Tak terlalu terpikirkan sebelumnya kalau pengalaman pertama ke Sumatera ini ternyata melelahkan juga. Saya ketahui dan sadari sebelumnya memang, bahwa tak ada maskapai yg melayani penerbangan langsung Surabaya-Palembang. Semuanya harus transit via jakarta, baik yg mau connect maupun yg terpisah. Dalam hal ini, Jakarta memang bikin ngiri. Kemana-mana mudah saja dan tak perlu berpanjang jalan. Tidak seperti orang medan, misalnya, yg mesti terbang ke jakarta dulu untuk ke Palembang.
Tak ada pilihan yg benar-benar menarik untuk penerbangan connect Surabaya-Palembang ini. Semuanya menawarkan transit dengan durasi yg panjang. Kalaupun tak terlalu, jam terbang dari Surabayanya yg terlalu pagi. Dengan berangkat dari Pasuruan, tak mungkinlah sebelum subuh saya bertolak demi mengejar penerbangan pagi itu.
Tapi saya mesti memilih salah satunya. Mau tak mau. Untuk memilih penerbangan terpisah agaknya terlalu beresiko sebab ancaman ketinggalan pesawat akan menghantui. Maka, kemudian, transit empat jam tak apalah. Toh saya bisa baca-baca. Toh saya bisa sambil ngenet. Waktu akan cepat bergulir bagi orang-orang yg menikmati betul aktivitasnya.
Pesawat yg Surabaya-Jakarta ternyata tepat waktu. In.i kabar baik sekaligus kabar tak baik. Baiknya, tentu saja tentang ketepatannya itu tadi. Tapi kurang baiknya, transit minimal 4 jam benar-benar akan saya lakui. Tidak terbagi di Surabaya lebih dulu.
Melelahkan juga. Transit selama itu ternyata cukup lumayan menggerogoti stamina, meski saya sudah mengisinya dengan ngenet ria untuk cari tiket kepulangan. Saya memang tak memiliki kartu kredit hingga tak memiliki kesempatan menikmati fasilitas lounge di bandara dengan gratis.
Untungnya pesawat lagi-lagi tepat waktu. Di kisaran jam keberangkatan, petugas mempersilakan kami naik pesawat. Berduyunlah kemudian kami masuk. Saya juga menyempatkan diri untuk sms teman yg ada di Palembang mengabarkan tentang telah masuknya saya ke pesawat ini. Teman saya itu memang meminta saya untuk meng-sms-nya ketika akan berangkat agar ia yg berencana menjemput saya itu dapat memperkirakan sampainya.
Tapi pesawat tak kunjung berangkat. Penumpang sudah siap di tempat duduknya masing-masing, tapi tak ada tanda-tanda akan segera take off. Cukup lama waktu menunggu itu sampai akhirnya suara empuk itu menyapa lewat pengeras suara: permintaan maaf atas keterlambatan, serta pemberitahuan tentang keberangkatan yg segera. Saya sedikit menggerutu sebab pastinya saya bakalan membuat teman menunggu.
Pesawat mendarat di Palembang sekitar jam enam. Sekitar satu jam lebih lambat dari jadual. Maka sembari menunggu bagasi, segera saya sms teman yg mau menjemput tadi tentang kedatangan saya. Barangkali ia tak tahu, barangkali ia kemana gitu karena kebosanan menunggu tanpa adanya konfirmasi.
Teman saya itu sedang ke masjid, begitulah kiranya ucapnya. Ia juga meminta saya menyusulnya ke sana setelah itu sebab lokasinya yg tak jauh dari pintu kedatangan. Ide bagus juga. Tak apalah.
Pintu kedatangan itu seperti pintu kedatangan bandara lain pada umumnya. Ramai oleh penjemput dengan beberapa membentangkan kertas nama, juga ramai oleh orang-orang yg menawarkan jasa transportasi. Saya, seperti rencana sebelumnya, sibuk mengitarkan pandangan mencari keberadaan masjid yg dimaksud teman saya. Hingga tak terlalu mengamati wajah-wajah, hingga sedikit abai sekitaran. Saat itulah, ketika saya masih celingukan, sebuah suara yg dekat sekali di telinga menyapa untuk menawarkan taksi. Saya menggeleng, mengucap bakalan dijemput, sembari terus melangkah. Saat itu saya memang sudah mendapatkan lokasi masjid yg dimaksud.
"dijemput siapa, pak?" hei, sopir ini lancang betul tanya-tanya mengingat saya sudah bergeser cukup banyak langkah dari pertama kali ia menyapa.
"teman" toh, akhirnya saya jawab juga.
Dan tak tertahankanlah tawa itu. Saya menoleh. Menemukan sepotong wajah yg sudah lama sekali tak saya temu. Senyumnya tetap jenaka, penampakannya pun tak segemuk yg ia kabarkan via internet. Tapi kami tak berpelukan. Hanya berjabat tangan, lalu bertukar senyum. Ah, saya tak tahu apakah rindu dengan lelaki ini. Dua tahun kami sekamar waktu kuliah dulu, menjalani masa-masa perjuangan di surabaya bersama, mencari beasiswa bersama, juga tak terhitung durasi waktu dimana kita isi berdua. Ada banyak cerita dengannya yg tak akan habis dibahas semalaman. Dan kini kita kembali bertemu, setelah tiga tahun lebih. Dalam keadaan berbeda, dalam status yang tak lagi sama.
Saya kemudian ke masjid. Sementara ia menunggu di luarannya. Lihatlah, ia 'memamerkan' mobil yg baru dua bulan dibelinya.
Sepanjang jalan muntok-pangkalpinang
4 mei 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
13 comments:
aih, snengnya ktemu shabat sperjuangn lagi...jd kangen shbtku huhuhu
Menemukan wajah penjemput (yg tak lain adlh sahabat lama) bareng dengan menemukan kelegaan. Semoga perjalanannya penuh hikmah da terus dibagi disini.
Lanjuutt *haiaah
iya..hehe.. apalagi sudah samasama berdua #eeh..
obsesi saya adalah mempertemukan teman2 perjuangan sewaktu kuliah dulu dalam satu cangkrukan..hehe
banyak yg ingin diceritakan...mudah2an punya kemampuan menuliskannya.
tapi kayake catatan pernikahan lebih diminti dari pada catatan perjalanan..hehe
Sendirian? Mungkin catper sama istri lebih menarik..
Rental mobil ya, mas? Bisa anteng nulis/ngetik di hp?
Mantaps!
Jangan lupa wiskul di Pangkalpinang yak
*ini omongan ke berapa kali ya?* :D
Sy lebih menikmati catatan perjalanan kok, drpd catatan pernikaha.
*meyakinkan ga?
Hehhee
begitulah jua yang disampaikan oleh kepala kantor saya yang orang Palembang....
susah kalau dari Padang ke Palembang karena ya adanya jalur Jakarta-Palembang doang hihihi
wah jalan2 saya masih berkutat satu provinsi ini... huhuhu kapan ya pertama kali menjejakkan kaki di bumi borneo *edisi balik bertanya
wah, kalau gak dari jakarta lumayan juga ya ke palembang..
iya senidir. hehe...pastinya lebh menarik memang; catpernya bisa berarti catatan perjalanan, bisa jadi catatan pernikahan
nggak, kok! naik bus biasa...ini ngetik pake hp di bus yang sesak penumpang...bus kecil yang reot :)
kalo catatan perjalanan plus catatan pernikahan? :)
haha..iya...
Post a Comment