Saya bersyukur malam itu ‘terlupa’ membayar ongkos main mancing-mancingan.
Awalnya begini. Sudah lewat dari jam delapan malam ketika keponakan saya mengajak mampir ke sebuah pasar malam yang sedang digelar di satu lapangan bola pinggir jalan. Lokasinya, memang berada di antara rumah saya dan rumah nenek keponakan saya itu. tentu saja yang dimaksud dengan nenek keponakan saya dalam kasus ini bukanlah orang tua saya.
Malam hari itu memang kami mengunjungi nenek keponakan saya itu. Awalnya, keponakan saya dan ayahnya saja yang ikut. Bermotoran berdua. Lalu, karena melihat saya yang mungkin sudah mulai asing dengan kondisi Pasuruan, maka diajak serta lah saya. Motoran bertiga.
Dan hari itu memang ada pasar malam. Orang-orang di tempat saya menyebutnya dengan dermulen. Isinya, aneka mainan anak-anak; semacam mainan keranjang yang berputar (entah apa namanya), mobil-mobilan dalam rel (entah apa pula namanya), serta yang lain. Dan, keponakan saya itu, bersikeras ingin mampir bahkan sejak kami mulai berangkat.
Kesepakatan yang terjadi kemudian adalah bahwa kami akan mampir ke dermulen itu pas baliknya. Itu dilakukan agar tak mengganggu jadwal utama kepergian kita. Awalnya, saya tak terlalu antusias. Bahkan, pas baliknya, ketika kami sedikit lagi nyampai di lokasi, saya masih kurang bersemangat. Mungkin demikian juga ayahnya, kakak saya itu. Ayahnya mulai menawarkan sebuah alternatif yang saya yakin bakalan ditolak mentah-mentah : ‘Nggak usah ke dermulen saja, ya?’. Benar, tentu saja, keponakan saya menolak. Penawaran pun diubah dengan melakukan kesepakatan bahwa keponakan saya itu hanya boleh main satu jenis permainan saja. Ia mengangguk. ‘Janji?’, demikian saya ikut menimpali. ‘Janji!’, keponakan saya cepat menyahut. (Kawan, masalah kesepakatan dan janji ini, mengingatkan saya pada buku-buku parenting yang saya baca. Berbeda dengan di buku yang masih sebatas teori, hari itu saya merasakannya langsung. Ternyata itu penting. Sebagai pembelajaran tanggung jawab atas keputusannya sendiri)
Motor kemudian masuk ke lapangan. Menuju ke sebuah tempat yang ditunjuk keponakan saya. Awalnya saya tak tahu itu permainan apa sampai keponakan saya menjelaskan: ‘mancing-mancingan’. Agaknya itu jenis permainan baru di arena dermulen ini sebab ketika saya kecil tak pernah menjumpai permainan macam begini.
Keponakan saya segera turun begitu motor berhenti. Segera berlari sesaat setelah meminta uang pada ayahnya. Kemudian, menuju ke penjaga permainan itu. Saya sih tak terlalu memperhatikan, hanya sekilas melihat keponakan saya bertransaksi dengan si penjaga yang diakhiri dengan diserahkannya sebuah joran pancing pada keponakan saya.
“Ambil gih kembaliannya!”, demikian minta kakak saya itu pada saya. Bukan dengan kata-kata kemudian saya menjawabnya, tapi dengan langkah. Segera saya dekati keponakan saya yang sedang asyik dengan pancingannya. Meminta uang kembalian. Di genggamannya, ada uang lima ribu yang terlipat-lipat. Mulanya, ia ragu, tapi uang itu lah yang kemudian ia serahkan pada saya.
Permainan memancing yang saya maksud itu adalah sebuah bak berair dimana ikan-ikanan dan buah-buahan plastik mengambang di atasnya. Di moncong ikan tersebut (atau di tangkainya kalau itu buah) disisipkan sebuah paku. Dan paku itulah yang menjadi jawaban atas keheranan saya tentang bagaimanakah joran pancing itu bisa mengaitnya. Sebab, ternyata, di ujung benang yang pangkalnya terikat di joran, ada sebuah magnet kecil. Jadi ketika keponakan saya itu jeli menempelkan biji magnet ke paku yang tersisip di ikan atau buah, maka ikan atau buah itu akan terangkat. Sederhana saja.
