Friday, March 25, 2011

s-e-i-m-b-a-n-g

Lazimnya, memang yang disebut seimbang adalah statis. Keadaan tak bergerak atau diam. Seperti sebuah lampu yang tergantung tenang. Ia dalam keadaan setimbang. Sebab memang gaya beratnya sama persis dengan tegangan kabel penggantungnya. Atau sebuah benda yang melayang di air dalam diam, itu juga setimbang. Sebabnya juga sama, karena gaya-gaya yang bekerja pada benda itu saling meniadakan karena arahnya yang saling berlawanan. Kita sudah pasti tahu bahwa gaya adalah besaran vektor yang mempunyai nilai dan arah.

Tapi, ada sebuah penjelasan yang sering kita lupakan, bahkan pada saat kita masih berseragam abu-abu dulu. Bahwa, seperti yang diungkapkan guru fisika jama SMA dulu, bila resultan gaya yang bekerja pada sebuah benda bernilai nol, maka ada dua kemungkinan yang terjadi pada benda itu. Yang pertama benda itu dalam keadaan diam, yang kedua benda itu dalam keadaan ber-GLB. GLB! Ya, GLB. Di masa-masa SMA dulu kita tahu bahwa GLB itu kependekan dari Gerak Lurus Beraturan. Sebuah gerak dengan laju konstan tanpa ada percepatan ataupun perlambatan.

Hanya itu? Tak! Pada pelajaran kimia dulu kita juga telah diajarkan tentang reaksi bolak-balik yang berkesetimbangan. Guru KIMIA saya dulu mendemonstrasikan fenomena ini dengan sebuah peragaan yang cerdas. Ada dua erlenmeyer di depan seorang siswa peraga. Satu erlenmeyer berisi air seperempat bagiannya, sedangkan erlenmeyer satunya tak terisi air sama sekali. Sedangkan si peraga, memegang pipet di kedua tangannya. Kemudian yang perlu siswa peraga tadi lakukan hanya satu; saling memindahkan kedua isi erlenmeyer itu dengan kedua pipet yang ada di tangannya. Memang yang terjadi, mulanya pipet yang memindahkan isi erlenmeyer yang kosong itu hanya memindahkan angin saja, tak ada yang terpindahkan. Namun seiring waktu, seiring ia mulai terisi akibat perpindahan dari erlenmeyer yang terisi seperempat air tadi, sedikit demi sedikit ada yang biasa dipindahkan balik. Sedikit demi sedikit, hingga tercapai sebuah keadaan kala kedua isi erlenmeyer itu sama isinya. Bila hal itu terjadi, maka keadaan tak akan pernah berubah. Meski siswa peraga itu sehari semalam saling memindahkan isinya dengan dua pipet identik itu, isi kedua erlenmeyer itu akan tetap segitu saja. Sebabnya memang itu, laju perpindahan kedua erlenmeyer itu sama. Seberapa yang ia pindahkan, seberapa itu pula yang dipindahkan ke dirinya juga. Demikian terus menerus, tak henti.

Sebenarnya itu tak menggambarkan betul. Tapi itulah pendekatan yang bisa dilakukan. Pada kenyataannya, sebuah reaksi bolak-balik yang berkesetimbangan, tak melulu sama jumlah antara reaktan dan produknya (seperti samanya isi air dua erlenmeyer tadi). Tapi tentang laju ke kanan sama dengan ke kiri, itu yang sama. Hingga konsentrasi reaktan dan produk akan tetap segitu saja meski reaksi dibiarkan berlangsung terus-menerus. Orang-orang awam akan menganggap bahwa reaksi telah berhenti dengan hanya melihat bahwa tak ada yang berubah pada konsentrasinya. Padahal nyatanya tidak. Padahal nyatanya karena reaksi ke kanan sama dengan reaksi ke kiri tadi.

Ini artinya apa? Tak banyak –meski yang lain mungkin berkata sebaliknya. Hanya sebuah pengertian bahwa seimbang, tak melulu identik dengan stagnansi yang statis secara gerak. Tidak. Maka harusnya tak ada keraguan untuk bersetimbang diri hanya karena sebab ketakutan itu. Takragu. Sebab ia tak akan mematikan. Kekhwatiran ia akan mematikan langkah, hanya terdiam, itu sama sekali tak beralasan. Setimbang masih memberi kita peluang untuk bergerak, laksana ber-GLB tadi. Setimbang juga tetap memberi kita peluang untuk memberi, sekacau apapun keadaan kita kala itu. Laksana reaksi berkesetimbangan tadi, akan tetap bereaksi untuk memberikan produk, sekecil apapun konsentrasinya.

