Ini kah saat itu? Sepertinya aku sudah tak mampu lagi melihat dengan benderang. Semuanya kabur dan seolah segala yang ada di depanku bergoyang-goyang. Ah, tentu saja ini bukan gempa. Aku tahu persis. Bukan hanya karena tak ada catatan sejarah tentang pernah terjadinya gempa di pulau ini, atau prediksi keilmuan tentang tak beradanya sebab untuk sebuah gempa di pulau ini. Tapi, aku yakin sebab tangan yang begitu keras itu masih terasa kokoh mencengkeram kerah bajuku yang aku rasa mulai koyak. Tak goyah atau melemah sedikit pun. Setelah beberapa saat lalu, aku tahu, sebuah pisau tajam ia hunjamkan ke dadaku.
Aku sekarat? Mungkin. Aku rasa darah telah berleleran menuruni bajuku. Gravitasi tentunya masih bekerja bahkan pada orang yang sebentar lagi akan mati. Mungkin tak ada lagi warna putih baju, semuanya merah dan merah. Mungkin, sebab aku tak lagi mampu melhatnya dengan benar. Mataku berkunang-kunang, dan suara nafasnya yang memburu, yang tepat di depan wajahku, laksana udara panas yang ditunggangi izrail. Sebentar lagi, ya sebentar lagi, tanpa perlu mencekik leherku yang sejak tadi melemas, aku akan mati oleh sebab yang sering aku dengar dalam cerita-cerita: pasien terlalu banyak kehilangan darah.
Tapi aku masih ingin bertahan. Untuk sebuah kesempatan yang kedua kali. Untuk sebuah kalimat yang susah payah ingin diucapkan Firaun sebelum air asin memenuhi paru-parunya. Maka aku berdoa. Oh Tuhan, masihkan doa ini terdengar sebab yang mengeluarkannya hanyalah mulut bau yang penuh kemunafikan. Aku bahkan telah lupa kapan terakhir kali aku melakukannya. Tuhan? Ah, mungkinkah aku telah menemukannya kembali bukan di mimbar-mimbar khotbah, bukan di tempat-tempat ibadah. Tapi disini, di ruang pengap yang miskin cahaya. Kotor dan najis. Ataukah memang seseorang meski berakhir di sebuah tempat yang tak jauh dari dirinya. Tempat kotor hanya untuk orang-orang yang kotor.
Ia semakin keras mencengkeram kerah bajuku.
Aku akan sholat
“ini untuk semua yang telah kau lakukan. Sebuah pembalasan sempurna untuk tingkah laku tengikmu. Untuk sakit bertahun yang kurasakan”, ia mulai berbicara.
Aku akan pulang. Meniciumi istriku. Meminta maaf, mengantarkan anak-anak sekolah.
“Enyahlah kau ke neraka!”
Aku akan puasa.
Hembusan napasnya kian panas menerpa wajahku. Lebih mengerikan dari sekedar kata-kata.
Aku akan bertobat.
Lalu tak terdengar apa-apa. Tak terlihat apa-apa. Lalu entah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
45 comments:
sudah sampai pada akhir yang menyedihkan atau justru bahagia?
well, this is remind me to have dzikrul maut much
efek habis membaca novel jadi eksplorasi gaya nulis
@nanazh..entahlah akhirnya bakal bagaimana :)
yup, ingat firaun yang segera dihunjamkan kepalanya ke lautan kala mau tobat saat ajal datang menjemput
wua novel apa ni?
The Kite Runner...
Tapi nggak ada adegan pembunuhan seperti ini, kok
(tapi adegan saat si tokoh menemukan Tuhannya kembali di rumah sakit)
waaa... the kite runner!! pinjeeemmm.....!!
wua saya juga dah baca...
A Thousand Splendid Suns sangat direkomendasikan untuk kemudian dibaca...
@keluargabahagia...monggo. Ambil sendiri ya! he he ("untukmu yang keseribu kali", kata hasan)
@nanazh...Khaled husaeni juga ya?
ada ya? udah lupa, hehe, udah lama bacanya..pernah post reviewnya juga di mp
tapi bacanya pake saringan ya..hehe
yoa
hohoho iya sih... ada beberapa subyektifitas dari si penulisnya terkait dengan konflik Afghanistan... well, tapi justru dari novel ini ada pemaparan sejarahnya juga yang menurut saya jadi nilai plus novel ini
hmmmm huuu... hheee... :(
iya..soalnya penulisnya meski muslim tapi didikan amerika, hehe, jadi novel kite runner terkesan "membaguskan" amerika, kesannya setelah amerika datang ke afghan, megusir taliban rakyat afghan tertolong, bahagia, sejahtera, padahal mah ga juga. saya pernah baca berita ternyata kalau disurvei, rakyat afghan lebih memilih berada di bawah kuasa taliban lagi ketimbang kuasa amerika seperti setelah kehadiran amerika di afghan itu
thousand splendid juga ga jauh beda, meski ada juga keindahan islam yang disampaikan, tapi kayanya banyakan sisi jeleknya deh, menurut saya
tapi..sepakat, ada pemaparan sejarah dan penggambaran betapa perang dan penjajahan itu adalah hal yang harus dibersihkan dari muka bumi ini yang jadi nilai postif novel ini
serem
yang namanya pas lagi dicabut nyawa, apapun bisa terjadi
aku lagi suka baca mitch albom
aku sebenare nggak terlalu suka sih baca terjemahan gini
saringan apa? kenapa?
