Saturday, June 4, 2011
ijinkan aku bertutur ; pulang
Duh, memang indah benar satu kata ini. Enam huruf saja penyusunnya. Berlainan pula. Namun, nyaman betul mengucapnya.
Tak terhitung mungkin, tulisan-tulisan berjudul kata ini. Hanya kata ini saja. Tanpa embel-embel lain. Tanpa sertaan kata lain. Ya, hanya enam huruf ini.Tapi yang luar biasa, kata itu saja sudah cukup. Sudah mengena, sudah merasa, bahkan sudah bisa menggetarkan.
Pulang! Kata ini sudah cukup menyenangkan bahkan buat rasa kanak-kanak saya. Saat bel berbunyi beberapa kali sebagai sebuah tanda berakhirnya aktivitas bersekolah, pas masa-masa SD dulu, itu adalah peristiwa indah yang dinanti. Tentunya, saya sudah lupa mengidentifikasi peristiwa tahunan yang lalu itu, apakah sebagai sebuah kegembiraan karena bakalan menuju rumah dan bertemu dengan makhluk-makhluk di dalamnya atau karena lepas dari sebuah rutinitas sekolah. Tapi, tak apalah. Yang penting pulang selalu menyenangkan.
SMP, SMA, sama saja. Pas ada bel pulang nyasar berbunyi di saat harusnya itu beberapa jam lagi terjadi, itu selalu membuat heboh. Teriakan-teriakan senang, luapan-luapan kegembiraan. Semuanya beradu. Hebohlah suasana sekolah seketika. Beberapa bahkan sudah ambil ancang-ancang memanggul ranselnya tanpa perlu mengonfirmasi kebenaran bel kepagian itu. Ah, pulang selalu menyenangkan.
Pas kuliah, saya semakin memahami betapa berartinya pulang itu. Oi, dulu jaman SD sampai SMA, pulang adalah aktivitas harian. Pagi berangkat, paling-paling siang bakal pulang. Atau kalau nggak begitu, paling banter molor malam harinya. Di hari yang sama. Tapi saat kuliah, kampung tempat pulang itu terlaksana itu sudah di lain kota. Maka butuh hari liburlah untuk melaksanakannya. Tapi ya Rabb, justru makna pulang itu semakin indah. Saat kau punya akumulasi kehendak yang begitu menumpuk untuk kau harus pulang, maka saat itu pula lah pulang itu menjadi begitu sangat istimewa. Tak terkatakan. Kau bahkan mampu menukar kesempatan itu dengan hal-hal duniawi lainnya.
Kini, ketika kampung kepulangan itu tak hanya lain kota, tak hanya lain propinsi, tapi sudah menjadi lain pulau, dan ada lautan dalam sebagai pemisahnya, entah oleh apa, perlahan saya punya pengertian lain tentang pulang. Ya, masih, pulang itu masih membutuhkan waktu, biaya, serta niat. Dengan alokasi untuk ketiganya yang jauh lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Tapi…………sebentar,sebentar, saya jadi kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Intinya begini. Dulu, ketika masa kuliah, ketika ada libur, saya tak ada halangan apa-apa, tak ada pula kegiatan yang memaksa saya untuk tetap tinggal, serta saya sudah merasa ‘kangen’ akan suasana rumah, maka seketika itu saya memutuskan pulang. Pulang saja. Sederhana. Tak ada penghambat lain. Saya ingin pulang, maka saya pulang. Ingin. Durasi antar ingin itulah yang memang semakin melebar. Dari mulai seminggu hingga sebulan. Dari sebulan hingga dua bulan. Tapi tetap saja muncul ingin. Ingin yang harus dituntaskan.
Sekarang! Tak bisa dipungkiri rasa ingin itu ada. Masihlah, saya masih normal yang kadang membayangkan pertemuan-pertemuan, suasana-suasana, atau suara-suara di nun jauh sana itu, tapi bedanya saya menjadi seorang yang njegideg yang tak semua ingin itu harus dituntaskan dengan sebuah kerja yang kata kerjanya mengikuti kata ingin tadi. Saya merasa pulang tak saatnya lagi menjadi sekedar menuntaskan keinginan, harus ada program yang jelas tentang apa yang sebenarnya akan saya lakukan saat pulang. Jadilah kemudian ketersediaan waktu, ingin, dan biaya itu tak serta merta kolaborasinya terwujudkan menjadi kepulangan. Sepertinya perlu tambahan piranti lain untuk meloloskan proposal kepulangan itu dalam hati dan pikiran saya. Mungkin berupa keinginan untuk menuruti keinginan. Du du… Bingung.
