Saturday, March 6, 2010

Mendadak (Tanjung Selor via) Tarakan

Lepas membaca The Naked Traveler, kala keinginan lama untuk keliling indonesia itu tiba-tiba dengan sangat sukses dibangkitkan Trinity, si penulis buku itu, di sebuah sore saat saya baru saja tiba di rumah, layar ponsel saya menunjukkan seseorang sedang menelpon. Saat itu ponsel  memang saya silent dan tak juga mengaktifkan nada getar, jadi suatu kebetulan sekali jika saya refleks merogoh ponsel di saku celana dan mengambilnya untuk dipindahtempatkan ke meja. Nama patner kerja saya yang tertera dalam layar itu. Jarang-jarang sebenarnya ia menelepon, kebanyakan sms. Dan jika kemudian ia menelepon kala itu, hanya ada satu kemungkinan yang melandasinya ; masalah pekerjaan.

Dan benar saja;

“Bal, besok hari senin sama selasa kita dinas”.

Sumpah, saya benar-benar kaget kala itu. Kaget-kaget senang lebih tepatnya. Kekagetan yang setidaknya diakibatkan oleh  tiga hal. Yang pertama karena faktor hari senin dan selasanya. Bayangkan, hari itu jumat sore, menjelang maghrib, jika memang acara dinasnya hari senin dan selasa, maka setidaknya saya sudah harus berangkat ahad atau sabtu. Jika sabtu, itu artinya besok. Dan jika berangkat besok, maka malam ini saya harus cepat berkemas. Dan jika malam ini berkemas, maka….

Yang kedua karena ini bakal pertama kalinya saya dinas. Sekali lagi, pertama kali. Kata pertama kali selalu menjadi sesuatu yang istimewa yang seringkali dengan senang hati membuat seseorang mau mengabadikannya dalam ingatan. Kita akan lebih mudah untuk dimintai cerita tentang pengalaman pertama kita melakukan sesuatu, atau merasakan sesuatu, atau memiliki sesuatu. Ketimbang pengalaman yang kedua, ketiga, keempat, atau kebanyak.

Yang ketiga karena siangnya saya ‘ngiler’ pingin datang di Islamic Book fair yang sedang digelar di Jakarta oleh sebuah status YM teman. Sejak jaman kuliah, saya sebenarnya sudah memendam hasrat ingin mengunjungi pagelaran itu. Ingin merasakan bagaimanakah rasanya berada di antara lautan buku, di antara stand-stand penerbit, atau berebut meminta tandatangan penulis favorit. Anda mungkin bingung,  apa sebenarnya hubungannya antara Islamic Book dengan dinas. Tak ada hubungan langsung sebenarnya. Hanya, seringkali kata dinas diasosiakan dengan dinas ke jakarta oleh karena kekerapan perjalanan dinas ke sana dari perusahaan saya.

“Ke tanah grogot”

Begitu lanjut teman saya pada akhirnya. Sebuah kelanjutan yang berhasil mengeliminir alasan ketiga dari penyebab kekagetan saya tapi semakin menebalkan alasan pertama. Memang, saya tak terlalu familiar dengan nama  kota itu, tapi dari kebiasaan membaca Kaltim Pos pas jaman masuk kerja shift dulu, setidaknya saya punya gambaran bahwa itu adalah sebuah kota di Kaltim yang sepertinya bakal menempuh perjalanan yang berat untuk menjangkaunya.

Dua info penting itu saja setidaknya yang teman saya sampaikan via telpon kala itu. Sebab ia sendiri memang belum begitu jelas mengetahui tentang dinas tak biasa ini. Hanya saja, lewat komunikasi lanjutan setelahnya, ia mengabarkan kalau kami akan menghadiri sebuah seminar kementerian lingkungan hidup. Ia juga mengabarkan kalau ba’da maghrib kami disuruh ke rumah kadept untuk mengambil surat perintah dinas.

Entah seperti apa perasaan saya kala itu, antara senang, kaget, bingung, dan entahlah. Senang, karena apa yang dibangkitkan Trinity dalam The Naked Traveler itu ternyata tersalurkan juga. Meskipun harus dibingkai dengan sesuatu yang bernama ‘dinas’, setidaknya saya bakalan menjejakkan kaki di satu kota baru yang namanya hanya saya dengar saja sebelumnya.  Kaget, karena lasan yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Dan bingung, karena saya, dan teman saya tentunya, buta sama sekali mengenai Tanah Grogot itu; bagaimanakah cara menuju ke sana, bagaimana nantinya di sana, serta bagaimana-bagaimana yang lain.

