Friday, August 22, 2008

musim maba... mengader...dikader

Menjelang perkuliahan baru. Kampus ramai. Dimana-mana terlihat mahasiswa. Didominasi orang-orang berkaos warna putih, rambut cepak bagi yang cowok serta berkepang bagi yang cewek.  Nampak lelah, layu, bahkan beberapa nampak tertunduk lesu. Pasrah, beberapa juga terlihat tak berpengharapan....jalani saja semuanya...mengalir.

Musin pengaderan. Pengaderan mahasiswa baru. Siklus satu tahunan. Sedikit-sedikit terdengar teriakan. Dari berbagai arah. Kata-kata memprovokasi menguar. Yel-yel jurusan membahana.

Semuanya sibuk dengan pengaderan. Wajah-wajah panitia yang terlihat wah dengan keplek menggantung di leher. Para SC serius merapatkan konsep-konsep. Instruktur-instruktur merapatkan teknis esok hari hingga larut. OC pun begitu, tak kala sibuk. Ada yang menjeprat-jepretkan kamera. Mondar-mandir. Berlarian. Semuanya sibuk. Begitu pula di jurusan ini, di pelataran parkir ini..

Asik juga menonton pengaderan. Entah asiknya ini bermakna apa. Tapi yang pasti, saat nonton dua hari belakangan, saya menyadari bahwa baru kali inilah saya menjadi orang luar. Baru kali inilah saya tak menjadi komponen yang terlibat dari kegiatan pengaderan. Ada rasa yang beda saat saya melihatnya dari kaca mata luar. Entahlah. Berbeda saja. Terasa lebih jernih dan objektif. Ah empat tahun yang telah berlalu.

Agustus 2004, menjadi maba yg takut-takut. Diteriaki. Dijemur. Dipushup. Simulasi-simulasi. Senyum teduh SC. Jaket oranye. Mencekam. Mbak OC yang baik.

Agustus 2005. Bangga mulai tak menjadi maba. Sudah punya adik, adik yang sedang dijemur, yang sedang diteriaki. Sibuk membandingkan dengan pengaderan sebelumnya. Kenapa sih kok mereka diem saja, wah dulu kan kalau kita gitu sudah berontak . Atau kok banyak sekali ya yang sakit, kayak dibuat buat, kita aja dulu..........bala bla bla.  Asik menjadi penonton meski harus disuruh-suruh. Menjadi OC.

Agustus 2006. Berjaket oranye. Berteriak lantang di tengah lapangan parkir sambil membawa megaphone. Pelaksana. Eksekutor. Belum sarapan sudah harus teriak. Nampak berkuasa. Wah. Menjadi IC.

Agustus 2007. Beralmamater biru. Anggun melipat tangan di dada. Tersenyum. Ramah. Wajah-wajah maba yang lugu. Menjadi seorang malaikat yang bijak : SC.

Agustus 2008. Sekarang. Hanya duduk menonton. Tak banyak berkomentar atau menilai. Lebih banyak diam. Hanya sekali saja bernostalgia, tapi tak mencoba membanding-bandingkan. Bahkan hanya diam ketika seorang teman berkomentar. ”lihat tuh si x, sok gaya jadi instruktur, dua tahun lalu saja tak marahin bisanya cuma diem menunduk”.  Ditambahi teman yang lain : ”di posku lo, habis keluar langsung nangis, tanyakan aja Y yang Scnya”. Y, SCnya dua tahun lalu hanya snyum-senyum membenarkan.