Tak perlu waktu lama, keponakan saya segera menyelesaikan misinya. Keranjangnya telah penuh dengan ikan dan buah yang berhasil ia angkat. Ia pun mengembalikan ikan dan buah itu ke bak untuk kemudian bangkit dari duduknya. Mengembalikan joran pancing, lalu nampak memilih aneka mainan yang tergantung di dekat tempat meletakkan joran itu. Saya ikut saja, sebab tak terlalu tahu mekanismenya. Keponakan saya kemudian mengambil sebuah mainan ketika tukang pancing datang. “Yatrane!”, begitu katanya lirih. Saya, yang mengira bahwa harus membayar untuk mainan yang baru saja diambil keponakan saya, sudah merogoh saku untuk mengambil uang lima ribu tadi ketika kakak saya yang berada di kejauhan melarang. “Nggak usah, Bal. Hadiahe iku”. Saya pun mengurungkan niat, melihat si tukang pancing sebantar, lalu berlalu.
Keponakan saya naik, dan saya juga naik. Motor kemudian melaju.
Entah mengapa, seratusan meter meninggalkan arena dermulen, sambil motor tetap melaju, saya nyeletuk: “Cuma begitu saja lima ribu!”
“Nggak, bal, tiga ribu saja, kok.” Kakak saya menjawab.
“La ini kembaliannya lima ribu!”. Saya tak mau kalah. Memang, uang yang diserahkan keponakan saya tadi lima ribu. Sangkaan saya, yang paling masuk akal, sepuluh ribu lah uang mulanya.
“Lo, tadi tak kasih lima ribu, kok!”
“Berarti!”, kami terkaget. Tersadarkan atas sesuatu. “tadi sudah banyar, kah, Put?”
“Belum,” Puteri, keponakan saya itu, pelan menyahut, “ La tadi uangnya diminta lek iqbal”
“Tadi, kan, kayak langsung bayar gitu?”
“Sama orangnya disuruh bayar nanti saja”
Maka berputarlah motor dengan penumpang tiga orang itu. Sudah lima ratus meter dari lokasi acara. Dengan sedikit senyum. Dengan sedikit mengolok-olok keponakan kecil saya. Ah, saya bersyukur atas kesalahpahaman ini. Bersyukur. Sungguh jarang momen seperti itu bisa tercipta. Saya yakin, sangat yakin, momen itu akan terekam dengan baik di kepala kanak-kanaknya. Keteladanan selalu lebih baik dari sekedar kata-kata petuah. Praktek akan selalu lebih membekas daripada teori. Maka kemudian, semoga itu sebagai tonggak awal, sebagai titik mula, bagi keponakan saya itu, untuk sebuah kesadaran pemenuhan kewajiban diri dan pemenuhan hak orang lain. Serta kejujuran. Untuk selanjutnya ia genggam selalu.
“belum mbayar, ya, tadi, mb?”, demikian kahirnya kata saya ketika kembali ke arena dermulen tadi.
“belum.”
“Kok tadi nggak diminta?”, tanya saya lagi. Saya tahu tadi dia sempat meminta uang pembayaran. Tapi ia seolah membiarkan saya berlalu tanpa membayar ongkos main mancing-mancingan tadi.
“La, kayake terburu-buru mau pulang gitu”
“..”
Ah, tukan pancing yang baik.
Kami pun kembali pulang.
75 comments:
huum, mbak-e apikan.. hehehe
iya...
heran juga saya kenapa dia nggak bilang kalau belum bayar
ngene bal.. ga enakan mba-e..
plus wajah kalian terlalu baik mungkin..=)))
dadi ga tega
cips :D
mbayangin wajah polos adeknya...
