Thursday, October 9, 2008

kebaikan-kebaikan kecil

Saya masih ingat benar kejadiannya. Saat itu saya masih semester dua, masih culun-culunnya menjadi seorang maba. Masih sibuk-sibuknya menjalani dua praktikum jurusan yang benar-benar menguras tenaga, akal, dan juga kesabaran. Sibuk, sibuk, sibuk. Pokoknya sibuk. Sampai seorang teman mendefinisikan masa itu sebagai keadaan dimana kita akan merasa berdosa sekali untuk tidur-tiduran. Bagaimana tidak berdosa, karena itu sama artinya kita akan menzalimi diri kita esok-esoknya. Tentu saja, karena pekerjaan akan semakin menumpuk, menumpuk, dan terus  menumpuk.

Saat itu kuliah kimia Fisika I. Pengajarnya adalah Prof Jud. Rabu pagi kalau nggak salah. Dan, seperti kebisaaaan di rabu-rabu sebelumnya, laporan praktikum mikrobiologi saya belum juga rampung. Padahal jam satunya sudah harus praktikum lagi dengan menyerahkan laporan yang sedang saya kerjakan itu, laporan praktikum minggu sebelumnya. Bawaannya pasti bingung. Berseru ramai pinjem laporan ke teman yang lebih rajin. Memang, kebetulan sekali dosennya belum datang kala itu (meski walau sudah datang masih saja suka ngerjain laporan).

Parahnya, laporan saya kala itu parah banget. Banyak sekali yang belum. Pembahasan masih dikit banget. Ngasal lagi. Nggak nyambung lagi (sejak SMP saya memang nggak suka banget yang namanya Biologi, dan entahlah, di jurusan yang namanya tidak biologi banget ini kok saya bisa bertemu dengan mata kuliah mikrobiologi). Padahal, apa coba inti dari laporan? Ya pembahasan itu kan. Maka, setelah saya itung-itung, rasanya saya perlu sub-kan salah satu pengerjaan laporan ini pada seorang teman yang kelihatan nganggur karena jadwal praktikumnya emang kemarinnya.

“Yan, boleh minta tolong nggak?”

“Apa?”

“minta tolongin stabiloin literaturku yang berhubungan dong”. (Di setiap laporan kan memang diwajibkan menyertakan fotocopian literature yang dicuplik. Dan itu harus distabilo bagian yang diambil atau dikutip)

“Aduh!! Nggak bisa sendiri ta bal. wong gitu aja”.

Duh, jawaban itu benar-benar di luar dugaan saya. Ia nganggur. Benar-benar nganggur kala itu dan hanya bengong-bengong aja melihat teman-temannya yang lain sibuk dengan pekerjannya. Lalu apa sulitnya sebenarnya hanya untuk sekedar nyetabiloin. Sakit rasanya. Seperti tertolak. Ini cuma pekerjaan kecil yang tak menyita banyak waktu atau tenaga.

Tapi hari itu saya tak dendam. Karena toh emang nggak ada gunanya. Tapi saya mencatat (ini bahasanya mbak HTR kala ditolak penerbit di awal karir kepenulisannya). Bahwa kita kadang lebih menghargai bantuan-bantuan kecil semacam ini. Lebih respek pada kebaikan-kebaikan kecil macam menyetabilo ini. Karena kebaikan-kebaikan kecilnya itulah yang sering kali menunjukkan kebaikannya, keikhlasannya, kedermawanannya. Karena kebaikan-kebaikan kecil inilah yang sering kali luput dari mata orang yang tidak benar-benar baik. Kalau kita tertimpa suatu musibah yang cukup berat, akan sangat banyak orang yang menawarkan bantuan. Akan banyak orang yang datang mengantarkan solusi. Tapi, ketika kita sibuk melongok-longok kolong kursi di kelas, berapa banyak teman yang mau peduli dan berkata : “Akhi, lagi nyari apa? Ada yang bisa dibantu”.

Saya hanya sok tahu aja masalah ini. Tapi kejadian ini menimbulkan catatan di hati saya, bahwa jika saya pernah merasa tidak enaknya berada di posisi itu, maka sedapat mungkin orang lain jangan sampai merasakan hal yang sama oleh karena tindakan saya. Prinsip sederhana yang berat banget implementasinya. Maka, sedikit demi sedikit, saya akan terus mencoba menjadi orang yang tak hanya sibuk dengan kebaikan-kebaikan besar yang terlihat. Saya juga harus menyibukkan diri dengan kebaikan-kebaikan kecil yang terlihat remeh-temeh. Karena remeh bagi kita, belum tentu remeh bagi yang ditolong. Begitu juga sebaliknya.

Jadi..apakah saya sudah memulai itu? Ah nggak tahu juga apakah yang sudah saya lakukan sudah menuju itu. Yang jelas, jangan kaget ketika saya jadi sok perhatian bertanya-tanya. Atau jangan heran dan berpikiran macem-macem kalau saya sering banget SMS macam beginian:

“Hari ini, Metro TV, jam 7 ada acara bagus. Mario Teguh. Honesty”.

“apakah kau mulai merasa hatimu mulai mengeras kawan? Ingin kembali merasa indahnya berbgi, merasa, dan mencinta. Tolong tonton kick andy sekarang”

“eh, udah tw blm, hri ini  batas akhir pembayaran (ini) lho. (nama temenku) udah bayar belum?”

Karena saya, juga senang dapat SMS semacam itu. Dan dua tiga hari kemarin, saya tahu betul manfaat SMS macem begituan.

“assalamualaikum. Iqbal, udah tw blm, hari ini ada pengambilan toga untuk FTI. Syarat pengambilan nyertain bukti pembayaran BNI. Ngambilnya di Dharma Wanita blok D nomor (sekian)”

“Oh ya, tambahan. Bukti pembayarannya difotocopi 2X”.

Letak manfaatnya karena yang pertama memang saya nggak tahu dimana letak dharma wanita itu. Yang kedua, ternyata dharma Wanita itu letaknya lumayan jauh juga dari fotocopian. Saya jadi bersyukur masih ada orang yang mau memberi kebaikan-kebaikan kecil macam begini. Karena saat saya telah selesai ngambil Toga itu, dan beranjak pulang, seorang teman harus balik lagi keluar dari ruang pengambilan toga. Alasannya, ternyata ia belum fotocopi bukti pembayaran itu. Dan konsekuensi dari itu, ia kemudian kehabisan ukuran toga yang sesuai dengan tubuh mungilnya.

6 comments:

fifi hasyim said...

yg sms pasti teman yg sgt baik....

akuAi Semangka said...

TFS..
karena sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil..

iqbal latif said...

eeeeeeee..mungkin. tapi akan lebih spesial lagi kalau yg sms tuh bukan temen baik.
lebih gmana gt....

iqbal latif said...

sepakat!!!

Fauzi anwaR said...

peh, aq mikro dulu cuma 2 anak. ditinggal ma ulya. untung endik sering bantuin (kan partnerku indriyas), termasuk waktu biakanku ketinggalan ga dimasukin temen2 ke autoklaf, dah jam 4 lebh seperempat, jadi kita mborosin listrik lab cuma buat manasin biakan kita doang. di bantu endik juga tentunya....

iqbal latif said...

he he...koyoke aku sek iling ji....
kok iso biyen iku??