"Yang terpenting dari sebuah perjalanan bukanlah tujuan, tapi perjalanan itu sendiri"
Saya benar-benar tak merencanakannya! Mulanya, ketika memperoleh kepastian bahwa saya akan didinaskan ke Palembang, yang ada di benak saya adalah ini: saya akan mengambil cuti hari senin agar bisa pulang kampung lebih dulu, berangkat lagi ke Palembang hari selasa, lalu saya akan menunda pulang di hari sabtu untuk memberi kesempatan diri untuk menelusuri Palembang. Acaranya sendiri memang hari rabu dan kamis hingga seyogyanya saya pulang jum'at untuk masuk kerja lagi seninnya.
Tapi tak ada yang tahu dengan hari esok. Tak ada! Tak ada yg tahu selain yg Maha Tahu. Bahkan hari Jum'at malam ketika saya telah meninggalkan Bontang, bahkan ketika saya sudah tiba dengan selamat di kampung halaman, rencana awal itu masih berbaris rapi dalam bayang pikiran. Hanya saja, yg belum benar pasti, adalah tempat-tempat mana saja yg kiranya bakal saya kunjungi sewaktu di Palembang nanti. Untuk itulah kemudian saya searching-searching. Untuk itulah kemudian saya membuat pertanyaan terbuka di mp untuk minta masukan.
Ada beberapa saran yg kemudian masuk: menyusuri musi, wisata kuliner, sampai dengan meng-explore kompleks Jakabaring. Semuanya terlihat menarik meski tidak menarik-menarik amat. Saya antusias, meski tak terlalu. Tapi kemudian, di akhir-akhir, saran dari teman mp bernama ludi lah yg menggoyahkan iman rencana awal saya : Bangka.
Saya tak tahu benar, apakah ini pengaruh buku 'Meraba Indonesia' yg sedang saya baca, ataukah memang kata 'Bangka' terdengar begitu sexy di telinga hingga terlalu sayang untuk dilewatkan. Yang jelas, setelah itu, saya jadi lebih antusias menjalani perjalanan ini. Pertanyaan-pertanyaan kemudian berlanjut tentang apa saja cara menuju ke sana, juga tentang tempat-tempat yg direkomendasikan untuk dikunjungi. Saya lumayan malu soat ini; saya termasuk suka dg pelajaran geografi, tapi saya tak menyadari kalau Pulau Bangka itu tinggal menyeberang saja dari Palembang.
Jika jadual acara yg bakal saya ikuti benar, maka setidaknya hari kamis siang sudah selesai. Maka setidak-tidaknya kamis sore atau malamnya saya sudah bisa bertolak. Saya memang mesti menghemat waktu untuk ini. Untuk itulah, pilihan menyeberang dengan feri lebih menarik ketimbang kapal cepat. Kapal feri ada yg berangkat malam hari sementara kapal cepat adanya cuma pagi hari. Selain ada keinginam untuk melakukan perjalanan ini sebiasa mungkin yg bisa saya mampu dalam hal pemilihan fasilitas. Kapal feri malam adalah jawaban itu. Saya akan bermalam dan tidur di kapal, sementara paginya langsung bertualang di bangka barat, untuk kemudian lanjut ke Pangkal Pinang.
Tapi kemudian permasalahan timbul. Karena mulanya hanya dimaksudkan untuk keliling di Palembang saja dan tak ngelayap ke Bangka, saya menghadapi permasalahan barang bawaan. Akan saya kemanakan bawaan itu? Tak mungkin kiranya kalau menenteng tas jinjing itu kemana-mana sementara punggung sudah dibebani ransel. Saya memang hanya membawa tas jinjing, itupun mulanya saya maksudkan untuk ditukar dengan koper yg dibawa keluarga sewaktu berkunjung ke Bontang dua bulan sebelumnya.
Sebenarnya saya punya rencana cantik untuk mensiasati itu. Barang bawaan akan saya titipkan di teman yg ada di palembang sementara saya ke Bangka. Esoknya, atau dua hari setelahnya, saya akan menyeberang lagi ke Palembang. Lalu pulang.
Tapi geografi saya masih payah juga. Saya tak sadar kalau banka itu luas dan tak cukup satu jam menjangkau pangkal pinang dari pelabuhan. Amat tak enaklah bila saya memilih kembali ke Palembang ketika kaki sudah menjejak Pangkal pinang. Apalagi dengan adanya pilihan untuk ke Jakarta langsung dari pangkal pinang.
Isi tas jinjing saya tak banyak sebenarnya. Hanya potongan pakaian resmi untuk acara, juga kaos. Juga buku. Tapi tetap saja itu banyak. Seandainya rencana ini sudah digagas sejak awal, tentunya saya hanya membawa ransel saja dengan isi seperlunya. Tentunya juga, saya tak membeli banyak buku di surabaya. Apalagi buku resep masakan berhalaman ribuan yg saya maksudkan untuk dihadiahkan ke istri.
Tapi semuanya sudah terjadi. Tak ada yg perlu disesali terjadinya. Kini saatnya menjadikan yang telah membubur menjelma menjadi bubur ayam istimewa. Meskipun butuh ayam, meskipun butuh bumbu-bumbu tambahan. Tapi kenikmatan kala menyantapnya, akan membayar lunas jerih-jerih usahanya. Dan inilah kemudian rencana saya terbaru: buku-buku akan saya poskan ke bontang dari pasuruan, sementara kelengkapan lain yg masih diperlukan di Palembang, akan saya poskan di sana. Untuk itu lah saya hanya akan membawa tas jinjing. Tas itu akan saya lipat-lipat untuk dijebloskan ke kardus. Ditambah baju-baju. Ditambah oleh-oleh yg mungkin. Saya sendiri akan terbang langsung dari pangkal pinang ke jakarta. Cantik betul rencana itu.
4 mei 2012
di atas kapal sinar bangka
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
14 comments:
-bersambung-
Wah, bangka :)
Mau nyusul, vi?
bener kan.. yang penting adalah perjalanan itu sendiri.. seru juga ngikutinnya.. banyak kejutan dari rencana kita..
walah payah soal geografi.. :D
setidaknya semua ada jalan keluarnya..
Ide Bangka...
sudah ada ide "judul bukunya" kan? ^__^
ide Bangka...
sudah ada ide "judul bukunya" kan? ^______^v
wah...bangka
*mupeng dach jadinya jalan - jalan, tapi..... :D, gak bisa :D
wah! bubur ayam istimewa :D
wah palembang, wah bngka, wah kapal peri...pengen kesana..
hihi, cerita bangkanya sendiri mana?
apakah "tua bangka" itu ada sangkut pautnya dengan pulau bangka ya?
kek yang baru saya dapati di daerah dekat Bengkulu ada daerah yang namanya Kepahiang yang kemudian menjadi masyhur karena jalan di sana bener-bener membuat jadi "mabuk kepahiang" yang kemudian jadi "mabuk kepayang"
Yay!
Finally.
Di Pangkalpinang wajib wisata kuliner. Mie bangka, terutama :D
pernah kesana.. malah ga nemu mie bangka.. :D
ada nama gue! ada nama gue!
hahaha
Post a Comment