Saya bahkan tak tahu sendiri, apakah saya tersenyum sinis, ataukah menggerutu, atau bahkan cuma sedih tak terucap, kala malam itu memilih berhenti sejenak, sedikit menepikan diri di antara pagar pembatas dan pot bunga. Lalu dengan pandangan yang tajam menatapi satu, dua, hingga tiga motor itu untuk melaju begitu saja melewati diri. Tanpa permisi, tanpa senyum, tanpa ketidakenakan karena telah merampas sebuah hak.
Kejadian itu di sebuah trotoar. Saya sedang berjalan menenteng kresek ketika dari arah berlawanan muncul seiringan motor. Di negeri ini (ah, menyedihkan sekali mengatakan ini), meski kau benar tapi dalam posisi tak cukup kuat, seringkali jalan terbaiknya adalah mengalah. Maka biarpun saya tahu bahwa trotoar itu, lewat definisi yang saya peroleh sejak SD, adalah tempat bagi pejalan kaki, yang saya lakukan kemudian adalah berhenti menepi sedikit. Diam sejenak menunggu motor-motor kurang beradab itu lewat. Sebab jika tidak, jika saya bersikeras untuk tak minggir atau bahkan meneruskan berjalan, bukan tak mungkin moncong motor itu lah yang bakal menghajar saya. Bakal panjang lah persoalan.
Lalu lintas memang sedang ramai, meski belum bisa dibilang macet. Ruas jalan penuh oleh aneka rupa kendaraan yang seakan tak mengijinkan sejengkal saja jalan lowong. Gerimis baru saja mengakhiri paradenya, menyisakan jalanan yang lumayan basah dan di titik-titik genangan yang kian merusak pemandangan. Maka saat-saat seperti itu, kesabaran sungguh menemukan medan juangnya. Beberapa terlihat sabar dalam kepadatan, terlihat istiqomah melewati jalur yang ditentukan dan tak terlalu banyak tingkah. Tapi beberapa yang lain tak. Yang paling ringan, ekspresi ketaksabaran itu mewujud dalam suara-suara klakson yang benar-benar meningkahi malam. Ah memang, untuk yang satu ini, jalanan indonesia memang tempat unjuk adu besar desibel klakson. Tak percaya, coba lah sekali-kali ke perempatan lampu merah yang masih tiga warna. Maka saat lampu kuning itu baru menyala, dengar lah, seketika itu suara berbagai macam klakson kendaraan yang baru terhenti karena terkena lampu merah berebutan untuk menjadi yang terdahulu memekakkan telinga. Seakan semua pengendara di depannya sedang melamun tak tahu lampu lalu lintas telah berubah, seolah mereka tiba-tiba menjadi seorang yang begitu menghargai waktu hingga sedetik saja pantas ditukar dengan keandilan mencemari suara.
Dalam tingkatan yang lebih, ketaksabaran itu berujung dengan apa yang saya ceritakan di awal. Begtu ada celah, sedikit saja, sesaat saja, maka secepat itu pula lah aksi terlaksana. Srobot sana, srobot sini. Tak peduli kalau itu mengganggu pengendara yang lain, tak ambil soal kalau itu melanggar hak pejalan kaki. Tujuannya satu; lepas dari kepadatan yang seakan tak jua mengurai, apapun caranya. Terlupa, bahwa yang mereka lakukan, boleh jadi kian meliatkan jalinan keruwetan yang sudah amat ruwet.
Ah, jakarta.
Tapi tentu saja ini bukan tentang jakarta. Ini tentang penerimaan, ini tentang kesabaran. Ini tentang bagaimana kita memilih sikap atas sebuah keadaan yang sama-sama tak mengenakkan kita. Sebab dalam kondisi apapun, seterjepit apapun, akan selalu ada pilihan. Kita lah penentunya. Maka nilai diri kita, dalam medan keruwetan lalu lintas ibu kota, menemukan pengujinya. Maka bapak-bapak yang menerobos melintasi trotoar itu, telah menempelkan nilai dirinya besar-besar di helm bagian depan. Mempertontonkan ke sana ke mari. Sedihnya, amat boleh jadi, ia tak merasa kalau tulisan yang tertempel itu, tergurat dengan tinta merah yang tebal. Buruk. Buruk sekali. Sebab sunguh menyedihkan tak terkira, kala kita mulai tak merasa malu atas ketakbenaran yang kita lakukan.
