Saturday, December 6, 2008

Koin-koin dalam Botol

Di kamar kos sempit saya, biasanya terletak di pojok, ada sebuah botol air mineral ukuran 1,5 liter berdiri tegak. Memang tak jarang terguling, menggelinding kesana kemari, ke kolong ranjang dan tak kelihatan, tapi berdiri di pojoklah favoritnya. Akan selalu saya berdirikan kembali jika terguling, akan saya tempatkan kembali jika menjauh. Namun akhir-akhir ini, ia jarang terguling, tidak juga mudah goyah, karena titik beratnya sudah terpusat di dasar. Sejak isinya mulai banyak.

Botol ini seperti botol air mineral pada umumnya, dan amat mungkin ada di setiap kamar anak kos. Pembedanya hanya pada perlakuan yang saya berikan padanya. Pada bagian tutupnya, tempat segala yang mengisi botol tersebut keluar masuk, saya bakar. Bukan dibakar sampai hangus. Hanya disulut saja. Biar antar bagian plastik yang berdempetan tapi tak menyatu itu bisa saling melebur. Melekat. Dan pada akhirnya tutupnya tak bisa dibuka karena sudah lengket. Buntu. Tapi kemudian saya tidak membuatnya benar-benar buntu. Di leher botol tersebut saya buat irisan melintang dengan menggunakan cutter. Tidak lebar, hanya beberapa centi saja. Beberapa centi yang saya perkirakan terlebih dahulu agar sebanding dengan diameter terbesar uang koin yang beredar saat ini.

Orang-orang menyebut benda ini dengan celengan.

Sebelum akhirnya benar-benar menjadi celengan, mulanya saya membuat botol ini sebagai penampung uang koin yang saya dapat dari kembalian warung makan atau swalayan. Biasanya saya meletakkan uang kembalian itu di meja atau di tas. Tak terurus. Kadang berceceran di kolong ranjang karena tak sengaja terjatuh dari kantong celana saya ketika tidur. Tak ada yang menghiraukan. Hanya saat butuh uang kecil saja, atau saat uang saya benar-benar habis dimana uang pecahan sekecil apapun jadi berharga, saya baru mencari-carinya. Lumayan, pikir saya kala itu. Bukankah koin-koin itupun bisa banyak. Bukankah sejak kecil kita sudah amat familiar dengan peribahasa “sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”. Kapan lagi bisa menerapkannya. Kapan lagi membuat kalimat itu tak hanya berhenti menjadi kalimat sok bijak yang indah sekali diucapkan tapi hanya sedikit yang benar-benar menginginkan untuk diterapkan di hidupnya.

Kelak, pikir saya kala itu, ketika koin-koin itu sudah berbilang puluhan ribu, ketika nilainya sudah sebanding dengan uang kertas licin itu, ia harus bisa berbentuk. Sesuatu yang bermanfaat. Yang benar-benar terlihat. Benar-benar bukit. Dan saat itu, benda yang terpilih adalah buku. Akan saya gunakan koin-koin itu untuk membeli buku ketika nilainya sudah memadai. Hingga saya tak perlu mengeluarkan uang kertas untuk memnuhi hobi saya itu. Memang tidak signifikan untuk mengimbangi rate saya membeli buku. Hanya bisa sekali dalam beberapa bulan. Tapi tak apalah. Yang sekali ini yang akan lebih bermakna. Lebih membekas.

