Meski boleh dibilang baru-baru saja merasakan pengalaman pertamanya, saya sudah pernah makan empek-empek Palembang ini. Pernah juga Tekwan. Pernah juga Model. Pernah juga kue delapan jam. Dua yang pertama, di Bontang, sudah cukup banyak yang menjual, baik di warung-warung pujasera yang setiap saat bisa disambangi, maupun yang hanya melayani pesanan dalam jumlah yanag cukup besar. Di Bontang, masyarakatnya memang cukup beragam hingga tak heran makanannya menjadi ikut beraneka. Di Bontang itu pulalah memang saya pertama kali mencicipi makanan khas Palembang itu.
Tapi tetap saja, mencicipi keduanya langsung di tempat muasalnya, adalah sebuah hal yang sepertinya amat sayang untuk dilewatkan kala kesempatan untuk itu terhampar di hadapan. Pasti ada yang beda. Pasti! Jika bukan persoalan rasa, mungkin persoalan perasaan berbunga karena memakan sesuatu di tempat lahirnya sesuatu itu. Maka rencana saya kala ke Palembang tentu saja, salah satunya, adalah hal itu. Jika makan pagi di penginapan, makan siangnya disediakan panitia acara, makan malam lah kiranya waktu yang dapat digunakan untuk memenuhi keinginan itu.
Ada beberapa tempat yang sudah di rekomendasikan sebenarnya. Tapi tentu saja saya tak tahu itu di mana. Saya butuh teman. Selain untuk membersamai, tentu saja sebagai penunjuk letak—meski ini bisa dieliminisir dengan memanggil taksi yang akan mengantarkan ke tempat yang kita tuju. Untuk itulah, mengajak teman yang sudah lama di Palembang adalah pilihan yang menarik. Makan empek-empek di Palembang, ngobrol dengan orang Palembang (baru), membincangkan sriwijaya FC, kemacetannya, Alex Nurdin….ah, rasa-rasanya bakalan nikmat.
Hari selasa, rencana itu justru saya sangsikan sendiri. Tapi tenang saja, bukan hal tak mengenakkanlah yang menyebabkannya. Sebab ketika ada sekelompok orang telah masak-masak menjadwalkann sesuatu untuk kita, kenapa pula kita mesti repot-repot untuk menjadwalkannya sendiri. Dan,nyatanya, itulah yang kemudian berlaku. Jika di acara-acara yang biasa saya ikuti, coffe break diisi dengan makan kue-kue, atau buah, atau sekedar membuat kopi, tapi di Palembang ini lain. Bayangkan saja, coffe break pagi hari ada tekwan, di sore hari ada empek-empek kapal selam. Jika di pagi hari saya merasakan tekwan dengan rasa yang lebih enak dengan yang biasa saya makan di Bontang, maka di sore harinya saya memakan dua potong kapal selam ketika yang lainnya umumnya mengambil sepotongan. Maka puaslah saya, maka tak perlu lah untuk mencarinya sendiri. Ini sudah cukup. Lebih dari cukup.
Kemudian, demi merayakan euphoria merasakan nikmatnya empek-empek Palembang ini, saya kemudian meng-sms seorang teman kantor yang asal lampung, yang istrinya orang Baturaja—kota yang tak jauh dari Palembang; “empek-empek Palembang enak, yo?”. Tentu saja sms ini terkesan nakal dan menggoda. Sebab, sehari sebelumnya, sebenarnya ia sms saya lebih dulu dengan harapan nitip empek-empek Palembang agar bisa ia nikmati di Bontang. Tapi, apalah daya, saya tak langsung pulang. Saya mesti meluncur dulu ke Pangkal Pinang. Tak mungkinlah membawa empek-empek turut serta ke sana. Selain merepotkan, tentu saja karena bakalan basi setiba di Bontang.
Ada yang mesti dikorbankan dari rencana saya ke Pulau Bangka ini. Saya sadari betul hal itu, dengan kadar rendah mulanya, dengan kadar lebih tinggi pada akhirnya. Salah satunya memang itu; tak bisa membawa oleh-oleh empek-empek special Palembang buat orang-orang yang dicinta. Tapi itulah resikonya.
Ruang tunggu SHIA
6 mei 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
15 comments:
kenapa nggak dipaketin aja? kilat khusus.
kilat khusus kalo ke Bontang masih meragukan bisa sampe 24 jam... Kata tokonya maksimal 24 jam, meski sudah ditepungi
Mauuu! :)
mau apa?
empek-empeknyaa.. :)
coba kenalan ama awak kabin. :)
terus kenapa? :p
kenalan sama pramugari gitu? hehe
bisa. pilot atau pramugari/a.
Oleh2 :p kirim ke jakarta..
Wis nitip pempek karo ludi nek balik ngko~
Dikirim ke jakarta bisa kok pake kilat khusus. :p
hehehe
Terlalu banyak kata itu.
waaa jd kangen pempek bikinan ibuk
owh, belum kontak sama Cek Yan aka masfathin.multiply.com ya?
doi orang Palembang asli.
Post a Comment