Sunday, October 21, 2007

Kekuatan itu bernama do’a



Di SD saya dulu, ada sebuah peraturan bahwa setiap kelas, mulai dari kelas tiga ke atas, akan mendapat gilaran menjadi petugas upacara bendera setiap hari senin. Waktu itu saya sudah kelas tiga dan kebetulan juga menjadi ketua kelas. Tradisi yang berlaku adalah ketua kelas nantinya akan menjadi pemimpin upacara saat kelasnya mendapat giliran bertugas. Singkat cerita akhirnya kelas kami mendapat juga jatah bertugas itu. Hari itu hari jumat dan kami sudah memulai melakukan latihan.Dan, seperti yang diduga saya diplot menjadi pemimpin upacara.

Sampai latihan kedua berakhir di hari sabtu, saya belum bisa yakin kalau saya akan mampu mengemban amanah tersebut. Minggunya saya seharian penuh dibuat gelisah oleh kenyataan bahwa esok harinya, setelah bel dibunyikan, tepat pukul tujuh pagi, saya akan berdiri sendirian sambil berteriak lantang menyiapkan barisan yang terdiri atas warga sekolah. Saya merinding membayangkan bisa saja saya melakukan kesalahan dan menjadi bahan tertawaan seisi sekolah.

Puncaknya pas minggu malamnya, saya tidak bisa tidur, takut jika seandainya mata ini terpejam maka pagi akan segera menjelang. Semalaman saya hanya bias membolak-balikkan badan di kasur sambil memanjatkan do’a agar upacara bendera urung digelar, agar besok turun hujan, serta pengharapan lain yang intinya jangan sampai esok pagi saya berdiri di tengah lapangan menjadi orang yang paling diperhatikan selain pembina upacara. Semalaman saya membaca semua ayat-ayat al-qur’an yang saya hafal sambil memelas kepada Allah jangan sampai saya jadi pemimpin upacara esok pagi.

Dan esok pagi saya benar-benar yakin kekuatan do’a itu. Entah kenapa tiba-tiba sesaat sebelum upacara bendera dimulai, kepala sekolah menanyai kami apakah kami siap menjadi petugas upacara. Kami terdiam, tapi kepala sekolah menyimpulakn kediaman kami sebagai sebuah bentuk ketidaksiapan kami. Kemudian ibu kepala sekolah memerintahkan kelas lain yang lebih berpengalaman untuk untuk menggantikan posisi kami sebagai petuga supacara. Duh, tak terbayangkan perasaan yang melingkupi hati saya waktu itu, sebuah kelegaan khas seorang anak-anak, kebahagiaan, serta perasaan lain yang akana terlalu panjang jika harus dideskripsikan. Allah telah menjawab tuntas semuanya, dengan cara indah, di detik-detik akhir, dengan cara yang tak disangka-sangka.

Maka setelah itu saya tak pernah main-main dengan sebuah do’a. Setelah itu saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah itu maha mendengar keluh kesah hambanya, yang tak pernah tertidur, yang akan selalu member yang terbaik dari yang hambanya pinta. Ada kkekuatan yang tertransfer saat kata-kata itu meluncur dari mulut seorang yang merendah, ada getar-getar semangat yang menjalar saat tangan ini tengadah, mulut ini terdiam, tapi hati ini ghemerisik memanjatkan pengharapan. Lalu akan ada kesejukan yang menerabas ke titik paling sensitive kemanusiaan kita saat gejolak itu mengembun membasahi pelupuk mata. Maka rasakanlah.

Ups, Anda ingin tahu bagaimana debut saya minggu depannya : sejak saat itu,saya menjadi pemimpin upacara tak tergantikan dalam kelas saya .


Griya BNI
8 oktober 2007




7 comments:

Pemikir Ulung said...

maap mas..kalo yang ini aku nyerah..pink soalnya..langsung ga mood..tulisannya ga kebaca..kalo yang sebelumnya biru muda aku masih mau berusaha, kalo yang ini ctrl+w aja lah, hehe *peace*

iqbal latif said...

sudah tak ubah tuh, lud!

Pemikir Ulung said...

siapa itu lud?

aku lagi buka mp mobile version ni..biar cepet..jadi semua font warnanya item :D

iqbal latif said...

temenku namanya luthfiah ok-ok saja tak panggil luth tuh!

Pemikir Ulung said...

hooo...menarik..PEMImpin upacara :p

Pemikir Ulung said...

wets..manusia itu unik..saya salah satunya

dan saya tak sama dengan luthfiah, sebagaimana lathif juga pasti tak sama dengannya

iqbal latif said...

"kepada..pembina upacara...hormaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat grak!"