Tapi saya, sekali lagi, terdiam. Diam. Hanya saja bersamaan dengan itu berbagai macam pikiran menyergap. Benar, benar sekali, teramat berat untuk menjadi seorang pengader. Pengader yang benar-benar pengader. Bukan masalah marah-marahnya bagi instruktur, atau kalimat-kalimat bijaknya bagi SC. Sungguh itu teramat mudah. Mudah sekali. Semuanya bisa dilatih dan dipelajari. Tapi yang justru paling sulit adalah menjawab suatu pertanyaan besar : sudahkah kita menjadi seseorang yang sudah kita omongkan itu, yang kita gembor-gemborkan, yang kita doktrinkan ke maba itu. Atau kalau toh belum, sudahkah kita mencoba untuk menuju itu. Mengingat itu, maka saya kembali melihat diri sendiri. Dulu, setahun dan dua tahun kemarin, tidakkah yang keluar dari mulut saya hanya omong doang. Tidakkah yang saya gembor-gemborkan di depan maba dua tahun yang lalu hanyalah sebuah kalimat hasil latihan yang tidak diikuti oleh sebuah keteladanan. Dan tidakkah kalimat bijak nan memotivasi yang saya serukan kepada maba-maba saya setahun yang lalu itu hanyalah gaya-gayaan saja. Yang baru saja dicuplik dari buku pengembangan diri. Yang bahkan belum saya implementasikan sama sekali.

Dan komentar teman saya itu? Ah itu mungkin sah-sah saja. Sangat sah. Hak dia untuk menilai demikian. Tapi tidak bagi saya. Saya tak berani menimpalinya, atau menambahi. Jika teman saya itu berkata itu mengenai adik angkatan saya itu, bukankah suatu hal yang tidak mustahil juga jika dua tahun yang lalu kata itu juga terlontar dari senior saya. Bahkan mungkin lebih buruk. Lebih mengejek. Atau bahkan lebih obyektif. ”wah iqbal tuh sok aja sekarang teriak-teriak di megaphone, dulu aja diem menunduk di belakang pas beginian”.

Begitukah? Keteladanan. Sinkronisasi antara kata dan perbuatan. Benar memang bahwa kebaikan itu itu harus kita terima meski dari seseorang yang kurang baik atau yang sebenarnya belum menjalankan kebaikan itu. Tapi ah, alangkah indahnya jika petuah indah yang terucap, terlebih dahulu terlakukan. Betapa mulianya tatkala kalimat-kalimat hebat itu, doktrin-doktrin besar yang dicekokkan ke maba itu, sebelumnya memang sudah menjadi jiwa dari si pengomong. Betapa kita semakin merindu sosok Muhammad.

 

7 comments:

Koko Nata said...

Musim berburu daun muda telah tiba! ^_^

fifi hasyim said...

do u know...?
sy kemaren cuma geleng2 masalah logo. Senior sy yg sgt sy hormati. ah tidak, berapa org di dunia ini yg berfikir solutif. naasnya, sy cuma bisa diam. diam dan tidak berkutik. hal yg sgt sy inginkan, semoga kelak semua org 'dapat memberikan hal yg baik dg cara yg 'baik' pula'. hanya itu. teman sy pernah memberikan nasehat kpd teman sy (jg) yg jd SC saat minta nasehat (bingung y?), nasehatnya untuk SC: Jangan bohong!
satu kalimat saja. gak tau knapa tmen sy kok ngasih nasehat itu (mgkn pengkaderan dalem bgt maknanya bagi dia, but me....i just want to enjoy it, ini adalah salah satu cara senior sy menyambut sy, dan sy harus terima, at least...be positive thinking! gak berat meski saat inagurasi blum dpt 'K' sempat sedih...he3x).

AKP Yudi Randa said...

mas ternyata dikau disurabaya ya..
baru ngeh daku..:D

iqbal latif said...

ngertu aja? he..he... g segitunya kali

iqbal latif said...

bekum dapet K??? he..he dulu saya pas angkatan memperjuangkan K g terlalu ngurus (ini jeleknya saya), bahkan pas acara inagurasi pengukuhan K-44 pun kagak datang, menyendiri di kos (payah ya saya?). kadi rada males2 jg pas ngomongin masalah K ini pas jadi SC kemarin

iqbal latif said...

baru tahu ya? kan di lokasi sudah ditulis...
ngehnya pas liat apaan??

abdul halim said...

saat keinginan menyepelekan mulai membenih. saat titik keangkuhan dan kesombongan mlai menyergap. sadar atau tidak. mau ataupun enggan. ingin ataupun muak. diterima atau dibantah. perbuatan kita sudah tidak suci lagi.