“Bila kita lihat momen-momen pergantian waktu, antara siang dengan malam, antara sebuah pekan dengan pekan sesudahnya, antara bulan yang menggenapi tahunnya, maka tak ada yang lebih sering kita lihat dan rasakan kecuali kesia-siaan”
Sudah dua kali ini. Sudah dua pertemuan ini. Lelaki itu, yang nampak lebih senior dari yang lainnya, yang terlihat menjadi pusat dari lingkaran kecil manusia itu, yang nampak lebih berkarisma, mengucapnya. Tidak dengan suara yang menggebu-gebu bak orator, tidak juga ditekan-tekankan laksana seorang yang mencoba menarik minat si pendengar. Hanya suara pelan yang mengalir jernih. Tapi cukup sudah untuk membangkitkan sebuah kesadaran. Pada wajah-wajah yang menatap antusias. Pada wajah-wajah yang dipertemukan kembali setelah pergantian waktu pekanan. Untuk menjengkali keeadaan. Untuk mengukur diri sendiri. Tentang waktu yang berjalan. Tentang satu kesempatan yang pergi. Tentang, ah, apakah memang benar, bahwa tak ada yang lebih sering tersadari, dari tiap-tiap perguliran waktu itu, selain sebuah kesia-siaan.
Sebuah wajah kemudian menunduk. Atau barangkali semua wajah yang mendengarkan kalimat itu. Mungkin menginsyafi keadaan. Merenungi banyak hal. Ah, apakah itu , apakah wajah yang tertunduk itu sebagai pembenar pernyataan barusan. Kesia-siaan memang bukan melulu tentang tak ada hal yang dilakukan, kesia-siaan memang bukan hanya tentang waktu yang berjalan tanpa ada kerja. Tapi kesia-siaan, juga tentang tak teroptimalkannya waktu yang diberikan, tentang satuan kerja yang tak sebanding dengan satuan waktu yang terberikan.
Tapi persoalan ini ternyata bukan hanya tentang orang-orang itu. Ini tentang kita. Maka lihatlah orang-orang yang menatap sendu waktu yang berlalu. Mungkin mereka takjub menatap senja, mungkin mereka berpesta menyambut tahun baru, tapi betapa bila kau tahu, akan berderet-deret kesia-siaan yang tertinggal. Maka bila kesadaran itu datang, sungguh menggetarkan memandangnya. Rasa sesal berturut-turut memenuhi pemiiran.
****
Ini bukan tentang hari ini. Percayalah! Ada banyak hal yang menari-nari di pikiran untuk dituangkan. Maka bila hari ini aku menuliskan hal ini, anggap saja kebetulan. Anggap saja kebetulan juga jika aku berharap menuliskannya selepas subuh, saat pikiran begitu tenang, serta saat zat-zat penenang terproduksi tubuh. Anggap saja kebetulan juga jika harapan itu tak tergapai. Angga saja kebetulan jika pada akhirnya aku harus masuk kerja di hari sabtu ini. Anggap saja kebetulan juga bila aku masih harus berlelah-lelah dan berpanas-panas bermandikan peluh. Anggap saja kebetulan! Anggap saja kebetulan saat aku tak berkesempatan segera menyelesaikan apa-apa yang menekan-nekan imaji itu. Anggap saja! Meski sebenarnya tak ada yang kebetulan di dunia ini.Aku hanya ingin. Aku hanya ingin mengurangi daftar kesia-siaan. Meski awalnya aku menggerutu mengapa mesti berpayah-payah dalam kerja di hari yang kata mereka spesial ini –oleh sebab surat sakti atasan, tapi aku kemudian menyukuri. Merenungi mereka yang bermain kembang api di tahun baru, merenungi tentang hari yang berganti begitu saja. Ah, setidaknya, pada perguliran waktu ini, aku tak mengisinya dengan kesia-siaan. Hingga tak menambah daftar kesia-siaan yang telah lalu.
Selamat malam!
kesunyian kecubung
290111
tulisan lain terkait hari ini:
290110
290109
290108
14 comments:
:)
pas banget
suka sekali
kamarpas?
suka
tapi ga ada yang kebetulan di dunia ini :D
hooo..lembur ta??
nikmati aja..
hari ini aku full di rumah :))
aamiin..
sugeng ndalu :)
yang ada hanyalah rangkain sebab akibat, katanya...
emmm.... dinikmati kok...
---banyak tawa di sabtu itu.. ho ho
nggak ada quotation untuk amin yg mana ini? :)
sugeng injing...
sebuah keinginan..
aamiin-semoga Allah mengabulkan ^^v
kemarin banyak yang mendoakan juga kan? :D
mm..beberapa. tapi entah yg dalam sunyi
tak banyak yg tahu masalah tanggal ini..Mp saja mungkin
tgl ultahnya sama kaya' yeni....=)
Post a Comment