Wednesday, May 4, 2011

lontong balap kenangan

Lontong balap. Barangkali tak ada yang spesial dari makanan ini. Hanya lontong yang diiris-iris, lento dan tahu yang juga diiris, lalu tauge dalam kuah yang agak coklat. Sambalnya sejenis petis berwarna coklat agak kehitaman. Lalu  ada kerang ditusuk batang kecil bambu, membentuk seolah sate, sebagai pelengkap.

Tak ada yang spesial. Ya, mungkin itulah yang bisa saya ungkapkan. Sebagai sesorang yang tak terlalu suka menjelajahi rumah-rumah makan untuk wisata kuliner, menurut saya, tak ada yang spesial dari makanan itu. Enak sih enak, tapi tak ada yang spesial. Hingga saya tak perlu mengorbankan satu dua hal untuk mendapatkannya. Ini lah yang kemudian berlaku umum, tiap harinya saya lebih suka mencari makan di tempat-tempat terdekat dari rumah. Lebih praktis, lebih cepat.  Tak ada rutinitas berburu makanan-makanan aneh di tempat-tempat jauh.

Tapi pagi itu, menjadi agak sedikit beda lah kesimpulan itu. Sudah ribuan kali sepertinya jalan itu saya lewati. Namun baru kali itu, ada sebuah warung kecil terbuat dari tripleks yang membuat saya berjanji untuk menghampirinya sepulang kerja sorenya nanti. Dilihat dari bangunannya, agaknya warung itu baru saja berdiri. Mungkin baru satu dua hari ini. Apa yang tertulis di spanduk depannya itu lah yang menggerakkan saya: “sedia lontong balap.”

Sudah sering saya bilang, bukan tentang kapan, bukan tentang dimana, atau juga bukan tentang apa, tapi tentang siapa itu lah yang penting. Membaca spanduk itu, saya tak teringat lentonya yang boleh jadi enak, atau teringat surabaya sebagai asal makanan ini, tapi saya teringat sebuah nama. Awalnya saya tak terlalu menyadari hal ini, tapi saya juga tak bisa berbohong, bahwa kenangan bersama itu lah yang menggerakkan ini. Apa yang membuat saya tiba-tiba menginginkan lontong balap itu kala melihatnya adalah memori tentang peristiwa tiga tahunan yang lalu. Di sebuah warung tenda kecil pinggir jalan, berbatasan dengan kawat berduri dimana di seberangnya ada hamparan sawi, di sebuah kota dimana sekitar empat tahun hidup ini merunuti jalannya, saya pernah makan lontong balap ini berdua dengan seorang kawan. Mungkin begitu menikmati saat-saat itu, hingga mudah saja terbangkitkan. Bahkan ketika hitungan tahun telah begitu cepat menjalar.

Maka, seperti yang sudah disebutkan, berjanjilah saya untuk mampir di sore harinya. Bukan untuk dibungkus, sebab itu akan mengurangi memorabilianya. Tapi dimakan di situ, meski harus sendiri menghabiskannya. Sayang sekali, saya tak kepikiran untuk meng-SMS-nya kala mulai menikmati tiap sendok kenikmatannya.

Begitulah! Kenangan, akan senantiasa untuk mencoba kembali bangkit di kekinian. Mungkin itulah kenapa, jika tak ditujukan untuk mengambil pelajaran, kita dilarang untuk mengingat-ingat kebiasaan buruk kita di masa lalu.

“akh, jika sedang menurun, setidaknya cobalah mengingat-ingat romantisme ketika pertama kali halaqoh. Semoga itu bisa menjadi pemicu semangat”

Menjadi benarlah nasehat pendek itu empat hari lalu. Dalam sebuah lingkaran kecil. Di malam yang menjelang larut.



#buat bai: kapan kita kembali menikmati lontong balap depan Perumahan Galaksi? Kali ini berempat. Bersama istri dan juniormu. Ataukah berlima?

26 comments:

HayaNajma SPS said...

pengen

AtieQ Savitri said...

Deket rmhku jg ada warung lontong balap :D. Enak memang.

iqbal latif said...

@berry..sdh pernah makan, blm?
@Aisav...harganya berapa, ya? Lumayan sehat lah. Bnyk sayurnya

akuAi Semangka said...

