Dulu, sekitaran dua tahun yang lalu, dalam suatu sesi wawancara kerja, sesaat setelah saya mengatakan sepakboal sebagai salah satu hobi saya, Pak Pewawancara menyusulnya dengan sebuah pertanyaan standar; “klub favoritnya apa?”. “Manchester United”, begitu jawab saya. Dan cepat. Untuk sesuatu yang kita favoriti, harusnya memang cepat. Tak perlu berpikir.
Sebenarnya, pertanyaan itu salah juga. Sebab, tak ada hubungan yang langsung antara kesukaan bermain bola dengan kecintaan terhadap sebuah klub sepakbola. Hanya saja memang keumumannya begitu. Seorang yang suka main bola, cenderung suka nonton bola, yang pada akhirnya akan mempunyai klub favorit juga.
“Pemain favoritnya siapa di MU?”, demikian lanjut Pak Pewawancara.
“mmm…tidak punya pemain favorit”
“Lo, kan biasanya kalau menyukai suatu klub pasti punya pemain favorit?”
Sampai di sini saya agak ‘malas’. Sebab ini memasuki fase berargumentasi yang takutnya menjurus pada ngecap. Memang, tak ada pemain spesial yang saya sukai di MU. Tak ada. Pemain keluar masuk ke sana dan saya tetap menyukai MU bahkan sejak pertama kali saya mulai menggemari sepak bola macanegara. Tak menyepesialkan pemain tertentu inilah yang membuat kesukaan saya pada MU lebih langgeng. Berbeda dengan yang mengidolakan figur tertentu. Idolanya berpindah klub, maka berganti pula lah klub kesukaannya. Begitu seterusnya.
“lalu apa yang membuat menyukai MU?”, demikianlah pada akhirnya pertanyaan Pak Pewawancara itu.
Nah, ini dia. Mengapa harus selalu ada alasan untuk menyukai sesuatu? Setiap orang akan sulit menjawab dengan pas ketika ditanya tentang alasan mengapa ia menyukai sesuatu. Kalaupun ia berhasil menjawab, itu tak 100 % benar. Bahkan bila dipertanyakan ulang, ia bakalan ragu atas jawabannya itu. Seperti itulah apa yang saya jawabkan kemudian.
“Permainannya pak! (bla bla bla)”
Tak 100 % begitu, juga tak 100 % tak begitu. Permainannya, tentu saja, ini masuk salah satu faktor. Bukankah lebih sering klub-klub besar, yang notabene permainannya lebih bagus, lah yang diidolakan orang-orang. Macam Barcelona, macam Madrid, macam Milan, macam Chelsea. Tapi kemudian saya tahu tak begitu juga, sebab kita sering kali masih setia dengan sebuah klub bahkan ketika permainan klub itu kian memburuk. Ini mungkin tentang cinta mati.
Entah bagaimana saya terhadap MU tadi. Sepertinya sejak saya menyukai MU, tak pernah klub ini memperlihatkan level permainan yang begitu merosot. Tak pernah sepertinya ia lepas dari posisi lima (atau bahkan tiga) besar klasmen akhir kompetisi. Prestasinya tak terlalu fluktuatif, hingga memang harusnya kadar kesukaan penggemarnya , yang menyukainya karena faktor permainan, tak berfluktuatif juga. Prestasi memang tak selalu ekivalen dengan permainan, tapi, dalam kasus ini, untuk mudahnya, bolehlah kita anggap sama.
Tapi baru-baru ini, saya menyadari satu hal; boleh jadi yang saya ungkapkan ke Pak Pewawancara itu banyak benarnya. Level permainanlah yang menyebabkan saya menyukai MU tadi. Setelah rasionalitas mulai lebih kentara, daftar prioritas mulai menderet, saya mulai tak terlalu antusias menonton MU di layar kaca kala melihat permainannya mulai mengecewakan. Perlahan, saya mulai tak mbelan-mbelani begadang hanya untuk menontonnya bertanding sebab sebelumnya sudah sering dikecewakan oleh permainannya yang mulai monoton dan sulit memperoleh peluang untuk mencetak gol. Kini, saya mulai sering mencukupkan diri dengan menonton highlightnya, atau kalau pun tak sempat, melihat beritanya di detiksport sudah mewakili. Tapi tentu, saya masih menyukai klub ini, dengan kadar suka yang boleh jadi amat berbeda dengan ketika klub ini menunjukkan level bermain yang bagus dulu. Di era Ronaldo mungkin, di era Roy keane mungkin. Bahkan, ketika suatu saat jika MU mencapai level permainan terburuk, hingga harus terdegradasi mungkin, sepertinya saya akan masih memiliki bibit suka meski setitik. Yang suatu saat akan kembali meruah kala menyaksikannya kembali ke level permainan terbaik.
Aih, saya jadi berpikir, agaknya ini juga berlaku terhadap hal-hal yang lain.
40 comments:
ga suka bola :D
iya sih...masak bola suka bola
:p
siall... brasa tau aje *sigh
hihi
denda! kasi buku : rahim
hihi..tentang rahim ini, pas lomba kemaren dapat hadiah ini.. padahal sudah beli banyak
(ngiming2i)
masa sih?
