Saturday, July 23, 2011

tak seharusnya bapak itu marah

Saya tahu, tak seharusnya lah bapak itu marah.

Subuh hari, di sebuah bandara yang katanya bandara internasional. Wajah berat masih menggelanjuti saya, ngantuk, setelah hampir lima jam menempuh perjalanan yang cukup berat dan melelahkan. Muka kusut, rambut acak-acakan, dan tentu saja gigi yang belum tergosok. Maka, oleh karena fakta-fakta tersebut, selain karena masih ada waktu sejaman untuk mulai check in, melangkahlah saya ke toilet terdekat. Tak lupa, sudah ada perangkat cuci muka dan gosok gigi tergenggam di tangan saya.

Toilet itu agak tersembunyi. Jangan lah kau bayangkan wajah bandara ini dengan soekarno-hatta. Meski berstatus internasional, serta penerbangannya yang cukup padat, tetap saja bandara ini kecil. Sumpek. Bahkan terkesan seperti pasar di saat padat-padatnya.

Saat itu saya hendak menyikat gigi ketika dari cermin di depan saya terlihat seorang bapak sedang menunggu. Saya berusaha untuk minggir, memberi ruang yang lebih lapang pada sisi sebelah saya. Ada dua kran air memang di wastafel itu. Tapi tetap saja, si bapak tak menunjukkan akan memanfaatkan kesempatan yang saya berikan. Ia masih saja bergeming di tempatnya, tak mencoba maju.

Kau pasti tahu, tak enak rasanya saat kita melakukan sesuatu, tapi seseorang sedang menunggui kita dan berharap kita segera  menyelesaikan sesuatu itu. Maka, demi melihat kebergemingan si bapak, saya kemudian memutuskan mundur, mencoba menyikat gigi tidak di depan wastafel. Ya, benar saja dengan apa yang saya pikirkan, si bapak memang menginginkan kebebasan, sebuah penguasan atas wastafel tanpa orang lain di sampingnya yang mungkin saja menghambat gerakannya. Sebab ba’da saya mundur dari wastafel itu, si bapak yang giliran maju. Mencoba melepas jaketnya, dan nampak kesulitan bakal di manakah jaket itu bakal digantungkan. Di sini lah kemudian permasalahan itu bermula, sesuatu yang membuat saya menuliskan catatan kecil ini. Saya memang tak terlalu memperhatikan benar, lebih konsen dengan sikat gigi yang mesti tetap digerak-gerakkan, tapi saya sedikit menangkap lewat ekor mata saya kalau si bapak menggantungkan jaketnya itu di satu bagian pintu toilet yang entahlah. Posisi saya berdiri tak terlalu memberi keluasaan yang cukup untuk saya mampu melihat hingga ke detail centelan yang dimanfaatkan si bapak untuk menggantung jaketnya.

Si bapak kemudian ternyata mengambil air wudhu. Subuh memang masih tersisa, tapi saya juga tak tahu pasti mengapa bapak ini mengambil air wudhu di sini. Bukankah musholla ada di lantai dua? Entahlah! Saya tak terlalu rumit memikirkannya, masih sibuk menjengkali tiap bagian gigi dengan sikat yang berbusa oleh sebab pasta.

Kemudian si bapak melakukan gerakan wudhu pada umumnya. Saya tak terlalu memperhatikan sampai kemudian ada seorang lelaki masuk. Gerakannya tergesa, mencerminkan sesuatu yang ingin segera ia tuntaskan. Ia kemudian terlihat masuk di toilet yang wc jongkok, namun langsung keluar. Entah kenapa, saya juga tak tahu. Tapi yang pasti kemudian ia memilih yang WC duduk di sampingnya. Menutup pintu segera. Saat itu lah, saya merasa ada permasalahan yang tercipta. Ini tentang jaket si bapak yang tadi digantungkan di pintu.

Dan benar saja. Lepas si bapak menyelesaikan wudhunya, ketika ia berpindah ke toilet untuk membasuh kakinya, ia menyadari ada ketakberesan yang menimpa jaketnya. Ya, jaketnya ternyata terjepit di pintu yang tertutup tadi. Ditarik, jaket itu tak mau lepas. Ditarik lagi, tetep saja terjepit. Tak sabar, si bapak kemudian mulai mengetuk. Sebuah jawaban terdengar dari dalam, tapi saya tak tahu apa.

“jaketnya kejepit, ini”, suara si bapak sedikit meninggi, meski tak terlalu. Tak tahu, atas dalih apa ia berhak melakukannya.

“heee?”, saya tak tahu pasti apa yang sedang dijawabkan oleh si mas di dalam. Yang pasti, ia tak mengerti maksud si bapak. Ia, sangkaan saya, tentunya tak menyadari kalau ada jaket yang terjepit akibat perbuatannya menutup pintu yang sebenarnya wajar-wajar saja itu. Ditambah keadaan sedang melepaskan hajat, tentu saja konsentrasi terpecah.

