Friday, September 2, 2011

-surat imajiner-

Dear Hanna

Apakah kau punya kehendak, Hanna?

Ah, pertanyaan macam apa itu? Kau boleh saja menertawaiku dengan pertanyaan balik itu. Sebab bumi yang telah sesak ini, sejatinya memang bertambah sesak dengan kehendak dari tiap-tiap makhluk yang menghuninya. Tak terkontrol, tak terredam, kecuali oleh kehendak lain untuk menghentikan kehendak itu. Perbukitan itu, kau bisa lihat, kan? Mulanya sebuah padang tanaman yang melapangkan pandang, bertahun-tahun yang lalu.  Begitu nyaman melihatnya, begitu asri merasainya, hingga orang-orang dari negeri gurun itu terkesima lalu berteriak, “inilah surga! Inlah surga!”.

Tapi Hanna, seperti yang sudah kusebutkan, pemandangan itu hanya berjudul ‘mulanya’. Hanya sebuah masa lalu yang meninggalkan kenangan di benak orang-orang yang sempat merasainya. Kini, seperti yang telah kau ketahui, ada kehendak yang telah meluluhlantakkan bangunan alam itu. Ada kehendak dari manusia siluman yang membabat tetanamannya, atau kehendak dari orang-orang berduit yang memenuhi bebukit itu dengan vila-vila indah nan gemerlap.  Membuat semakin sempit ruang buat burung bernyanyi, membuat semakin terbatas untuk air hujan meresap. Sesak, sesesak dada orang-orang yang dipenuhi kehendak.

Sayangnya, Hanna, tak ada yang benar-benar serius berkehendak untuk menghentikan kehendak liar itu. Tak ada. Meski banjir kian merajalela, meski teriakan dari orang-orang kian menggema, tak ada yang berubah. Orang-orang itu, orang-orang yang kehendaknya adalah titah, masih biasa-biasa saja seolah semuanya baik-baik saja. Tak ada gurat khawatir, lebih-lebih aksi nyata. Semuanya serba mudah. Entahlah, aku juga tak cukup sakti untuk mengetahui apa yang benar-benar menjadi kehendaknya.

Kehendak, Hanna. Kehendak. Akhir-akhir ini aku banyak merenungkannya. Aku masih ingat, tak banyak kehendak yang memenuhi dadaku ketika aku masih seorang kanak-kanak. Kalau tidak sebuah es wawan, mungkin hanya mainan murahan yang tengah kukehendaki kala itu. Remeh-temeh saja. Begitu sederhananya. Hingga kalaupun tak kesampaian mendapatinya, ya sudah. Tak apa. Atau mungkin paling banter hanya akan menangis. Lalu lupa. Lalu bermain. Lalu tertawa lagi. Selesai. Sesederhana itu memang.

Tapi sekarang, Hanna, begitu luar biasanya kehendak itu menjejali mimpi malam-malam. Membuatku kadangkala berpikir, atas dasar apa kehendak itu begitu saja menghuni ruang batinku. Apakah hanya nafsu belaka, remeh temeh duniawi, keisengan, atau apa. Apakah kehendak itu telah benar, apakah kehendak itu sudah baik. Atau, ah, aku bahkan telah sungguh-sungguh jarang mempertanyakannya.

Hanna, pertanyaan ini mungkin menyulitkan, tapi aku mesti sering-sering menggumamkannya; apakah kehendak-Nya telah menjadi kehendakku? Memalukan sekali kala pertanyaan ini mengemuka. Malu pada diri sendiri, juga tentunya malu pada-Nya. Betapa diri ini, Hanna, betapa kehendak yang telah melekat dengan liat ini, seringkali hanyalah sekumpulan remeh-temeh dunia, hanyalah sejumput kesenangan sesaat. Tak lebih. Hanyalah kehendak yang berdasar tafsir pribadi yang individualistik dan dangkal.

Sungguh tak ada bedanya kalau begitu, Hanna. Tak ada bedanya aku dengan yang kusebutkan di mula. Barangkali kehendakku sama liarnya dengan kehendak mereka, boleh jadi kehendakku sama individualisnya dengan kehendak orang-orang itu. Hanya salurannya saja yang berbeda, hanya daya jangkaunya saja yang tak sama. Amat mungkin, Hanna, jika aku seberkuasa mereka, aku akan lebih parah dari mereka. Bahkan jauh lebih parah.

Hanna, belakangan ini ada kehendak-kehendak lagi menghuni benakku. Ada beberapa, menjadi sebuah paket yang aku harap mewujud satu. Aku boleh jadi  telah bersikap atas dasar kehendak itu. Yang aku harapkan benar, tepat, juga baik. Hingga aku mesti sering-sering berdoa karenanya, agar kehendak-kehendak itu juga benar. Agar kehendak-kehendak itu memang representasi dari kehendakNya.  Sebab hanya dengan itu lah, Hanna, langkah yang diambil juga menjadi benar.

