Wednesday, August 25, 2010

gadis-kecil- penjual-kolak

Mungkin memang benar kalau kita punya sepotong wajah yang benar-benar kita sukai. Sepotong yang tak merujuk ke satu orang, tapi sepotong yang merujuk ke satu bentuk ekspresi. Atau mungkin guratannya, atau mungkin lekuk-lekuknya. Atau mungkin warnanya. Atau mungkin entah.

Aku menemukan sepotong wajah itu di suatu sore yang masih terik. Matahari masih garang membakar kulit, tapi gerombolan orang-orang yang hendak pulang telah mulai berkurang. Semilir angin tak juga membelai. Dan saat itulah, tiba-tiba di sebuah sudut itu, aku mendapatinya. Jilbabnya biru teduh dengan cara memakai yang tak bisa dibilang rapi. Tatapnya menerawang jauh, sendu, dan terkesan romantis. Harusnya memang latar kejadian ini di sebuah taman dengan guguran sakura, tapi tak apalah, justru jauh lebih bermakna kala aku menemukannya terduduk di pinggir sebuah terusan penghubung antara halte dan sebuah tanah lapang tempat kendaraan terparkir berada.

Pertama kali melewatinya, aku tak melihatnya. Atau mungkin lebih tepatnya tak terlalu memperhatikannya. Aku melihatnya, tapi aku alpa mengidentifikasi dia sebagai dia. Hanya berlalu di depannya yang terduduk. Melihatnya hanya karena semua objek di depanku sudah sewajarnyalah terlihat olehku. Tak lebih dari itu.

Kemudian, aku bisa bilang detail tentangnya justru ketika aku telah mengendarai motorku. Dari tempat motorku terparkir, untuk pulang, sekali lagi aku memang harus melewatinya. Meski dengan sisi yang berbeda. Saat itulah, oh Ibu, aku menemukan wajah itu menerawang sendu. Membuatku tertegun barang sebentar. Ia terduduk di depan dagangannya yang bahkan sesaat sebelumnya tak terlirik mataku. Tak terlalu banyak bicara untuk menawarkan dagangannya yang juga tak terlalu pasti kutahu jenisnya. Esok harinyalah kemudian aku baru tahu kalau ada kolak pisang dan gorengan di sebuah wadah kecil di depannya.

Aku tak berhenti dari motorku kala itu, tapi itu lebih dari cukup untuk membuat lajuku seketika memelan dengan perlambatan yang drastis. Uow, dia masih kecil, ya aku jelas-jelas mengetahui kalau ia hanyalah gadis kecil. Tapi aku yakin, dari tatapan itu, oh Tuhan, itu bukanlah tatapan orang-orang tertekan yang terpaksa. Aku bisa membedakannya, tentu. Aku bahkan yakin (dengan setengah berharap), kesendiriannya menghadapi dagangannya itu, atas sebuah alasan baik. Atas sebuah kesadaran oleh sebab pemahaman. Atas sebuah mimpi.

Sebab di esok-esoknya, aku melihatnya tak sendiri lagi. Ada ibunya di situ. Dan ia tetap di situ, masih setia, membersamai sang ibu. Dengan tatapan yang itu-itu. Dengan langkahku yang melewatinya dalam ragu.  Mungkin ia menjadikan hal itu ltak ubahnya permainan yang menyenangkan. Tentang berapa kolak pisang yang laku, tentang berapa gorengan yang masih tetap terpaku.

Maka akupun akan menikmati setiap potongan sore itu. Setiap melewatinya. Setiap memastikan berpakah dagangannya yang masih tersisa. Setiap melewati tatapan menerawang sendunya.

Setiap….

  

16 comments:

Siska Rostika said...

Ga mampir mas?

iqbal latif said...

sekali mampir beli kolak pisang.. he he. sekalian nostalgia mkn kolak di rumah

dina riandani said...

jadi teringat masa kecil di Bontang saat Ramadhan tiba.. saya pun berjualan keliling Hop IV kala itu.. walau peluh, walau tetap berpuasa, tetap saja yang kuambil adalah langkah dengan sedikit berlari-lari kecil menjajakan kue2 buatan mama tercinta.. saya tau rasanya, bukan tentang uang, hanya kebahagiaan seorang anak.. terlebih bila dagangan dalam kotak itu telah habis. mama tidak pernah memintaku untuk berjualan, hanya jiwa petualangankulah yang menantangku.. justru sekarang rasanya rindu masa itu..

iqbal latif said...

semoga rasa yg sama yg ada di hati gadis cilik penjual kolak itu

Lani Imtihani said...

dipalkon ya?

iqbal latif said...

falcon, mb! bukan palcon :)

Lani Imtihani said...

anggep aja aq orang sunda lah..he..maklum..nda pernah kefalcon :D

akuAi Semangka said...

Wow, falcon? *membayangkan kelompok burung dari famili Falconidae, hehe*

besok, kau amati lagi ia. Berhenti sejenak untuk tahu namanya. Atau umurnya. Atau mungkin dia punya kakak perempuan yang sebaya denganmu. Hahaha..

iqbal latif said...

jiah, si ai.. burung apa yg msk famili falcon?

akuAi Semangka said...

Alap-alap. Termasuk alap-alap capung, my fave! Hoho..
Tau ga? Burungnya mirip elang, hanya ukurannya lebih kecil..

Googling laah.. :D

iqbal latif said...

alap" itu sriti itu kah? atau mirip itu lah

akuAi Semangka said...

Sriti? Apa tuh? Ga familiar dengan nama lokal euy..

iqbal latif said...

burungnya jarang hinggap. banyaklah pokoknya di kampung

desti . said...

klo aq ksana,, masih ada nggak ya?

iqbal latif said...

kpn? btw, sekarang dy g berjilbab lagi. jadi kurang gmna gt

desti . said...

rencana IA tgl7 dr Jogja,,
kurang gimana,, lha gimana y