“INI LO, JAKETNYA KEJEPIT!” ini tentu saja bukan hanya masalah nada suara yang keras. Saya tahu, bapak ini sedang sedikit jengkel, atau boleh jadi marah. Tapi, yang tidak begitu saya ketahui, atas dasar apakah si Bapak ini marah. Ya, benar, jaket bapak ini terjepit. Dan ya, benar juga, karena si mas menutup pintu lah jaket itu menjadi terjepit. Tapi, bukan kah bukan sebuah kesalahan jika si mas tak menyadari, apalagi dalam keadaan kebelet, kalau sedang ada jaket yang tergantung di pintu hingga membuatnya terjepit kala pintu ia tutup. Juga, bukankah menggantungkan jaket di pintu adalah tindakan yang tak tepat juga, mengingat bukan di situ lah jaket mesti digantungkan. Lalu, sekali lagi, atas dasar apakah si bapak ini marah.

“ya ya, maaf”, pada akhirnya kata-kata itu yang keluar dari mulut si mas. Tak lama, pintu sedikit terbuka dan si bapak berhasil menarik jaketnya.

Saya baru saja selesai berkumur-kumur untuk membersihkan busa di mulut ketika si bapak meninggalkan ruangan. Saya lupa-lupa ingat apakah si bapak telah menyelesaikan rukun wudhu yang terakhir itu; membasuh kaki. Yang pasti, ketika beberapa detik kemudian saya menyusulnya keluar, tak saya temukan lagi si bapak, bahkan punggungnya di kejauhan sekalipun. Mungkin ia membelok ke arah yang tak sama dengan saya.

Ah, tak seharusnya bapak itu marah.




230711
pinggiran Raden Saleh

32 comments:

Chifrul S said...

Seharusnya bagian ini disensor ajah. menurunkan tingkat pemasaran..hahaha

masbro Iq ini jalan-jalan terus neh. insya Allah banyak inspirasi yang bisa dibagi. eit, tema tulisan ini kan ada relevansinya dengan tema 10 hari ketiga bulan sya'ban di RR. Boleh atuh kang dishare..

iqbal latif said...

aduh, bang chif ini nyindir terus...


iya, yah... ada hubungannya juga... tapi kalo semua dihubungkan sih memang berhubungan semua..he he... Jadi?

akuAi Semangka said...

*kabur ada maschif*

Chifrul S said...

^__^

iya neh soale ga ada kerjaan. Jadi "ngerjain" orang lain ajah..:-P

iqbal latif said...

jiah....

ngerjain PR, noh!

ha ha

antung apriana said...

kasian juga mas-mas itu ya..

iqbal latif said...

saya sih menduga ia sedang 'konsentrasi'


entahlah!

rifi zahra said...

seharusnya dibilang dengan baik2 aja ya, mas

iqbal latif said...

bapaknya sedikit aneh sejak awal, sih..
he he
ups!

samsiah iah said...

ya, seharusnya si bapak gak marah... kesalahannya meletakkan jaket bukan pada tempatnya.. mudah2an setelah pulang si bapak bisa memikirkan tindakannya lagi.. untung juga si mas-nya gak balik marah.. bisa rame nanti toilet ^_^

iqbal latif said...

Kalo si mas sama2 marah, sy yg bkalan bingung. Hehe..

samsiah iah said...

bingung bakalan jadi wasit ya? hehe..

iqbal latif said...

Iya. Jd wasit pun susat. G tw perturannya..hoho

HendraWibawa WangsaWidjaja said...

selalu ada hal aneh dalam perjalanan, ya ... he he he ...

Salman Rafan Ghazi said...

*mbayangke rupane iqbal nek cerita langsung

anas isnaeni said...

hihihi ikut bayangin ah

anas isnaeni said...

eh bapaknya tu ndak langsung sholat?
kan kurang sempurna tuh wudhunya..

iqbal latif said...

iya...saya sering produkstif nulis pas dalam perjalanan gini

iqbal latif said...

wes selese mbayangke ora??

iqbal latif said...

aduh, aku ini g terlalu yakin apakah bapaknya sudah membasuh kakinya atau nggak....


mudah2an saja sudah

anas isnaeni said...

la wong kalap wis nesu sik sih...

jadi yo hikmahe yo tetep

laa taghdhob

iqbal latif said...

falakal jannah...

dina riandani said...

namanya melampiaskan kemarahan pada orang lain atas permasalahan yang sebenarnya diperbuat sendiri..

*wah, jalan-jalan trus niy...

iqbal latif said...

iya, sepertinya banyak orang yg begitu...



#ya, itung2 bisa pulang...lebaran g bisa pulang soale

al fajr "fajar" said...

nek wani ngomong langsung ning ngarep wonge =p

al fajr "fajar" said...

kudune pas weruh jakete meh kejepit dirimu ngomong ning mas-e..

*yes sukses nyeneni iqbal

iqbal latif said...

ha ha...

terus aku ngomong piye?
"pak, mbok ya g usah marah-marah"
"OPO KOWE MELU-MELU!"


(terhadap orang yg marah kau perlu mendengarkannya saja)
:D

iqbal latif said...

aku nggak terlalu nyadar kalo iku kejepit.. tak kiro ono pakune opo gimana gitu...

hoho...

(lagi pula kalau aku kasih tahu bakalan nggak ada tulisan ini..ha ha ha)

Salman Rafan Ghazi said...

rak patut tulisan karo uwonge. =))

iqbal latif said...

rak patut giman, to? oi oi...

Salman Rafan Ghazi said...

gak sido wis.

wis tekan omah?

iqbal latif said...

Sdh masuk pasuruan. Tp blm nyampe rumah