Ya ya ya. Kemudian kau mungkin akan mengemukakan kosakata ini; kebosanan. Keadaan yang tetap, seperti kecepatan yang tetap pada GLB, seperti konsentrasi yang segitu-segitu saja pada reaksi kesetimbangan, tak bisa dipungkiri akan memunculkan kebosanan yang berujung pada kejenuhan. Bila itu terjadi, stagnansi boleh jadi tak salah untuk disematkan meski sejatinya tetap bergerak. Dan ini yang justru letak berbahayanya. Ketika kau bersedih di sebuah keadaan yang harusnya bahagia, itu jauh-jauh lebih memilukan dibandingkan kau yang bersedih di sebuah keadaan yang memang sudah sewajarnya bersedih.

Tapi percayalah! Akan selalu ada jalan keluar. Ketika gerak lurus dengan laju konstan itu mulai menjemukan, itulah kemudian gunanya tanjakan, itulah kemudian manfaat tikungan, itulah kemudian faedah polisi yang tiduran. Ya, kita memang perlu menyepakati ini, bahwa berkendara dalam sebuah jalan yang lurus nan lengang dengan kecepatan segitu-segitu saja, memang ada bahayanya juga. Ngantuk bisa dengan halus menyerang. Amat lembut, perlahan-lahan. Lalu yang terjadi amat tak tertanggungkan; selip, menabrak pembatas jalan, sukur-sukur kalau tak terjerumus ke jurang. Maka, tanjakan, tikungan, lubang-lubang, atau polisi tidur tadi, adalah sebuah variasi untuk mewarnai aktivitas gerak lurus beraturan kita tadi. Sebuah polisi tidur akan memakasa kita mengurangi kecepatan jika tak ingin penumpang didalanya terlunjak-lunjak. Dan untuk mengurangi kecepatan, kita perlu mengerem untuk memberikan perlambatan. Ya, memang, ada gesekan di sana. Ada energi yang sia-sia terkonversi menjadi kalor. Tapi tak apa. Sebab itu sesaat saja, sebab yang kita dapatkan dari itu boleh jadi lebih banyak. Itu akan memberi kita kesadaran, tak terbuai dengan laju yang mulus nan datar-datar saja. Begitu juga tikungan. Begitu juga tanjakan dan lubang-lubang kecil di jalanan. Itu menjadi penting. untuk sebuah kesadaran, untuk sebuah evaluasi diri. Setelah itu kita boleh saja ber-GLB lagi, untuk kemudian menemui tikungan lagi, lubang lagi. Begitu seterusnya. Begitu seterusnya.

Tapi percayalah! Akan selalu ada jalan keluar. Ketika reaksi berkesetimbangan itu mulai menjemukan, itulah kemudian guna lingkungan. Ya, kita memang perlu menyepakati ini, bahwa sebuah reaksi yang telah mengalami kesetimbangan memang laiknya sebuah zat yang sudah berhenti bereaksi. Tak ada perubahan yang teramati. Bertahun-tahun tetap seperti itu memang agaknya tak baik juga. Maka lingkungan itu tadi yang berperan. Ah, kita perlu mengahangatkannya. Kita perlu memberi tambahan kalor untuk menaikkan suhu guna menggeser-geser kesetimbangan. Panas, akan menggeser reaksi ke arah reaksi yang endothermis, hingga laju reaksi yang ke arah endothermis lebih besar dari pada yang ke arah eksothermis. Hingga keadaan menjadi berubah, hingga konsentrasi tak lagi sama, hingga suasana baru kembali tercipta, hingga kesetimbangan baru lah yang ada. Suatu saat, kejemuan dengan kesetimbangan yang sudah baru itu boleh jadi kambuh, tapi kita sudah tahu obatnya. Kalau tak menghangatkannya, mungkin kita perlu mengubah tekanannya.

Begitulah, ini mungkin sebuah pendekatan yang terlalu teoritis. Dari seseorang yang juga belum setimbang. Boleh jadi terbantahkan. Tapi yakinlah, jika benda mati saja bisa bersetimbang, dan tetap setimbang meski berkali-kali dapat gangguan, maka harusnya kitapun, yang telah dibekali dengan banyak hal, mampu melakukannya dengan lebih baik. Bahkan jauh-jauh lebih baik.

Kecubung 17


*Maaf, Anda mungkin bingung membacanya. Jadi, sebuah apresiasi yang tinggi jika berhasil menyelesaikannya.

31 comments:

Daicy Mahia DG said...

Saya ndak bingung membacanya. ya terkadang reaksi bersifat reversible.
Thanks ya Iqbal..

al fajr "fajar" said...

karena manusia itu makhluk sosial..

karena tantangan yang kita hadapi pasti akan terus lebih besar jika seimbang itu diam....
bukan manusia namanya.. hehehe

dinamis itu hal yang sangat pas bagi manusia.. untuk menjadi lebih baik....

anas isnaeni said...

wuaaa.... pengemasan sains dalam tulisan yang menarik... malah jadi ngreview pelajaran SMA yang udah mulai kabur dari ingetan... mudah dicerna kok... brilliant journal!

iqbal latif said...