Dengan lontong kikil bedanya cuma di kikil aja kah? Kemarin wiskul di kedai Lamongan cuma ada menu tahu tek2 dan lontong kikil.

fauziyyah arimi said...

semoga berlima :-)

HendraWibawa WangsaWidjaja said...

sebuah renungan dalam sepiring lontong balap ... he he he ...

iqbal latif said...

@akuai...sepertinya agak beda. Entah aq pernah makan ato tdk lontong kikil it. D jatim bnyk sekali mknan lontong2 gt
@faraziyya.. :)

iqbal latif said...

@hwwibntanto...hoho. Begitu, ya? Kmrn sore mw mampir pas hujan2, eh sudah hbs

HendraWibawa WangsaWidjaja said...

untung renungannya tidak ikut habis ... he he he ...

iqbal latif said...

Suruh kulakan lagi kalo habis :)

rahmah ... said...

Lontong balap aja diresapinya dalam banget..
Bener2 deh mas iqbal ini huehehe

iqbal latif said...

Lontong balap mah g diresapi, tp dimakan hehe..

HayaNajma SPS said...

belum :) belum pernah nemu di sini

desti . said...

wah di mana itu persisnya?
*membuatku berjanji akan menghampirinya klo mudik. hehehehehe :D

iqbal latif said...

@ber...kayake adanya it d daerah yg orang jawatimurnya banyak :)
@desti...hoho. Tertarik kah? Kayake blm pernah makan, ya? Memang mudik kpn? lebran?

desti . said...

ngeliat fotonya jadi penasaran ngicipin. hehe, iya belum. rencananya c gitu, tapi siapa tau bisa mudik darurat sebelum itu *ngarep

~tidak menjawab pertanyaan ni

iqbal latif said...

Kemarin sore k sana. Hehe. Sayure lmyn bnyk, karena yg dominan kecmbh..
Tgl 20 sby k bntng

desti . said...

ya baiklah, klo saya udah di bontang aja nanya lagi..

oh ya? ngapain? keliling bontang? mesti gara-gara bontang termasuk kota dengan pendapatan perkapita terbesar.. *seokteu

iqbal latif said...

Kata siapa terbesar, des? Mungkn kalo pendapatan dbg penduduknya, tmsk salah satu terbesar. Mungkin..
Ada penancngan pertama pembngunan pbrk br, des?

iqbal latif said...

Haruse tdk diakhri tanda tanya untk kmen diatas. Tp titik.

khaleeda killuminati said...

hwaaaaaaaa.... lontong balaapppp.... kangen surabaya :'(

iqbal latif said...

suka nggak, da?
di balikpapan pasti ada lah yg menjual..kan banyak orang jatimnya

khaleeda killuminati said...

suka bangeeeeeeettttt.... iya, ada. bahkan aku ketemu mie pangsit dan tempe penyet surabaya di balikpapan. yang jual asli arek suroboyo. tiap kali makan sama kakak di sana, pasti jadi keinget kenangan di surabaya. soalnya kakak dulu juga kuliah di surabaya, di sebelahnya kampusmu iq, Luqman Al Hakim, Hidayatullah. jadi nostalgiaan deh. hehe

iqbal latif said...

kalo mie pangsit sama tempe penyet kan banyak di tempat lain..ho ho

la, aku, beli di lontong balap itu langsung dibasa jawai, "ngunjuke nopo, mas?" ha ha

ow, yang deket laguna itu? pernah ke sana juga... yg sering diundang itu ust syaifudin

khaleeda killuminati said...

tapi ini mie pangsit dan tempe penyetnya emang cabang yang di Surabaya itu, iq. jadi nuansa Suroboyonya juga kental (selain logat penjualnya yang kental)

iya, laguna. aku ke sana pas wisudaan kakak aja. masyaAlloh, ga ada akhwatnya. hehe...
kakak dulu juga ikut KAMMI komsat ITS kok iq, pernah di kepanduan juga. tapi duluuu... sekarang nggak lagi. hehe..

iqbal latif said...

ya ya, bolehlah! nanti kalau mgunjungi teman yg di Balikpapan bisa tak sambangi... Kalo pangsit agak mengurangi aku... Ngeri kalo lihat penyedapnya...

kata 'dulu'nya kok kayake dipertegas gitu?he he...banyak huruf u-nya.... :)