****
Ba’da maghrib, kami berdua kahirnya tiba juga di rumah Kadept. Disambut ramah oleh bapak Kadept, kami berdua masuk dan mulai duduk di sofa. Di sanalah kemudian saya mendapatkan penjelasan lebih lengkap tentang potongan informasi sebelum maghrib tadi. Kita akan menuju tanjung selor kebupaten Bulungan, bukan Tanah Grogot yang sebelumnya diinfokan teman saya. Acaranya juga bukan Seminar Kementerian Lingkungan Hidup tapi Rakorda Lingkungan sekaltim. Masalah ketiba-tibaan, itu karena memang fax undangannya datang sore itu juga. Sebenarnya bukan Departemen Dalpros—departemen tempat saya bernaung-- yang seharusnya berangkat, tapi Departemen K3LH. Merekalah yang lebih berkompeten dengan masalah ini. Hanya saja karena tak ada satupun yang bisa berangkat, maka jadilah departemen lain yang paling dekat dengan masalah lingkungan ini yang berangkat. Dan itu adalah Departemen Dalpros.

Masalahnya, Bapak Kadept juga tak tahu banyak mengenai Tanjung Selor itu. Beliau kemudian hanya memesankan pesawat untuk kami terbang dari Bontang ke balikapapan esok pagi. Anda mungkin tahu, bahwa bandara Sepingganlah bandara terbesar di Kaltim. Di bandara Sepinggan itulah aktivitas penerbangan dengan menggunakan pesawat kecil berada, bahkan ke kota-kota kecil di Kaltim.

Sampai saat itu, kami belum tahu bakal naik apa ke Tanjung Selor dari  Balikpapan.

***
Bertanya dan googling, dua hal itulah yang bisa kami lakukan di sisa malam itu. Saya bertanya, dan teman saya googling sebab ada koneksi internet di rumahnya. Beruntungnya, saya punya kakak yang pekerjaannya memfasilitasi dia memilki teman-teman di pelosok Kaltim. Segera saya kabari dia dan berharap ada informasi yang bakal saya dapatkan.

Tanjung selor itu terletak di kaltim sebelah Utara, sudah mendekati Malaysia. Ada dua opsi yang paling rasional menuju ke sana—yang tidak rasional tentunya via darat yang katanya bakal menempuh seharian. Yang pertama naik pesawat kecil dengan tujuan langsung Tanjung Selor tapi tidak setiap hari ada penerbangannya. Yang kedua naik pesawat komersil ke Tarakan lalu menyeberangi laut naik speed boat ke Tanjung Selor.

Itulah kemudian info yang saya dapatkan. Ada dua opsi ke sana, tapi tanpa pikir panjang sepertinya saya sudah memutuskan untuk naiik yang mana. Tarakan! Mmmhhh, sepertinya menarik juga mengunjungi kota yang satu ini. Kota yang katanya sudah maju meski berada di sebuah pulau terpisah dari Kalimantan, kota yang katanya kaya dengan minyak, kota yang katanya indah, kota yang katanya penuh peninggalan sejarah, kota yang……sebentar lagi tak katanya. Atau sudah…??

He he.. Saat menuliskan ini saya sudah tiba di Tarakan.

13 comments:

antung apriana said...

teman saya ada yang kerja jadi PNS di tanjung selor ;)

Anik Miftah ^__^ said...

Tanjung selor?

Fto2nya dong

iqbal latif said...

oh ya??? besok mungkin nyeberang ke sana...

iqbal latif said...

Iya..
InsyaAllah

antung apriana said...

Iya.shbt jaman kuliah dl.td malam br aja video call sm dia :)

antung apriana said...

Iya.shbt jaman kuliah dl.td malam br aja video call sm dia :)

iqbal latif said...

enaknya memang kalo punya teman dimana-mana....

ini acaranya juga di kantor bupati

ukhti hazimah said...

waduh, nama departemennya gak familiar :D ditunggu deh cerita lebih detailnya tentang Tarakan

iqbal latif said...

K3LH = keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan hidup
Dalpros = pengendalian proses

benny wira said...

mau tanya dong.. biaya makan n hidup disana gede ga ya?

benny wira said...

Biaya makan n hidup ditanjung selor nya gede ga ya... kira2 berapa?

iqbal latif said...

sepertinya sama dengan di bontang.... atau samarinda gt...

benny wira said...

maaf... saya dijakarta baru mau ditugaskan disana. jd di bontang sama samarinda juga ga tau...
klu boleh tau gmn ya biaya hidup, makan, dan suasana nya bagaimana ya.

Terima kasih.