Seseorang mengritik saya akan hal ini. Kira-kira substansinya begini: bahwa kepulangan itu, bukan masalah kita ingin atau tidak, bukan masalah kita bisa atau tidak, tapi juga masalah hak orang tua untuk melihat anak-anaknya, untuk dekat dengan yang diasuhnya. Bahwa orang tua memang tak mampu mengabarkan tentang keinginannya itu kepada anaknya, takut memberatkan, tapi sebenarnya jauh di lubuk hatinya ia ingin.. Hmmmm….oi,oi…tentu saja saya tahu akan hal ini. Amat tahu. Tapi karena saya ingin ngeles kala itu, saya menjawabnya begini : tapi orang tua selalu punya alasan baik untuk ketidakpulangan anaknya.
Sepanjang itu saya merasa tak apa dengan tak pulang. Sepanjang itu saya merasa ok-ok saja meski saya sembilan bulan sekali pulang. Tak ada rasa yang menggebu-gebu banget. Biasa saja. Ingin, tapi tak terlalu ingin. Moderat saja.
Hingga suatu waktu…
Ternyata keangkuhan saya akan hal itu terbantahkan oleh apa yang melanda saya sendiri. Lewat kabar itu. Di sebuah malam.
Sebuah pemberitahuan kalau saya akan mendapat dinas ke surabaya…
Duh..duh…tiba-tiba yang tergambar oleh saya adalah gambaran-gambaran banyak hal yang merujuk ke satu kata saja, enam huruf itu : PULANG. Entahlah, bagaimana bisa… saya yang setengah mati mengatakan kalau keinginan itu hanyalah biasa-biasa saja tiba-tiba melonjak-lonjak dalam imaji demi sebuah pemberitahuan dinas itu. Saya baru sadar kalau selama ini saya berbohong. Atau terbohongi. Lonjakan itu tentu saja melebihi keinginan. Itu lebih dari sebuah akumulasi keinginan yang sudah teramat sarat. Saya menjadi seseorang yang tak sabar menjemput tanggal kedinasan itu.
Maka yang terjadi kemudian…rentang waktu menuju tanggal itu menjadi begitu indah. Seperti pangeran yang meniti jalan menuju puteri impian di istana indah.. Sebab memang selalu begini, bahwa sesi terindah dalam rangkaian pulang adalah detik-detik menuju pulang itu, saat kita masih membayangkan akan sebuah pertemuan, saat kita dalam perjalananan, hingga detik pertama saat pertemuan itu terlaksana. Selanjutnya, kadar keindahan itupun pada akhirnya menurun seiring waktu yang semakin menuju ke waktu kembali.
Panjang juga ya? Ah…sudahlah.. Saya sedang menunggu tanggal 24 itu….
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
40 comments:
tulisan lama, dibuat saat mau pulang hanpirsetahun yang lalu...
kini, kalimat terakhir itu haruse berbunyi ini: "saya sedang menunggu tanggal 8 itu"
selalu ada tempat untuk pulang
Benarkah? Coba dijelaskan! Hehe
njegideg?
Awalnya kukira mau pake bahasa yg agak santai. Tapi ujung2nya kaku juga.
Mungkin nanti bisa bikin buku: catatan PULANG :D
Njegideg? Tanya orang jatim. Soale aq orang kaltim..hehe
bhasa santai? Yg kyk gmana? Kayake bhasaku gn trz
Buku ctatan pulang? Kayake usul yg bgz.. Hehe
'hui'...pulang,
fasih banget dapet makna itu dari penceritaan agustinus wibowo.
tentang kaum Dungan di Kirgiztan
eh, udah baca garis batas belum sih?
Blm baca.. Blm punya. Kemaren titip temen yg dinas k jakarta, nyari d gramed matraman, g ada. Mudah2n sj d togamas kecil kotaku ada.
bel 'pulang' sekolah memang ditunggu-tunggu ...
padahal tidak langsung pulang malah main-main ... he he he ...