@daicymahia....syukurlah! iya, banyak reaksi yg reversible, tinggal kita saja inginnya yang dominan kemana...
@fajar...super sekali, bung fajar! karena diam akan membusuk...

al fajr "fajar" said...

bukane tulisanmu biasa duowo2 yo Bal.. hahaha
biasa lah nek gur iso ngrampungke.. ndadak apresiasi tinggi mbarang..

akuAi Semangka said...

Hmm.. Kayaknya aku mengerti *mencoba sotoy :D

kalo dalam biologi, keseimbangan dalam ekosistem tercipta karena kompleksnya jaring-jaring makanan. Sepertinya konsepnya sama.

al fajr "fajar" said...

ni anak beneran ga bisa lepas dari hape ya.. hahaha

jadi panitia malah ngempi.. =))

iqbal latif said...

@nanzh...hoho.. kalau masih ingat pelajaran SMA kayake memang mudah dicerna.. Terimakasih untuk komennya

iqbal latif said...

@fajar..iki kurang dowo kah? koyoke lumayan dowo.. Dua halaman A4.. btw, aku kok rodo ra ngerti bahasamu, yo, jar? opo kejawaanku memudar :)
@ai..kao dirimu pernah SMA haruse mengerti, ai... btw, kira2 sama tidak, ya, antara seimbang dengan setimbang?

al fajr "fajar" said...

lagi rep taktekokke

al fajr "fajar" said...

boso jatim bedo kali..

sing ndi sing ga mudheng?

desti . said...

insya Allah ^^b

iqbal latif said...

@fajar...iyo, lek nang pelajaran fisika sering nyebut kesetimbangan. nang kimia juga.. Mungkin balance karo equal

aku ora ngertine karo mbarang iku.. opo sembarang?

al fajr "fajar" said...

nek arti kalimate iku dadi
"pake apresiasi tinggi segala"

dudu smbarang

Priyo Kuncoro Justice said...

Ctrl + D

iqbal latif said...

@fajar...ealah, ngeri aku lek iku
@priyayi...oke.. :)

akuAi Semangka said...

ya pasti pernah lah.. Eeh, kirain ini analogi2 gitu. Hehe..

Imbang = seimbang = setimbang
kesetimbangan = keadaan seimbang (sumber: kbbi daring)

@mba fajar: hoho, nou70 kan soulmate aku :p

iqbal latif said...

@ai...lo? Memang analogi. Ada yg menidakkankah?

Maksudnya bkn dr segi bhasa scra umum, ai. Kalo di kimia atau fisika kan dsebut 'kesetimbngn bnda tegar' atau 'reaksi yg bkesetimbangan'. Tdk memakai kata seimbang. Sepertinya dua kata it tdk idntik betul. Aq punya pnjelasanya sih, tp tak tlalu yakin

rifi zahra said...

Berasa masuk lab lagi... *terakhir pas tingkat satu kuliah* :D

Jfs mas...setimbang bukan berarti stagnan :)

iqbal latif said...

Kalo bgtu stimbang it yg bgaimana, rifi? Hehe

Lani Imtihani said...

Jadi harus dibuat ga setimbang? Biar ga stagan? Ah..tapi byk org yg mencari kesetimbangan dalam hal apapun..

Lani Imtihani said...

Jadi harus dibuat ga setimbang? Biar ga stagan? Ah..tapi byk org yg mencari kesetimbangan dalam hal apapun..

iqbal latif said...

Kalo pertanyaanya seperti it, brarti blm memahami tlsn d atas :p

akuAi Semangka said...

Ah, sudah kuduga! Yayaya!

iqbal latif said...

Apanya sdh kuduga?
Ya ya ya
aq nyontoh gaya seorang penulis jg kok. Alternatif utk awal paragraf

akuAi Semangka said...

kadang, tanpa sadar kita menyontoh gaya menulis orang lain. :D

iqbal latif said...

jadi siapa yg memfollow siapa, nih?

akuAi Semangka said...

kayaknya aku sering juga nulis kata 'yayaya' di komen.
Memfollow itu kesadaran, kalo aku kan nulisnya tanpa sadar :p

iqbal latif said...

Justru yg lbh hebat it adalah membuat orang mem-follow qt tanpa ia sadari..
:D

akuAi Semangka said...

sepertinya akhir2 ini ada yg juga sering menggunakan kata 'eh' tanpa ia sadari.

iqbal latif said...

Haha.. Mengalihkan pembicaraan, nih. Kalo it aq niru mlmblnbr.
Sudah, ah. Nggak ada untngnya dlanjutin. Saling memfollow gpp lah