“apakah yang sering memenuhi pikrannya?”, pertanyaan itu bergelanjut di pikiran saya hari itu. Tak terkatakan memang, hanya bermain-main dalam imaji.
Iya sudah tua, ya, saya mengerti. Bahkan sependek ingatan saya, ia sudah tua sejak saya petama kali mengerti bahwa perempuan tua dengan uban putih di kepalanya itu adalah nenek saya. Tapi, ia adalah seorang renta dimana teman sejawatnya sudah tak lagi ada untuk sekedar bersama-sama mencengkeramai hari, adalah fakta lain yang membuat saya terpekur sejenak kala memandang kerut di wajahnya yang dari waktu ke waktu kian menjadi. Ya, apakah kiranya yang sedang ia pikirkan? Di usianya yang menapak senja, saya agak sangsi kalau pikirannya masih digelayuti oleh obsesi-obsesi pribadi yang individualistik. Tidak, saya yakin benar akan hal itu.
Saya, sebagai orang muda, mungkin masih kerap memikirkan tentang harapan-harapan di masa depan. Tentang menginkan memiliki ini, tentang ingin ke sini, tentang ingin menjadi seperti ini. Tapi bagi seorang perempuan sederhana yang telah mengalami penjajahan belanda, penindasan jepang, keterpimpinan soekarno, pembatasan soeharto, dan euforia reformasi, dimana usianya telah mengular memanjang melewati manis-getir kehidupan, adakah yang masih terselip lembut dalam imajinya kala sebuah kata bernama harapan itu tersebut? Agak sulit menjawabnya. Sangat sulit, apalagi jika saya tak mau menyempatkan diri untuk sekedar mendengar ceritanya yang boleh jadi tak menarik lagi di telinga.
Tapi saya tahu, setelah saya telah berbaring di sisinya itu, ketika saya telah sempurna memandanginya dengan pikiran yang bergelanjut tadi, tanpa perlu diminta lagi, ia akan mulai bercerita. Saya hanya perlu menyimak. Hanya itu. Saya tak perlu berkomentar jika perlu. Cukup merespon ‘ya ya’ saja. Dan dari itu lah semuanya terjawab. Ah, tidak! Saya tak hanya mengerti tentang harapannya tadi, tapi lebih dari itu, pemahaman saya tertegaskan lagi bahwa bercerita ini, boleh jadi telah menjadi kebutuhannya yang sudah semestinya lah terfasilitasi oleh kami orang terdekatnya. Kala tak ada lagi rekan sejawat yang masih nyambung untuk diajak mengenang romantisme masa lalu, persoalan memang menjadi sulit. Dunia baginya menjadi teramat sepi. Sunyi. Bahkan melaju dalam sunyi. Meninggalkannya sendiri, tertinggal jauh, tertatih-tatih mengeja hidupnya sendiri.
Maka hanya dengan mendengar, maka hanya dengan mendengar. Ya, hanya mendengar. Sejenak saja. Membiarkan cerita mengalir begitu saja, yang amat mungkin tentang masa lalunya. Sebab memang masa lalu itu lah yang memang masih utuh menjadi miliknya. Hanya masa lalu itu lah yang masih lengkap bisa ia rangkai, bisa ia banggakan. Bercerita yang baginya, boleh jadi adalah sebuah penegas tentang eksistensinya yang masih.
Tapi saya salah. Ya, saya benar-benar salah. Ketika saya sudah diam seperti biasanya, ketika cerita mulai mengalir dari mulutnya, saya tahu cerita itu tak melulu tentangnya, tentang masa lalunya. Ada harapan terselip di sana, optimisme, keinginan-keinginan kecil yang mewujud dalam buncahan kalimat kala bercerita tentang cucu mantunya, atau pendar bahagia kala mengisahkan tingkah cicitnya. Ternyata semangat itu masih ada, ternyata harapan itu masih hidup dalam jiwanya. Hanya bergeser. Bergeser pada orang-orang terdekatnya. Harapan orang-orang terdekatmya adalah harapannya, cita-cita saya adalah cita-citanya, kebahagiaan saya adalah kebahagiaanya. Maka menjadi sebaik-sebaik orang, bagi saya, bagi kakak-kakak saya, bagi keponakan-keponakan saya, adalah sebuah kunci agar harapan itu senantiasa menyala-nyala dalam jiwanya.
