Friday, February 10, 2012

Percayalah, kekhawatiran itu lebih banyak yang berlebihana

Semua ada masanya, semua ada penyelesaiannya. Dan percayalah, 95 % dari kekhawatiran itu sama sekali tak berdasar.

Ingatkah, kau? Kelas dua SD dulu, ketika masa-masa lucu nan menggemaskan itu, betapa kakak-kakak tingkat kelas tiga kerap kali menghembuskan tentang sebuah momok pada pelajaran berhitung kelas tiga. Adalah porogapit namanya. Konon, begitu yang dikatakan oleh kakak-kakak tingkat kala itu, materi itu begitu sulitnya hingga siapapun bakalan dibuat pusing olehnya. Kau, kala itu, lazimnya yang lain, juga dibuat sedikit gentar olehnya, meskipun ada rasa penasaran tentang seberapa sulitkah itu sebenarnya.

Di kelas dua SMA, kau tentunya masih ingat dengan jelas, peristiwa yang sama kembali berulang. Sejarah selalu berulang, begitu kata orang-orang, dan aku tahu kau mulai sedikit mempercayainya. Persis dengan peristiwa tahunan sebelumnya itu, lagi-lagi anak-anak kelas tiga meniupkan aroma yang sama; ‘hai kawan, diferensial ini tak ada apa-apanya. Kelak di kelas tiga kau akan menemukan tantangan yang sebenarnya. Integral namanya.’

Begitu juga masa kuliah, begitu juga masa-masa mencari kerja, begitu juga yang setahun yang lalu, begitu juga yang barusan. Bukankah kau dulu beberapa kali memikirkan tentang bagaimanakah cara mengerjakan skripsi ketika baru saja menginjak kuliah? Memikirkan yang tidak-tidak, sedikit ‘takut’. Juga tentang bagaimanakah kerja itu, tentang apakah kau masih sempat menonton sepakbola di sore hari.

Tetapi, kemudian kau tahu sendiri akhir dari itu semua. Mengerjakan porogapit di kelas tiga, sama mudahnya dengan menyelesaikan perkalian di kelas dua. Membabat habis soal-soal integral di kelas tiga, ternyata sama cepatnya dengan menuntaskan kasus-kasus diferensial di kelas dua. Begitu juga yang lainnya. Iya, benar, memang ada tekanan yang lebih, ada beban yang meningkat, tapi nyatanya itu hanyalah sebuah konsekuensi dari pertumbuhan. Tak ada masalah.

Maka kini, ketika ketakutan-ketakutan tentang sesuatu di depan itu tiba-tiba menghadang, kau tahu betul apa maknanya. Semisteri masa depan itu, semisteri itu pula ketakutan-ketakutan itu. Setakmenentu tentang hal-hal di depan, setak menentu itu pula kekhawatiran-kekhwatiran itu mestinya berlaku. Dan karena tabiat manusia yang memang kerap kali berlebihan untuk banyak hal, maka percayalah, 95 % dari ketakutan dan kekhwatiran itu sama sekali tak berdasar. Maka maju  membawa serta semua yang kau punya, melakukan serta semua yang kau bisa, adalah jawaban terbaik untuk menghadapinya.

Begitupun sebaliknya. Hal yang sama ternyata berlaku tentang bayangan-bayangan keindahan di depan. Berlebihan, itu pula kata yang nyatanya masih berlaku. Tapi tentu saja, itu bukanlah larangan untuk sebuah harapan. Hanya, bersederhana saja untuk semua itu. Sebab memang harapan adalah pemantik untuk sebuah optimisme.  

Itu saja. Kau jauh lebih tahu tentang ini itu. Berdoa sajalah! Sebab doa adalah senjata orang-orang beriman.

Selamat menghitung hari-hari!

28 comments:

rinda erinda said...

owalah, poro gapit maksudnya :/ hehehe sayang gak ada simbolnya di hp saya

rinda erinda said...

kalau belajarnya bertahap, sedikit demi sedikit, yang sulit jadi gak terasa sulit. Beda kalo maunya cepet2 langsung lompat kelas..

rinda erinda said...

oh ya, kata guru saya sih, khawatir itu termasuk penyakit hati..

tun hidayah said...

pas banget, kena. makasih

fauziyyah arimi said...

^^d

tintin syamsuddin said...

be positive think..

tintin syamsuddin said...

porogapit? baru denger oi..

Rifki Asmat Hasan said...

ternyata hampir sama dengan saya. pernah ngalami kekhawatiran waktu sekolah di SD, SMP, dan SMA, bahkan kuliah

Sukma Danti said...

aamiin...

makasih Bal... T,T

akuAi Semangka said...

"seolah-olah, tulisan ini ditujukan kepada siapapun yang membacanya" :)

Moes . said...

Ada yang bilang bahasa indonesia itu mudah, padahal kenyataannya mereka yang mengatakan seperti itu tidak mengetahui seluk beluk bahasa Indonesia.

iqbal latif said...

iya, mbak. Poro kan artinya bagi, gapit ya di apit. Caranya kan memang, angka yang mau dibagi digapit gitu.

iqbal latif said...

iya, makanya, kalau nanti punya anak, kayake nggak mau memasukkannya ke kelas akselersasi :)

iqbal latif said...

kena apanya? he he


sedang khawatir kah?

iqbal latif said...

???

iqbal latif said...

iya....itu gambar apa ya HS-nya? :)

iqbal latif said...

sekarang sudah denger kan?

iqbal latif said...

waduh, postingan bahula. Belum ada yg komen. Belum jadi selebritis :p

iqbal latif said...

ini amin untuk yg mana ya, dant? he he


terimakasih balik

iqbal latif said...

kayak dejavu, nih... Serasa pernah baca

iqbal latif said...

kok jadi ngomongin bahasa indonesia, ya? :)

desti . said...

terkadang kekhawatiran itu membuat kita melakukan persiapan lebih :)

akuAi Semangka said...

sumber: Yulianti, 2011 :D

ainin shofiawati said...

Jleb jleb T_T

iqbal latif said...

InsyaAllah sudah siap, kok. #eeh

iqbal latif said...

tidak dikenal :)

iqbal latif said...

tdk berdarah ,kan? :)

desti . said...

sip ^^d
hehehe...