*salam buat keponakannya pak : aku suka gayanya ^^b
hee
aku pingin naik dremulen, om Iqbaaal!
jangan2 wajah kita memang menginspirasi orang utk berbuat baik gt, yah! jd ikhlas...he he...amin ya Allah!
sipp!
gaya yang mana, dest!!
btw, adeknya dest lucu juga.... bilang nggak pernah ke puja seranya tap[i hafal menunya :D
eh..eh..yang benar dermulen apa dremulen sih??
kalau dirimu yang naik mengkhawatirkan kayake, tante..!! sepertinya kekuatannya didesain untuk menahan berat tertentu :)
eh eh .. aku udah diet, om Iqbaal
dremolen, kan? eh, ga tau dink .. gonaku dremolen
aku jadi pengen naik ombak banyu
Diet? bolehlah.....
dermulen nang tempatku nggak ada ombak banyu...
kalo ada jempol, gw klik deh :p
kenapa enggan mampir sih, padahal kalo boleh main yang banyak pasti seneng..aku aja pengen banget bisa ngajak zaki maen kemana-mana, tapi umi-abi-nya juga udah rutin ngajak dia ke pasar kaget..buat mancing, naik kereta, liat topeng monyet, dan serangkaian kegiatan zaki lainnya
jar..emang mas iqbal angkatan berapa si?
(kenapa nanyanya ke fajar?)
he he..awalnya enggan... tapi pas masu ke arenanya, jd sadar kalau sudah berapa tahun saya tak masuk ke situ..
ho ho...
keponakanmu zaki?
berarti sy g punya 'kewajiban' mbales komen ini, ya? :p
iya..potonya jadi headshot sebelum ini, kalo yang sekarang ponakan saya juga, emir
mubah hukumnya, hehe
soalnya fajar manggilnya "bal" tanpa embel-embel..jangan-jangan seangkatan
gpp juga kok.....lebih baik begitu drpada ntar embel2nya aneh2 ;)
haduh di.. aku kalo ama ikhwan, apalagi yang sama2 jawa di mp.. ga suka pake embel2.. meski tau lebih tua..
hehehe.. alergi manggil "mas". wekekeke
kalopun embel2 palingan mbah.. hehehe, masa mo manggil mbah iqbal..qiqiqi
he he...
kasyake yg namanya iqbal masih jarang yg sdh jadi mbah
hoo..kalo aku dididik manggil orang yang lebih tua pake embel-embel, hehe, tapi akhirnya aku manggil kamu jar jar aja tuh, singkatan dari magic jar, hehe, biarlah, kita seangkatan kan?
iya sih, risih juga manggil mas..tapi kalo pak aneh, kakak, dia bukan kakak kelasku, om, udah ada banyak, bos, pakemnya bos iman, aki, udah ada, mister, ada mister eye, piye toh? masa kupanggil juragan? hehe. bodo ah..orang jawa ini..bahasa defaultnya "mas" kan?
sma sebenere.. aku juga dididik gtu..
makanya kalo ma yang akhwat pada takpanggil mba.. mm, keknya si, tuaan aku dikit..wkwkwkw =))
nah ntu dia, aku mulai di kampus dah ngilangin istilah "mas", kaka2 angkatan dipanggilnya "pak", kalo di mp keknya malah ga wajar manggil pak.. makanya sok tua gini, asal manggil nama.. hahaha
*ga sopan banget si jar
tapi kamu angkatan 2004 kan?
yoi
eh, yang nggak ada itu manggil cak!! ha ha...itu panggilan khas jatim...
hanya saja orang2 di kampung sdh jarang juga yg pakai panggilan ini... Kesannya ndeso memang
yaudah..pokonya yang angkatan 2004 kebawah mau aku panggil nama aja..secara seangkatan, meski ga seumuran, aku kan muda, hoho
apa kamu mau dipanggil mba? boleh juga sih, bilang aja, nanti kukabulkan. mba jar..kepleset dikit jadi mbayar :p
dirimu angkatan 2004 apa 2005 memang, lud?
2004, cuma umurnya ukuran 05..hahahah
sampe dipanggil mba ma abangnya anak2 ntu.. berasa (sok) dewasa..
tua banget maksudnya..=)))
wis, fajar aja gtu
2-2nya, hehe
bukan karena saya pernah ngga naik kelas lho, hoho
tak sangka..diam-diam kau tau tentang profile-ku, jadi terharu :*
kita kan pernah kenalan di pm lud..
