Sunday, March 16, 2008

Catatan Seorang Pengader (Episode menjadi maba)


Awal mulanya, postingan saya sebelumya sebenarnya saya gunakan sebagai intro tulisan saya yang ini, tapi entah mengapa saya kok berpanjang-panjangan. Itu malah jadi cerita sendiri. Jadinya saya sendiri yang kebingungan melanjutkannya. Saat itu entah mengapa saya begitu emosi menuliskannya. Marah, kecewa, tertawa, sedih, dan entah apalagi semuanya teraduk sempurna menyertai ingatan menyusuri  potongan-potongan kejadian tahunan yang lalu itu. Saya berkeinginan menuliskan itu semuanya sudah sejak dulu, sejak saya menjadi instruktur. Tahun 2006 yang lalu tepatnya. Tapi entah mengapa itu tidak terlaksana juga, tak ada energy untuk memulai, dan tak cukup bekal untuk melanjutkan. Sampai pada akhirnya saya (secara tak terduga) menjadi SC.

Saya pernah menjadi keempat komponen dalam pengaderan (di jurusan saya disebut Chemical Student Day). Di tahun pertama tentu saja saya seorang maba yang menjadi objek dari pengaderan ini. Berangkat pagi-pagi dengan tas kresek merah di tangan (dalam kresek merah ini berjejal barang penugasan, mulai dari peralatan sholat sampai botol air mineral berlogo HIMATEKK) serta  berjalan berduyun-duyun karena memang tak boleh membawa kendaraan. Seragam saya kala itu adalah blue jeans dan kaos dominan putih dengan pita oranye selebar 3 cm diikat di lengan sebelah kanan. Satu lagi : kami juga harus memakai topi berlogi HIMATEKK hand made.  Yang saya rasakan kala itu hanyalah betapa susahnya untuk hanya menjadi seorang mahasiswa. Setelah melewati perjuangan menghadapi soal-soal SPMB, terus harus daftar ulang dengan nominal rupiah yang cukup mencekik kala itu, ternyata saya masih harus menghadapi seringai mengejek senior-senior. Bentakan, hardikan, cemoohan serta hal lain yang pastinya bukanlah sebuah penghargaan buat kami adalah makanan sehari-hari saya (dan tentu saja maba lain) kala itu. Sang tokoh yang memerankan ini disebut instruktur comitee. Kami para maba menyebutnya dengan sebutan instruktur saja.

Masa paling dag dig dug dari kegiatan pengaderan adalah saat jam enam pagi. Jam enam pagi adalah waktu ketika portal masuk menuju kampusku dibuka oleh pasukan jaket oranye, seragamnya para instruktur. Jalan kami pelan, baris sesuai kelompok. Sementara celotehan instruktur sudah mulai meningkahi pagi. Kami dag dig dug demi membayangkan sarapan apakah gerangan yang bakal kami dapatkan hari ini. Tentu saja kami sudah menggambarkan bahwa kami akan dijemur hidup-hidup karena kami belum berhasil menyelesaikan tugas yang sudah diberikan kemarin sore. Dan kemudian instruktur maju ke depan, mengabsens kami. Pemimpinnya adalah seorang dengan perawakan kecil tapi kekar. Rambutnya gondrong tapi rapi. Dan apabila berteriak akan menyiutkan nyali siapapun yang mendengarkan. Berat dan dalam. Dialah yang di kemudian hari akan menjadi orang pertama yang mengajariku sebuah arti kata profesionalisme.

Sedangkan masa yang paling melegakan dari rangkaian pengaderan itu adalah ketika para SC turun. SC adalah kependekan kata dari Steering Comitee. Seragamnya adalah jas biru, almamater kami. Nampak berwibawa dengan senyum manis yang mengembang. Sesekali mereka juga mengungkapkan kekecewaan tatkala kami tak juga berhasil menyelesaikan penugasan, mirip sekali dengan kekecewaan seorang ibu mendapati anaknya pulang kesorean. Tiap kelompok dipegang oleh satu SC. Kami biasanya duduk melingkar. Dan saat seperti inilah kami baru bisa tertawa-tawa, mengadu, mengeluh, mengutarakan segala kendala yang menghambat kami. Kami curhat sepuasnya, tanpa sadar itulah yang justru menjadi titik lemah kami.

Dan begitulah rangkaian dari pengaderan ini. Instruktur, sc, instruktu, sc. Bergantian. Setelah dimarahi maka kami akan bisa tertawa-tawa. Terus dimarahi lagi. Ketika sesi SC kami berat untuk mengakhiri karena tahu setelah ini pasti giliran para jaket oranye yang beraksi. SC tak ubahnya adalah malaikat pelindung kami dari kejaran setan oranye. Tatkala SC tak ada di sisi kami maka orang-orang berjaket oranye itu akan dengan leluasa mengahardik kami. Entah mengapa saya kok waktu itu lugu sekali, tak bisa menalarnya secara sehat. Mana mungkin semuanya berjalan sedemikian teratur, bahwa setelah SC selesai maka instruktur datang. Tak mungkin tak ada sebuah koordinasi rapi untuk mendisein ini semua. Tak mungkin instruktur tahu sedetail itu tentang kelemahan kami tanpa diberi tahu SC. Dan pada akhirnya tak mungkin SC tak berkomplot dengan Instruktur.

Sore hari, jam lima, kami baru bisa menarik nafas lega. Itu adalah akhir untuk hari ini. Tapi walaupun begitu kami tak bisa membayangkan untuk pulang ke kostan untuk merebahkan badan di kasur. Hari esok sudah membayang. Dan waktu menuju kesana tak lebih dari 12 jam. Setumpuk penugasan sudah memenuhi otak. Tak ada istirahat. Kami berjalan pulang dengan langkah gontai terbayang kata-kata komting untuk berkumpul kembali setelah isya’. Dan tentu saja itu tak lain untuk kembali mengerjakan tugas. Dalam pikiran saya kala itu: enak sekali menjadi mas dan mbak panitia itu, tak perlu mengerjakan tugas. Sedang kami, oh mana mungkin tugas sebanyak itu bias kami kerjakan dalam waktu semalam.

Semuanya kemudian berulang-ulang.

Demikianlah garis besar hari-hari kami menjalani pengaderan hampir empat tahun yang lalu itu. Mengingatnya kembali sungguh membuat saya menyunggingkan senyum. Ada banyak hal konyol yang terjadi. Ada banyak lelucon yang tidak pernah basi untuk kami bahas lagi. Ada kejutan, ada tangis, ada sikap kanak-kanak kami. Entahlah apa hanya itu yang kudapatkan dari kegiatan itu. Tapi yang pasti yang sering aku dan teman-teman ingat kala berkumpul hanyalah itu. Kami tak pernah membahas materi yang disampaikan dalam pengaderan itu. Jarang sekali kami membahas team work building, peran fungsi mahasiswa, hakekat manusia, loyalitas pada himpunan, atau kebanggaan. Kalaupun toh dibahas pastilah kelucuan-kelucuan yang terjadi yang kami bicarakan.

 Apakah saya mahasiswa yang buruk?

Entahlah.

 

NB: untuk temen2 satu kelompokku dulu (Diniyah, gape, fajar, panca, diah KR, ical, kardut),  katanya SC kita mau menikah ya?

1 comment:

Priyo Kuncoro Justice said...

Wah, bersyukur jadi mahasiswa sini. Ospeknya de best.