Lalu lintas masih saja padat. Suara-suara klakson tetap saja menggema. Tapi lelaki dengan kresek di tangannya itu terus melangkah dalam sunyi. Malam itu, semoga saja satu pelajaran hidup masih sempat ia renungi.
260711
Pinggiran Raden Saleh
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
44 comments:
Gawa bom, ya?
Huahahha
Sungguh terlalu
Iyo, rakitan dewe maneh
Membayangkan Jakrata adem ayem tanpa kemacetan bisa nggak, yah? :(
bisa...dari lantai atas tersekat kaca dimana suara luar tak bisa masuk.... jakarta hening saat itu :)
Jogja aja, yuk.
ayuk...! kapan? :p
#pasuruan saja, yuk..
#lanjut Bontang, yuk
ha ha
iya, kadang yg bener kok harus teraniayi karena org2 yg jelas2 melanggar peraturan...
Penerimaanku terhadap kemacetan jakarta sudah sangat baik. Tapi untuk suara klakson yg bahkan seringkali disengaja di antara kemacetan jakarta itu sungguh bikin aku misuh2 sendiri. Benar2 polusi!
kreseknya warna apa, mas???
Mikir2 untuk kerja di Jakarta :D
sapa suruh datang ke jakarta..hehehe ;D :D
*kabuuur :P
hahahaha, makanya ketika saya ke bontang, serasa di luar negeri...
bahkan di banyak jalan di Bandung sudah tidak ada lagi trotoar untuk pejalan kaki ... semua diisi oleh pedagang kaki lima, bahkan mengambil sebagian badan jalan raya ...
Enakan lewat trotoar,jadi kaga' kna macet,hahah. Ato offroad,hoho.
jakarta memang tidak manusiawi..
Jakarta bukan pilihan..tapi kenyataan.C#
emang enak dibontang
nah, ini lah yg sebenare mesti dicermati...Bagaimana yg benar itu menjadi berdaya
hmmm...saya agak terganggu dengan kosakata ;misuh' ini ai.... Di jatim, misuh itu artinya mengumpat. Bukan sembarang umpatan... Tapi umpatan yg kasar sekali.. salah satunya,bilang 'J*NC*K' itu disebut misuh...
warna putih, mbak.. Ada tulisannya alfamart :)
kalau masih ada kesempatan yang lain mending tdk memenuhi ibu kota, tah..he he
#kejar
#bawa pentungan
tapi kalo untuk jalan2 yg sesekali saja, enak saja, tuh, jakarta
hoho..apakah ini kabar baik buat bontang?
iya,...pas ke bandung beberaoa minggu yg lalu memang begitu...
hmmm....
negeri yg tak ramah buat pejalan kaki
wow! mantap sekali bumil yang satu ini...
ngetik itu dedeknya ngerasain, lo! :)
bagi saya, jakarta pilihan, kok..he he
dan saya (masih) memilih Bontang
#sejak kamis kemarin merasakan macetnya jakarta, entah untuk berapa taun ke depan, puluh tahun ke depan, atau detik ke depan...
#ikut stres
wah, di jakarta sekarang? kerjanya di sini kah?
%kalau tak salah STAN ya?
hehe, iya. baru penempatan 15juli kemarin....
wah, itu bakalan tetap di sini....
selamat berdesak2an, deh!
iki masti nginapnya di hotel bintang ^ - ^....
he he..kok nggak nebak di bluesky?
baik dooonk
mau ke sana lagi, nggak?
asal ada yg ongkosin sih, mauuuuuu
kali ini pengen ketemu gadisamnesia, huehehehe
jadi nggak pengen ketemu aku? haha..
kalo pengen ketemu aku sih mau tak ongkosin tadi...:p
#aku saja belum ketemu yg sesama bontang
padahal kemaren kudunya hadiah bwt gadisamnesia titipin iqbal aja yah? biar ada alasan ketemuan, hehehe
ha ha... dapat apa dia?
paling tak bilang: "aduh, menuh2in bagasi, nih!" :)
dan pagi ini... na dan bapak, hampir saja kecelakaan... :)
emang beneran pernah offroad ama misua kok...lewat trotoar juga, tapi aman :D
yee... nggak bagus, nih.... Nggak patut dicontoh...
:))
klo belum pernah ngerasain situasi yang sama, pasti bakal ngejawab gitu..
waktu itu dah maghrib mepet isya,,klo "sabar" terus, malah kaga' bakal bisa sholat..
Nah, siapa suruh nekat nerabas lalu lintas macet di wakt mepet bgtu..:p
Post a Comment