=p
dasar pikun..=))
gapapa..aku menikmati dipanggil mba di mp, iya, berasa dewasa, berasa punya adek-adek kecil :D
oiya ya..lupa saya..hehe
lud lud..apaan tuh? Di jar..Di..gajadi terharu neh..
sengaja..=p
dasar..
aku sampe ngubek-ngubek pm nih..bener..aku yang ngajak kenalan pula :D
jadi fajar 2004?? kukira dulu mbak2 yg sudah senior gt.....
he he.....
dia memang senior ko..meski angkatan 2004, tapi solihah sangat, liat aja tulisannya :D
sampe sekarang belom kejawab sebenernya, yang punya lapak nih angkatan berapa? 2002 ya mas?
wah, ini bs jadi pertanyaan nih...
silakan ubek2 postingan saya...tunjukkan petikan kalimat yg dapat menjawab pertanyaan itu...ha ha
ahahahahah............. TERTIPU.......
aku juga sebenere ngrasa aneh.. kurang geje gimana coba..
koq tetep aja pada dipanggil mba..
meski akhirnya tau, kalo aku lebih muda ato seumuran..
wekekeke
ah, ludi ngeliatnya pas lagi bener aja..
kalo yang super geje iqbal tu yang udah pernah baca..haha
haduh..penting amat..
kapan-kapan deh..hari ini udah nelusur banyak, tapi kayanya gada yang mengungkap angkatan..tebakanku sih 2002, kalo gitu anggap saja segitu..kalo kemudaan maap ya cak
yg mana ya? kyke bener semua.. :)
kenapa sy anggap senior? karena kelihatannya semua orang disasak gt....
-mudah2an mengerti kosakata sasak yg saya pakai-
meski geje..aura senior tetep ada *kekeuh*
gayanya pas bilang : "belum" :D
haha. Rahma mah emang gitu. klo dirumah suka heri. sering jadi korban kriminal kakak2nya. :p
ehem. aku bisa kasih tau angkatanny pak iqbal. ada yg mau ngasih angpaw nggak? :p
btw btw....heri it apa yak?
*g gaul amat
eitttss......
dilarang ikut2an
:)
-tapi kalo dpt angpow blh jg sih asal dibagi-
hehehehe.. iya-e bal..
beginilah.. kurang ayay ya..qiqiqi..
ben ah
tapi tetep imud koq..wkwkwkw =p
walaahh.. aku we ra nde dit.. hehehe..
wis lah pokokmen takceluk "bal"
titik
ra peduli angkatan piro..wkwk
aku pengen deh bisa komen pake bahasa jawa kaya gini, hehehehe
jangan hancurkan imejmu jar..
solehah aja udah..udah bagus banget itu..
btw, tau artinya ga di?
perlu ditranslate ga?
menurut sumber yang kadang bisa dipercaya kadang engga..saya sudah tau, angkatan berapa, namun, berhubung saya muda, saya mau panggil cak aja, lucu juga, secara kang dan encang udah ada, ditambah cak..besok-besok kali aja ada beli sama tulang :p
tau..kalo itu masih tau
bapakku wong jowo e..tapi anaknya gada yang menyebut dirinya orang jawa, semua bilang "kalo bapak orang jawa, kalo saya......" hehehehe
ayay?
jare wong jakarta?
ajar
(ben ga kasar2 banget)
heboh sendiri
ah, cen ra gaul ig
orang2 itu ngapain juga nyiptain istilah2 g berfaedah gt...ha ha
itu..anak-anak kecil di soundtrack spongebob pada teriak-teriak "ayay captain!!"
bapakku orang jawa
aku orang jakarta
(kesannya gw anak pungut gitu)
ga enak ati mau ngaku orang jawa..
se pa kat
g pernah nonton spongebob!
kirain dirimu ada sundanya
baiklah
maaf
kayanya ada juga, hehe
yang ga ada malah betawi sebenernya :D
ngeles.. ga ngerti ga ngerti aja! wekk
wkwkwkw.. beda iku lah.. hahahah
ada saat, dimana kita justru bangga atas ketidakmengertian kita. Salahsatunya tentang ini...
he he...
orang2 itu kalau tak mampu berbahasa indonesia dengan baik dan benar mbok ya tak merusak bahasa kita dengan istilah2 g jelas ;D
tapi pelafalannya sama
heri = HEboh sendiRI :D
he he..sdh dijelaskan fajar tuh
Post a Comment