Kini, tiap kali membuka pintu kamar kos, botol itu akan selalu memaksa saya melihatnya. Memaksa pula tangan saya untuk merogoh kantung celana. Mencari koin yang terselip. Gembira sekali saat menemukannya (maka dengan adanya ini saya jadi jengkel kepada warung-warung yang seenaknya sendiri ngasih kembalian permen. Aneh, bagaimana bisa mereka menyediakan permen-permen itu padahal tak jualan permen, tapi tak mampu menyediakan koin-koin yang sudah jelas kebutuhannya). Bahagia pula saat mencemplungkannya ke botol transparan tersebut. Ya, memang transpran. Tidak saya beri penutup hingga tak kelihatan dalamnya seperti celengan pada umunya. Saya rasa saya bukanlah anak kecil lagi yang butuh kejutan tentang ketiba-tibaan, tentang tiba-tiba banyaknya uang celengannya. Biarlah saya menatapnya tiap hari. Menyaksikan koin-koin dalam botol itu meninggi. Merasakan botol itu semakin tak mudah terguling kala tersenggol. Hingga kebahagiaan itu datang, ketika masanya memecah celengan itu, ketika pada akhirnya kumpulan keremehtemehan itu mampu membeli kemewahan. Ah bahagia sekali rasanya. Amat bahagia. Sebahagia anak kecil memecah celengan yang lain. Tapi beda!

 

15 comments:

-- Fathîa™ -- said...

wesss...tulisannya mantep nih :)

arum dyah said...

tulisannya mengena ni..samaan mas..tapi kalu di kost sy janjian,nanti uangnya buat beli nasi buat makan anak jalanan tiap bulan..berbagi..hehehe.mgkn nanti mas iqbal bisa berbagi ide menabung mas ke teman teman yang lain^^
salut.......!!!

iqbal latif said...

he he...bisa aja nih fathia

iqbal latif said...

wah..hebat euy idenya...

HayaNajma SPS said...

wawww.... kerenz..

HayaNajma SPS said...

wawww.... kerenz..

AKP Yudi Randa said...

paling sebel klo kembaliannya malah permen..:((

fifi hasyim said...

jd pgn niru ni...biar cpt kaya, wkwkwkwkwk...(bs beli bk)

iqbal latif said...

apalagi tanpa rasa bersalah, tanpa ba bi bu langsung ngasih kembalian permen. g ijin

iqbal latif said...

ha ha... biasanya cewek tuh lebih telaten masalah ginian...
semoga segera kaya deh... Hanya masalah pilihan kok itu. (he he..sok tw)

ladies me said...

mas iqbal ini orangnya hemat juga yahh(RAJIN NYELENGI).....patut dicontohh..hehe
SEMOGA BOTOLNYA CEPET PENUH YAHHH.....^_^ PEACE

iqbal latif said...

hemat gimana...wah itu mah yang seratus dua ratus..maksimal lima ratus koin

ali hadun said...

alhamdulilah,allah tidak henti2nya mengazab lo
maha besar allah pencipta tsunami dan berbagai azab.untuk bangsa terkutuk,bangsa laknatmu ya allah,bangsa yang telah kau buat bernasib baboe dan koelie,bangsa khadam dan khadamah,bangsa sitirahma lonte murahan
wahai kaum berhidung pesek,tuhan kurang suka dengan kalian
buktinya kalian sebagai insan yang serba dikurangi
hidung amblas kedalam.tubuh pendek kecil kurang gizi dan vitamin.
warna kulit kusam dekil tak sedap dipandang,otak dikurangi bodoh gak ketulungan.
walaupun mereka punya kaca tetapi mata mereka tak mampu melihatnya.
maha besar allah yang mencipta semua ini
alhamdulilah tuhan telah menhukum hamas dan melapangkan jalan bagi bani israel.
semoga tuhan terus melindungi umat pilihanmu ya tuhan dan berikanlah kebodohan kepada bangsa yang memang tidak kau sukai
berikanlah azabmu pada kaum ikut2an.sebagai mana tsunami dan gempa jokja.mereka adalah bangsa miskin dan bodoh.
doa.bukanlah senjata.akal fikiran dan kepandaian lebih ampuh.biarkanlah bangsa2 munafik itu bersetru satu sama lain.
amin ya robbal alamien

intan aja said...

hahahaha.. bagus bagus^^
kece kece..

iqbal latif said...

bisa ditiru! hehe