Maka demikianlah. Doakan aku, Hanna. Sebab boleh jadi bukan karena doaku lah semua ini terkabul. Tapi justru oleh karena doa orang-orang sepertimulah, orang-orang yang ikhlas berdoa untuk saudaranya, semuanya menyata. Semuanya menjelma.


Bontang
2 Agustus 2011

45 comments:

akuAi Semangka said...

jadi namanya Hanna nih? Hahay!

iqbal latif said...

lumyan, dapat satu lagi :D

iqbal latif said...

sudah baca belum? kok cepet amat

HayaNajma SPS said...

skimming

siapa hanna? es wawan tu apa?

akuAi Semangka said...

boleh juga... Total jadi berapa sama yang ini?

iqbal latif said...

sudah berapa, ya.. ha ha..lupa

iqbal latif said...

kayake es wawan ini adalah es yg khas di daerahku.. ada pabriknya, terus ada yang menjajakan... Rasanya macam2... Dulu sewaktu kecil sih terasa enak banget

akuAi Semangka said...

ahaha.. Baru baca 2 paragraf trus langsung komen. Jadi dirimu gagal pertamax yaa :D

HayaNajma SPS said...

hooo, i see...

iqbal latif said...

aku memang nggak cepet2, sih... jarang2 pula ada yg komen cepet di lapakku

iqbal latif said...

mau nggak?

HayaNajma SPS said...

mau, segerobak

iqbal latif said...

es wawan

akuAi Semangka said...

oalah.. Itu mah es bonbon..

HayaNajma SPS said...

wooooow.... enakk :D

iqbal latif said...

favoritku dulu yg rasa coklat, susu, sama kopi :)

Heru Nugroho said...

Sabar ya, Bujang...

Ku tw kau sudah berkehendak...tapi yaa bersabarlah bujang..

HayaNajma SPS said...

segerr

iqbal latif said...

ha ha...

bagaimana mungkin kau tw sedang kau bukan aku?
(jawab: bagaimana mungkin kau tw kalau aku tak tw sedang kau bukan aku)

iqbal latif said...

kyake bikin meler :)

HayaNajma SPS said...

bagus malah :D

Heru Nugroho said...

Hahahaha :D

Bujang galau ya? :D

iqbal latif said...

Yg galau yg meracau

Sukma Danti said...

Hanna, apa itu? *Deep gaze
Haha

desi puspitasari said...

Bujaaang.. Uis maem durung?

iqbal latif said...

Hannamichi sakuragi. Haha

iqbal latif said...

Urung. Kirimi po'o?

HendraWibawa WangsaWidjaja said...

Hanna pasti cantik, ya? "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮

anas isnaeni said...

q tentang apa toooh???? ora mudeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng

kaya-kayane ada yang tersirat niiiiih.... hmmm

iqbal latif said...

Haha.. Aya aya wae kang hendra ini..

Rifki Asmat Hasan said...

apa pun kehendakmu... semoga hanna menjadi milikmu

ixixixixixixi

rahmah ... said...

Hanna, nama yang cantik :)

Ar Rifa'ah said...

jadi ingat raihana, dipanggil hana: gadis kecil yg sayang sama adiknya. *iya, sy jg bingung lg komen apa

tun hidayah said...

hanna keknya nama kembang

Salman Rafan Ghazi said...

Wah, jebul si hanna. Cah fkm ui kui, Bal. :))

akuAi Semangka said...

@topan
hanna(h) ghanay? Wedew.. Istri orang itu... :))

Salman Rafan Ghazi said...

Nah, malah istri orang tuh, Bal. Cari yang lain aja. -_-

rinda erinda said...

haya nnajma?

iqbal latif said...

@topan&ai...sapa it? Kenalin dong!(lo?)
@trewelu...haha. Sy suka jawbn anda

iqbal latif said...

@megalatous...siapa it raihana, rif? G kenal
@kakrahmah...ada ya nama yg cntk gt?

iqbal latif said...

@utewae...kembng apa it?
@jampang...haha. Bisa saja kang rifki ini

akuAi Semangka said...

id MP: mandikopa

iqbal latif said...

Kok gpernah liat id it, ya?

akuAi Semangka said...

aktif tahun 08/09 gitu. Sekarang aktifnya di fb dan twitter.. Nikahnya bulan juni kemarin sama idris sukses *kayaknya ka idris punya id juga, lupa!

iqbal latif said...

Ow..bgtu.. Pantesan