah, kalau nggak suka, ya, keluar saja’”
Saya akui, tak semua istri akan memberi tanggapan seperti yang istri orang pertamina ini berikan. Umumnya, yang sering kita temui adalah jawaban-jawaban seperti, “ya, sudah, dijalani saja dulu”, atau, “yang sabar!”, atau bahkan, “mungkin ini perasaan di awal-awal saja”. Tak terbayangkan bila ada seorang istri yang memiliki suami kerja di sebuah pertusahaan yang boleh dikata menjadi primadona kalangan job seeker, kala mendapati suaminya tak terlalu bahagia dengan pekerjaannya, enteng menanggapinya dengan permintaan agar si suami melepaskan pekerjaannya itu. Tipe istri seperti ini mungkin ada yang lain, tapi jarang.
Tapi saya kemudian tak terlalu heran dengan statement si istri itu demi mendengar catatan perjalanannya seperti yang disampaikan orang pertamina ini. Bayangkan, ia melepaskan pekerjaannya ketika bersuami orang pertamina ini kala posisi gajinya 4 kali lipat bila dibandingkan dengan bakal suaminya. Menjadi seorang yang ‘diperebutkan’ banyak perusahaan adalah hal lain yang kian menegaskan kecemerlangan karir si istri ini. Maka, menurut saya, adalah hal yang mudah bagi si istri untuk melepaskan status pertamina si suami, ketika di waktu sebelumnya ia dengan mudah juga melepaskan status yang lebih wah. Tapi tentu saja, menurut saya lagi, statement itu juga dilandasi oleh seseorang yang tahu betul tentang dinamika kerja, tentang bagaimana sebuah kenyamanan terhadap pekerjaan adalah sebuah hal utama, yang justru menegasikan hal lainnya.
Cerita itu kemudian tentu saja tak berakhir dengan keluarnya su suami dari pertamina. Statement si istri, ternyata malah berimpilkasi sebaliknya, dalam konotasi positif. Sebab, itu justru membuatnya terpacu untuk membuktikan banyak hal hingga telah lewat sepuluh tahun dari pertami kali statement itu terucap. Ia, sepertinya juga telah nyaman dengan pekerjaannya dengan keengganannya untuk pindah pekerjaan, ataupun pindah daerah penempatan.
“jadi, sekarang apa kesibukan istrimu?”, saya kemudian tertarik untuk menyimak apa jawaban si orang pertamina ini kala pertanyaan itu terlontar oleh salah seorang rombongan kami yang juga teman kuliahnya kala kami sudah di atas mobil untuk meninggalkan rumah makan itu.
“moco buku, karo momong anak.” Saya tersenyum mendengarkan jawaban ini. Karena isi jawabannya, juga karena cara menjawabnya.
Benar-benar malam yang bermakna.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
66 comments:
uwow... jadi nih kriteria istri idamannya mas Iqbal pula yaks.. hihihi
I l-o-v-e that woman. She's so me. Hahaha.
Aku jg brusn resign, melepaskn pekerjaan yg sebnrnya sesuai jiwaku.
tapi mulai merasa g nyaman dngn skp rekan kerja yg notabene kepala toko.
Me too, Des... :-)
Bagiku, kenyamanan dan mencintai pekerjaan adalah sebuah harga mati :-)
ih waw! Bagi seorang wnita karir, tdk mdh melepas pkerjaan sprti itu. Jare ke jogja a bal? Ayo kopdaran!
ngangguk2*
Diah mo keluar kerja malah kaga' dibolehin,hehe.. Tp,Diah suka kerjaan Diah :D..
Hidup adalah pilihan. Tiap jalan yg dipilih,punya konsekuensi tersendiri..
terharu bacanya
memang, bekerja di tempat yang tidak kita sukai, seperti terperangkap di dalamnya.
jadi, kalau tak bisa membuat kenyamanan sendiri dengan pekerjaan itu, ya tinggalkan saja..
emm... wanita yg hebat ^_^
hm...pgn juga jadi wanita kayak gitu...toh rejeki emang gak mungkin tertukar...