begitu ya.... mungkin perlu dipertimbangkan nanti. Selimut Debu yg tentang afgan juga belum dibaca
saya sudah bersedia minjmkan lo... situ yg nggak mau
iya.. di kite runner memang banyak membaikkan amerika..sepertinya..
Taliban jelek banget..
khaled husaeni itu imigran ke amerika?
apa itu mitch albom? jangan2 komik..kok aku nggak pernah dengar
suudzhon :P
pernah baca rembulan tenggelam di wajahmu kan kak? nah cerita disana mirip ama karya mitch albom yang judulnyaThe Five People You Meet in Heaven,, tapi kemaren pas aku baca di GR, tere liye juga sadar mirip tapi beliau ga peduli :D
di gr aku ada tu, tapi aku baru masukin For One More Day,
salah satu yang bagus lagi judulny Thurdays with Morrie
hehe..itulah perbedaan kita..kalo liat GRku kayanya kebanyakan buku atau novel terjemahan..
iya seingetku, orang afgan yang besar di amerika..bukannya ada profil singkatnya di novel itu? aku udah lupa detailnya, udah 2.5 tahun lalu soalnya. maaf
oh, buku itu..iya
tere liye menyadari kalo bukunya mirip sebuah buku (yg saya lupa).
suka buku terjemhan?
apa yg membuatmu suka buku terjemahan?
Enggaklah! tak boleh terhanyut..tapi harus berenang
adakah di bukunya? nanti tak cek lagi
enakan minum es di pinggir :p
(re: berenang)
apa yang membuatmu tidak suka?
sdh kuduga...ha ha...
karena terjemahan, penerjemahnya tak independen. Pasti ada pengaruh dari penulis aslinya kan? beda kalau nulis langsung, eksplorasi bahasanya bisa lebih bebas...
ini mw nguote yang mana?
lebih sehat yang berenang lah..
(kalo yg lain berenang kamu sibuk minum es kapan bs kurus)
udah saya edit mas
kan tadi bilangnya enakan bukan sehatan
sekarang berarti, bagaimana membuat yg sehat jadi enak
baguslah bisa menduga
nah kalau aku selama ini tidak memperdulikan hal itu..buku itu seperti sayur dan buah, lahap aja, insya ALLAH ada manfaatnya..kayanya aku bukan pemerhati bahasa seperti mas iqbal, selama ini baca buku terjemahan itu karena suka kontennya aja
lagipula, buku terjemahan seringkali membuatku kagum dengan kerja keras seorang penerjemah untuk menyajikannya sesuai dengan gaya bahasa sang penulis, jadi ga diterjemahkan litterally (itu yang ga dirimu suka ya?) kaya penerjemahnya komik asterix itu, keren banget (yang kemungkinan kau tidak pernah tertarik untuk membacanya, haha)
ke depannya sih aku bercita-cita untuk baca versi aslinya, nanti kalo inggrisku udah bagus, heuheu
sudah kuduga
nah itu, memang ada manfaatnya...
hanya saja bila masih ada pilihan lain, aku menomorduakan.. Dulu aku pas SMA habis LOTR 1 dan 2 karena tak ada bacaan lain...
masalahnya memang aku sering kali 'tersihir' dengan katakata
aku malah bingung kalau buku indonesia :D
judulnya ya itu five people
bingung? nah, kok bisa?
aku bingung
banyak kecewa si :D
jadi suka parno kalau mau beli novel indo,gitu
kecerdasan verbal dan linguistikmu pasti amatsangat dominan sekali ya..dan nilainya juga diatas rata-rata :D
@achan...kecewa? hoho..makanya kalau mau beli lihat2 dulu di GR. Banyak ngasih bintang berapa..gitu. Atau kalau sdh jatuh cinta dg satu penulis biasanya aku akan beli semua buku2nya..
@ludi..(entah ini yg keberapa kalinya kau mengatakan ini?)Itulah mengapa seringkali aku masih menyukai sebuah buku yg ceritanya biasa tapi bahasanya menarik.. Kalimat2nya cerdas
hahaha..tapi kan ada yang ditambahin itu
Like this...
Post a Comment