Wednesday, November 12, 2008

Cerita Kepulangan I : Kehilangan Kedua

Lagi-lagi cerita kepulangan. Entahlah..akan selalu banyak hal yang saya temukan saat pulang. Cerita-cerita menarik. Kadang lucu, kadang menjengkelkan, tak jarang pula mengharukan.

Seperti kepulangan baru-baru saja.

Saat itu habis maghrib. Tak ada aktivitas berarti yang saya lakukan. Hanya duduk-duduk saja di ruang tamu menikmati suasana malam kampung halaman. Bengong, baca-baca buku yang sengaja dibawa, beralih ke koran, bengong lagi, hingga kemudian ponsel saya berbunyi. Sebuah sms masuk.

“Bal, ntar jam tujuh Ahmad ke rumah ngambil sarung tangan sama kaca mata”. Dari kakak saya. Kakak saya saat itu sedang berada di malang, dan ahmad (*sebutlah namanya demikian*) tadi adalah salah satu teman sma-nya dulu yang kebetulan saat berkunjung ke rumah piranti bermotornya tertinggal. Semingguan lewat kira-kira tertinggalnya.

Tidak saya balas tapi saya ok-kan dalam hati. Jam tujuh...berarti tinggal beberapa saat lagi.

Entah jam berapa tepatnya tapi ternyata memang Ahmad datang juga. Bukan saya yang mempersilahkan karena waktu itu saya sedang di ruang tengah. Kakak saya yang lain yang kebetulan sedang di ruang tamulah yang mempersilahkannya. Meskipun begitu, percakapan di antara keduanya terdengar cukup jelas di telinga saya.

“Eh ahmad!!! Mari..mari masuk! Mau ambil kaca mata ya??”

“iyah nih”

“Kok pakaiannya lengkap berkendara begini. Langsung dari surabaya atau...?”. Ahmad ini kebetulan kerjanya di surabaya.

“iyah..langsung dari kerjaan.”

Kakak saya kemudian mengambil barang yang dimaksud. Kebetulan memang sudah dipersiapkan, karena rencananya memang sudah dua tiga hari yang lalu mau diambil. Bergegas kembali ke ruang tamu. Menyerahkannya.

Saya nggak tahu bagaimana kronologis lengkapnya karena kemudian memang tidak terlalu memperhatikan, yang saya tahu tiba-tiba saja terdengar Ahmad tadi permisi mau balik.

“kok buru-buru. Mbok duduk-duduk saja dulu, pasti capek habis perjalanan jauh”

“maaf. Terima kasih. Tadi bapak sms katanya adik kecelakaan di Wono rejo saat mau pulang dari Malang”.

Kakak saya tak terlihat berkata-kata. Mungkin kaget. Saya pun ikut-ikutan kaget. Tapi tak berpikiran macam-macam. Saya tahu adiknya Ahmad tadi. Dulu adik kelas saya ketika smp. Memang, seperti cerita yang pernah saya dapatkan ia sedang menempuh pendidikan di malang.

“tapi saya sms balik nggak dibales-bales sama bapak. Makanya ini buru-buru pulang”.

“owh”.

Begitulah. Dan kami sekeluarga tak berpikiran jauh. Hanya mendiskusikannya sebentar. Bertanya ke saya apakal kenal atau tidak. Ini itu. ini itu lagi.Selesai. Sudah. kemudian tak ada lagi perbincangan. Saya pun beranjak ke kamar (*kayaknya ini penyakit yang selalu menjangkiti saya ketika pulang : ngantukan*).

Dapat diduga; saya tertidur. Baru terjaga saat ponsel saya yang sedang saya charge berbunyi. Kakak saya yang sedang ada di malang yang nampak tertulis di layar. Kali ini ia telepon.

“yah?”

“bal, tadi ahmad waktu ke rumah nggak bilang apa-apa ta?”

“emang ada apa?”

“barusan sms aku katanya adiknya meninggal kecelakaan di wonorejo”

Saya tergetar; ya Allah. “iyah sih tadi cuma bilang katanya adiknya kecelakaan. Tapi belum tahu keadaannya karena cuma di-sms”.

“ya itu, tadi sms aku. Tapi pas aku telpon balik gak diangkat-angkat. Tadi SMS ‘ya semoga khusnul khotimah’ gitu. Padahal senin besok bapaknya mau berangkat naik haji”.

Bla bla bla

Bla bla bla

tekepon ditutup.

 

Dan tiba-tiba saja... Ya Allah! Saya pernah dalam posisi itu. Pernah dalam posis begitu sulitnya bersuara untuk mengabarkan berita menyakitkan itu. Tergetar. Lebih mudah mengabarkannya lewat huruf-huruf SMS. Meski tak jelas lagi apa yang mau diketik.

Namun kesadaran itu, secepat kilat berganti hal lain : Kehilangan untuk kali kedua berurutan. Ramadhan kemarin, ya baru saja kemarin, si ibu teman kakak saya tadi, yang sudah berencana berhaji bersama si bapak, menghadap sang khalik. Menyisakan tiga lelaki dalam keluarga itu : Bapak dan dua orang anak. Tapi kini....dua dari tiga laki-laki itu, harus mengikhlaskan kepergian lelaki satunya. Yang termuda.Saya tak bisa membayangkan apa yang sedang dirasakan oleh Ahmad tadi. Lebih-lebih bapaknya. Ya Allah.... bahkan ia akan segera berangkat haji hanya dalam hitungan hari. Harapan apa gerangan  yang tiba-tiba saja terampas dari imajinya.

Lau tinggallah saya yang hanya bisa mengiang-ngiangkan pertanyaan bodoh: Mengapa harus mereka? Mengapa itu harus sekali lagi menimpa mereka? Mengapa, mengapa itu terjadi saat mereka bahkan belum mampu mengatasi rasa kesepian pada diri masing-masing yang memang berpencaran antara Pasuruan, Malang, dan Surabaya? Bukankah..bukankah mereka hanya bertiga. Bukankah mereka sedang akan merencanakan pertemuan kecil di rumah mereka yang mulai terasa sepi. Mau berkumpul menikmati momen-momen kebersamaan untuk terakhir kalinya. Ya....terakhir kali sebelum sang Bapak harus pergi jauh untuk berhaji.

Ya Allah, kami bahkan tak tahu apa yang terbaik bagi kami. Kami hanya sibuk protes. Merasa pintar. Merasa lebih tahu. Merasa sok dengan karapan-harapan kami sendiri. Padahal pengaturanmu lah yang terbaik, padahal pembagianmu lah yang teradil. Kamilah yang bebal. Kamilah yang tak pernah mensyukuri apa yang terjadi. Kamilah yang tak mampu menangkap apa yg terkandung dari semuanya. Kami hanya sibuk berkeluh kesah atas semuanya.

Ajari kami Ya Allah... Untuk mengerti. Untuk bisa memahami. Hingga rasa syukur itu senantiasa memenuhi dada kami.

 

 

6 comments:

akuAi Semangka said...

TFS..
semakin diingatkan lagi tentang kematian neh..
kematian ga mengenal usia..
siap2 yuk!

AKP Yudi Randa said...

bagus..renungan yang bagus..:)

iqbal latif said...

saling mengingatkan yA!

iqbal latif said...

:(

fifi hasyim said...

dalam hidup setiap kemungkinan bisa saja terjadi, siap gak siap harus dijalani. TFS.
semoga khusnul khotimah...

iqbal latif said...

yup...
*kenapa yah postingan saya penuh dengan kematian??