*suamiku juga kudukung banget nih mau resign...hwkwkwk...(biar bisa lebih sering ketemu)
pernah baca juga, bagi wanita menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga adalah segala-galanya bagi hidupnya...^^
Jangan berfikir menunggu jandanya!..........:xd
Jangan berfikir menunggu jandanya!..........:xd
keren sekali ... he he he ...
hwow..masak sih? nggak percaya aku :p
artinya nggak nyaman juga, ya? he he
hwow.. komplotannya bude malambulanbiru, nih :p
saat ini sepertinya mencintai betul pekerjaannya
iya, tak mudah memang...
iya.. ke jogja. Ini masih di cilacap, jadi malam nanti baru nyampe... Dan kabar baiknya, besok jam enam pagi sudah meluncur ke surabaya. He he. 2 pekan lagi kemungkinan ke jogja lagi
hati2 kejethos meja---
dan, bukan tentang memilihnya itu yg lebih penting, tp kesiapan untuk menghadapi konsekuensinya lah yg penting,,,
waduh, bagian mana ya yg bikin terharu?
pertanyaannya... sudahkah menyukai pekerjaannya yg sekarang? :)
nggak komen, ah! :)
ha ha...
anaknya sdh kelas enam SD bro...(nggak ada hubungannya juga, sih)
hoho...
iki malah g kereply..he he
masak seperti itu, sih? :)
*abis baca komen2* kayaknya ada peluang itu, mas... coba langsung ditindaklanjuti :D
Haha. Ada2 saja
The spirit of ngelayab-nya Bal-bal ternyata... emm.. emm.. Eh, ada iwak pe terbang! *ra lanjutne kalimate, tinggal lunga*
Apa seh mbokde? Hehe. Aku ra ngerti tentang ikan pe terbng yg dikau maksud
Hiks.. Hiks..
Pengenresign.nanti.
Aduh, kok pada ngomongin resign. Bukan maksud sy seperti it..
ha ha... jadi cuman lewat aja toh ceritanya? :D
Hehe. Iya, ini br nyampe purworejo
1 jam lagi nyampe Jogja. I wish I was there.
Sudah masuk kulonprogo...
wah selamat datang :D
aku deket dari KP :D
Membyangkan jalan2 d kaltim smulus jalanan ini..
Membyangkan jalan2 d kaltim smulus jalanan ini..
West Prog :))
entar ada waktunya, mungkin pas kamu sudah nggak di sana bal *emang iya? :D
kilen pregi :p
Wonge uis turu, nTeh.
*njuk nggae keributan*
nteh, jangan mulai lagi, kisruh di rumah bal2 pas suwung
*uncal bantal ke nteh*
Menulis dan memasak, 2 hal yg SANGAT menyenangkan, Dik :-D
untuk sementara berusaha menyukai, berusaha dibuat nyaman :)
^_^
sekadar :D
memang kapan aku nggak di sana? ini juga tdk sedang di sana :)
nggak, kok! sedang dalam kesadaran prima, nih..
hmm...super sekali... Dik? saya suka dengan panggilannya... :p
btw, mb ima ini apakah yg dulu pernah ke bontang, ya? yg waktu itu sama hamsad rangkuti?
iya, dan memang menyukai itu memutuskan.. he he
(kuis, coba cari postingan saya dengan judul ;menyukai itu memutuskan". Penting banget)
iya, dan memang menyukai itu memutuskan.. he he
(kuis, coba cari postingan saya dengan judul ;menyukai itu memutuskan". Penting banget)
selain berber, si semangatdafa ini adalah salah satu kontak saya yg paling irit komen :p
apa, ay? ini bagian dari editor itu kah?
apa, ay? ini bagian dari editor itu kah?
Haha.. Iya. Bukan sekedar, tapi sekadar. Nama kota juga huruf besar. :D
tapi enakan jadi penulis...
Judul pun harus huruf bsar jg, kan?
Iya. Awal kata pake huruf besar. Tapi kalo lagi ngeblog gini mah biasanya aku suka ga ngikutin aturan juga :D
Btw, tp ini membuat dirimu lbh sering komen di luar content
:D
Aduh, maaf jadi oot yaa ^^v
kalo di tempat lain aku ga berani. Paling di lapak maschif aja.. Hoho.
Semoga nanti si tante mau disuruh "moco buku, karo ngemong anak" *ceritanya mengomentari konten :p
:)
@akuai...nggak papa juga, sih. Sebagai varian lain dari komen yang ada. Asal g pas komen selalu begitu..he he.
eh, maksud tulisanku g sepenuhnya begitu lo! ha ha...
@keranjangharapan... Ada apa dibalik senyum itu? apakah apa yg sudah terpublish di webmail itu kah?
ku lagi sibuk, baca hanya sekilas saja, jg stiap coment psti :),
haha...karep wes bal...hehe
momong anak n moco buku,, jg trmsuk pkerjaan mulia bgi seorang ibu
susah mencari istri seperti itu..hehehe
Post a Comment