*mikir*
kayanya ga juga deh..tidak semua suka itu tidak beralasan, justru sebagian besar pasti ada alasannya, menurut saya
udah beli banyak rahim atau banyak buku?? wooooowww... ah, aku lagi ga bisa ngelomba :P padahal ngelomba jg ga mesti menang, hehe
setiap orang g punya alasan yg benar2 pas
beli beberapa utk stok hadiah
alhamdulillah, aku dapet juga to?
hadiah nkh sm melhrkn
km sdh kah?
bener? bentar lagi yaa ;d
Bola lagi?saya suka milan.
*siapa yg nanya? :d
ga ngerti bolla
terakhir ngikutin AS Roma jaman SMA--soalnya yang main ganteng
pas itu seperti apa?
pas menurut siapa?
@berry89..ok! nikah dulu
@aanapunya... sukanya siapa? biasanya ce selalu punya pemain idola
@malambulanbiru...pasti sukanya sama totti.. eh, sampe sekarang dia kan masih main..
@ludi.. aku jawab kalo pakai laptop ya?!
francesco totti! ganteeeng .. sama itu .. satu lagi. udah tua kayaknya. dulu sampe sempet ngimpi ketemu .. aduh, lupa .. ganteng lah pokoknya
Batistuta--Gabriel Omar Batistuta!
tema ringan.jd banyak banget tulisannya.
gmn caranya. harus baca berapa buku ni perhari
@malambulanbiru...uow. batigol
@utizz..berapa buku? haha..banyak, tp halamn pertamana sj..hehe
maldini sama kaka
ok..i'm waiting
pertama yg ini... kayaknya saya tak berstatement kalau semua suka itu beralasan....
yg saya katakan adalah : "Mengapa harus selalu ada alasan untuk menyukai sesuatu?".. itu, tentu saja tak berarti semua suka itu tak beralasan. Malah justru sebaliknya...pernyataan yang berupa pertanyaan itu hanyalah sebentuk keinginan dari berbagai kesukaan itu, yg seringnya dipersyaratkan adanya sebab menyukainya, diberi kelonggaran untuk beberapanya yang tak perlu berlasan (secara spesifik).....
maksudnya begini...suka itu adalah fungsi yang rumit dari berbagai hal... kalo dalam bahasa matematika itu dinotasikan begini... f(x)= 2a^2+ 5bc+d/2+..........
ada banyak variabel dengan nilainya yg beraneka... Ada yg dipangkatkan, ada yg dibagi, ada yang.....
ia sendiri kadang tak tw jelas.....
misal....aku menyukai suatu a karena ininya.... Coba tantang dia, kala ininya itu dirubah sedikit saja, dengan menambahkan nilai tambah lain yg mulanya tak terlalu menonjol, apakah ia masih suka? ah, kayaknya ia tetao suka..kayaknya... tentu saja ini hipotesis pribadi yg mungkin sj serampangan...
sebab apa, karena banyaknya variabel yg mempengaruhi tadi. Bila kita ingin nilai f(x) tetap dengan berkurangnya nilai a (pada fungsi yg sy sebutkan di atas), maka yg bisa kita lakukan adalah membesarkan b, atau c, atau d, atau keduanya, atau ketiganya
sebenernya yang membuat saya bilang "tidak semua suka itu tidak beralasan" bukan kalimat pertanyaan ini, tapi kalimat sesudahnya yang berbunyi "setiap orang.....", kata setiap saya maknai dengan semua
nice penjelasan eniwei :)
*garuk-garuk jenggot imajiner*
haduh..pagi-pagi sarapan diskusi ginian..
mungkin juga sih..nanti deh ta' pikir dulu, hehe, mungkin kaya tulisan saya "mata cinta" itu ya, antara cinta dan kecocokan, entah mana yang timbul..jadi, kaya menyukai sesuatu itu juga, awalnya mungkin ada hal yang memang membuat suka, namun ketika sudah jadi suka, maka akan cenderung mencari hal-hal lain yang akan menambah kesukaan, jadi bila hal pertama dikurangi, akan ada kompensasi dari yang lain, yang mungkin memang sengaja dicari-cari..cinta memang membutakan, hehe
jangan karena cinta maka jadi buta, tapi jangan karena benci maka jadi bebal (ludi, 2010) :p
tapi setelah saya pikir-pikir lagi..kalo seperti yang cak iqbal bilang, yang saya quote ini, sepertinya itu bukan lagi suka namanya, tapi fanatik :D
kok setelah sy pikirpikir, penebutan cak iqbal g enak juga ya? :p
jadi maunya apa? mas lagi?
tentang suka dan tidak suka kadang emang sulit banget nemu alasan yang "objektif"
suka aja.. hahahha..
dijambal ae lah! ikhlas aku kok...
he he...
ada pendukungku.... ;)
tapi aku ga seneng MU..
hahaha
seneng sopo??
kita 'musuh' berarti
seneng AS Roma.. hehehe
tapi wis suwi ga nonton bal.. insap.. wkwk
haduh..kulo mboten ngertos mas..dijambal ki opo?
kalo dijambak gw tau, hehe
dijambal itu dipanggil tanpa kata sapaan...langsung namanya
baiklah, kucoba (beuh..kesannya) :p
Post a Comment