Saya nggak seperti it, lo! Hehe.
Weh, ning Surabaya? Asik! Aku nyusul dolan rana ya .. jajakke!
Njegideg --» baru pertama baca kata ini
@mlmblnbr...rabu nang pasuruan, kamis nang malang, jumat balek
@kakrahmah...njegideg it apa, ya? Kalo dipanggil tp tak menjawb meski sbenare ndenger, it dsebut njegideg. G hanya untk kasus it sj tapi..
nah, itu orang kaltim ngerti njegideg..
Ga tau. Cuma kalo baca paragraf2 awal kayaknya beda aja sama gaya tulisan di akhir. Mungkin cuma karena faktor kata 'nggak' yg berubah jadi 'tak' hehe.
nah, itu orang kaltim ngerti njegideg..
Ga tau. Cuma kalo baca paragraf2 awal kayaknya beda aja sama gaya tulisan di akhir. Mungkin cuma karena faktor kata 'nggak' yg berubah jadi 'tak' hehe.
Berubah? Ha ha.. Aq justru tak menydarinya..
Kaltimnya abal2 soale
sepertinya aku mengetahui detail kesalahan orang, bukan detail dalam bercerita. Haha.. Ga bagus yaa!
Maksudnya apa?
Kalo pulang ke Rahmatullah kira2 masih sama gak Bang rasanya? hehe...^___^
Suroboyo? seneng dong deket ama rumah...
*jadi membayangkan aku adalah seorang ibu renta yang sedang menanti kepulangan anaknya, huhuy rasanya mestine suenenge rek! haihaiahai... :p
Smga kita bs pulang dlm rindu yg membuncah..
Mmmh..
Amin
Danti, ini tlsn lama. Dirimu bc dulu komen ptamanya...hehe
kok jadi tiru2 pake rek2 sgala? Nggak pantes! Hehe
maksudnya kalo ada kesalahan sedikit jeli banget. Detail. Tapi kalo kaitannya dengan membuat cerita yg mendetail, aku malah ga bisa.
Nah, kalo gt jd guru g cocok, ai.. Bisanya liat ksalahan murid2nya saja. Tapi gbisa ngasih contoh.. Hehe
hehe sebenere dah baca ket td siang, sebenere juga udah ngirim komen, dan sebenere itu adalah komen yg seharusnya muncul tdi siang, tpi gara2 vercod... T_T
*gak pantes po? masak di tulisan aja kliatan gak pantes apa maning nek dengerin logatku yak hwhwhw :D
Hari ini aku aman dr vercod. Pg td saja kayake,..
Haha, iya, g pantes. Kerasa g pas saja. Coba deh kata2 ini: awakmu, awakku, laopo..
welah awakku wes tw urip nang malang 2minggu je :D
kata yang sampai sekarang masi tak pake adalah lapo, njuk koncoku sik tak jak omong mesti tekok lapo ki opo :))
hari ini aku pulang terakhir, entah kapan lagi..
kepulangan yang ngga santai sayangnya
2 minggu mah kurang... belum mantep..
lapo, ngopo, nyopo...lek seng nganggo nyopo iku tak ledek ngene; nyapo latar opo?
ini pertama kali merantau, ya, di??
nantyi rasa pulangnya ..mmmm//keren lah
:))
haha... iya si aku juga nyesel tau sampe Jogja, cos sebenere aku bisa memperpanjangnya hingga 2 bulan, tapi karena uda kangen sama Jogja jadi buru2 gtu deh...
kapan2 aku juga pengen main lgi ke sana, tp aku pengen ke Surabaya, di rumah sahabatku
surabaya mah panas..ha ha..
punya temen di sby? temen kuliah?
weeeeeeeeeeh ana tulisan tentang mulih..........
ayo muliiiiiiiiiiiiiiiiih hehehehe
Iki lg otw nang bndara
hiiii aku isih mengko ba'da maghrib nih.... ati2 yo mas... semoga berkah kepulangane untuk semua :)
Amin. Sip..
Semga bisa ketemu lagi..
Allahumma aamiin...
nice to meet you yesterday dah mas...
*gaye pake basa Londo hehe
:)
londo roso jowo
wekekekekeke numpang ngekek ae deh
Hehe
Post a Comment