Ah, semoga saya.
290711
Kampung halaman
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
57 comments:
=)
*dadi eling mbah putri...
masih ada, jar? dimana?
eneg bacanya, mas.... hiks... hiks... hiks...
*bukan masalah isinya... tapi fontnya...
sebenarnya diksimu ini lahir dari mana sih?!
hi hi...afwan, ya, belum bisa ngubah..
#kehilangan satu pembaca, nih :)
@akuai...ada apa, ai?
kok bagus? *ah, kesebut juga!
tesih...
ting kulonprogo
ning kene
http://jaraway.multiply.com/photos/album/111/Kampung%20Halaman..
saya tersentuh membacanya ...
tergugah malah ...
mbak ino, sudah saya ubah..he he
spesial untukmu lo ini, mb..he he
ha ha.....
coba, deh, lihat tulisanmu yg dua-tiga tahun yang lalu, lalu bandingkan dengan yang sekarang... Adakah yang beda?
uow, iya...pernah tak liat....
kpan terakhir kali ke sana?
wah, bang hendra tergugah..he he
semoga bermanfaat, ya, bang...
tema melo sepertinya sedang menjangkiti kita yang sedang pulang kampung....
hikkkkkkkkkkkkkkkks
the precious things in our life is really family....
hmmm bdw dari tulisan ni juga jadi terpikir...
kelak bagaimana dengan masa tua kita?
menabung kebikan, nas, untuk kebaikan kita sendiri...
menciptakan generasi yang baik.. :)
cieeee visioner niaaaan....
mariiiiiii kita ciptakan :)
ha ha...
begotu lah..:)
yaa beda tipis.. eh, tapi kosakataku kayaknya masih sedikit banget. baca buku (fiksi) itu berpengaruh banget yaa?
@akuai...mungkin saja, ai.. Aku kalau baca buku sukanya memang yang diksinya bagus, penceritaannya enak.. dapat banyak model kalimat juga, nggak itu-itu saja. Ta[i nonfiksi ada yang bagus juga diksinya, kayak agustinus wibowo ini, betah aku membacanya meski tebal.
simbah po? :D
besok aku ke eyang, asiik
betul sekali!
baru aja malam kemaren liat tulisan mas priyayi muslim di tahun 2007, ketawa ngakak saya bacanya..
gak nyangka founder fimadani.com pernah bikin tulisan dengan bahasa aneh macam itu..
tapi bener kata kak Ai, diksinya mas iqbal bagus euy..
semangat yang menjalar ya..^_^
menjadi pendengar setia, itu saja sudah bisa membahagiakan mereka (orangtua)...
seperti busur panah, ia tinggal melihat anak-anak panah yang telah ia lesatkan menjelajah dunia...
beuh.. masih jelek, tauuuuuuuuu....
ganti di CSS nya....
Belajar menggali setiap kata yag tertulis disana. Kalimatnya indah, Mas... ^__^
iyo...
senang, dong!
sedikit banyak saya tahu lah perkembangannya kunkun...sudah jadi kontak sejak lama. Dulu tulisannya abstrak gitu, sulit dipahami..he he
Diksi, hanya salah satu cara untuk menghunjamkan isi :)
iya, kalo sudah berbaring di kasurnya mbah, beliau sukanya memang langsung cerita... dan saya jadi pendengar yang baik. Dulu waktu saya kecil, kamarnya si mbah ini jadi tempat aman saat saya bolos mengaji. Biar nggak ketahuan bapak. Dasar si mbah sukanya cerita, la kok saya diajakin ngomong terus.. Ketahuan, deh! "Nggak ngaji, bal?", demikian kata bapak...hoho
#demikian cerita ditulis...
yup..betul
"anakmu bukan anakmu, anakmu adalah anak zamannya" (betul nggak ya redaksinya?)
@trewelu.... Iya betul. Anakmu bukan anakmu, anakmu adaah anak zamannya (bener g ya redaksionalnya?)
Ahaha.. Apik, ih. Tulisan di atas plus cerita di bawah. Kapan" aku pinjem, ya? Boleh?
@lailatulqadr...masih jelek, ya> haduh, mbok dipuji dikit gitu.. dihargai : )
sudah seberapa dalem galiannya, mb? jadi pindah profesi, nih... Habis jadi ubabil jadi tukang gali...
@malambulanbiru...cerita di bawah itu yang mana, teh? kok pake dipinjem segala...
Bolos ngaji, terus diajak cerita, terus ketahuan bapak. "Nggak ngaji, Bal?" Ahaha.. Apik kui, Kang. Pinjem maksudnya buat dijadiin cerpen.
@mlmblnbr..he he..boleh boleh (*bagi2 royaltinya, yak? :D)
Iya. Bagi royaltine jupuk dhewe ning Yuja.
Nuwun before..
hehehe... harusnya dulu bilang sama si mbah, "ssstt mbah kali ini kalo mau cerita, bisik-bisik aja..."
@malambulanbiru...tenan, lo? suatu saat aku ke jogja.. Menagih janjimu
@iansunshine..iya, selanjutnya aku bisikin gini "jangan diajak ngomong, ya?"..he he...
Iyo, nek dimuat. Berarti kudu dimuat ben iyo. Iyo.
biar dimuat, di catatan kakinya kasih tulisan'terinspirasi oleh ceritanya mylathief" ha ha
membacanya membuatku rindu, benar-benar rindu pada sosok yang dulu selalu menemani tidurku, Eyang...
mungkin bertahun-tahun hidup hanya berdua dengan Eyang membuatku begitu mengenal sosok renta yang tiap malam selalu bercerita itu, cerita yang seringkali diulang-ulang... ah...suka ma tulisannya...
@hisbotia..hoho. Sy membuat orang2 jd merindu :)
btw, buat mp-ers, hisbotia ini kakak ipar saya. Masih newbie. Monggo di-add
weee mase ngajak rame2 keluargane nggo ngempi yaks hehehe
Hehe... Nggaklah! Aku kan memang jd magnet :p
*huekss
Hehehe... Itu mah julukan si Nug buat saya... GPP lah... Momen Ramadhan ini akan kubuktikan kalo saya gak ubabil...
oia, tulisannya buagus.... saya suka gaya penulisannya... ajarin donk...
Hoho..kita buktikan nanti :p
mw diajarin? Kalo intensif mahal, mb. Bisa paket A atau B :)
Hoho..kita buktikan nanti :p
mw diajarin? Kalo intensif mahal, mb. Bisa paket A atau B :)
Hoho..kita buktikan nanti :p
mw diajarin? Kalo intensif mahal, mb. Bisa paket A atau B :)
Hoho..kita buktikan nanti :p
mw diajarin? Kalo intensif mahal, mb. Bisa paket A atau B :)
gak percoyo karo kapabilitasku yo...?
harga teman lah... FREE... :)
Hoho. Bukane g percya, tp belum percya...
Negosiasinya d belakang saja, mb.
^__^ Ya sudah ^__^
kalau nenek sy justru suka mendengarkan kami yang bercerita, maklum nenek sudah agak pikun. tapi, tetap saja kita banyak belajar dari beliau.. terutama belajar tentang kesabaran.. cerita yang yang bagus, jadi pada inget sama nenek/eyang/mbah masing2... inspiratif.. ^^b
Hoho..harus sabar memang kalau menghadapi nenek yg sudah pikun..
Neneknya ada di bntang jg?
bukan, di balikpapan.. tapi, alhamdulillah sdh umur hampir 85 masih sehat... ndak pikun2 banget sih, paling2 kalau ditanya beberapa cucu atau cicit sdh lupa siapa,tapi maklum juga mengingat cucu nenek 33 dan cicitnya sudah 10 insya Alloh mau nambah 2 lagi.. he2.. kayaknya maklum juga kalau nenek lupa..
Hoho. Kalo sy malah gtw usia nenek.. Anaknya yg ptama 60an..
Subhanalloh.. berarti sudah sepuh sekali ya.. kalau nenek anak pertamanya juga sudah 57 tahunnan.. Alhamdulillah, smg diberi kesehatan dan umur yang barakah..
Post a Comment