Monday, November 15, 2010

(catatan Perjalanan) Kepulangan

Menjelang pukul sepuluh siang, ketika pesawat Lion Air dengan penerbangan JT-361 itu mendarat mulus di landasan Bandara Juanda. Udara panas seketika menyergap , seolah memberi salam perkenalan, semacam ucapan lirih dalam sayupnya,’selamat datang kembali, Sobat!’. Benar, tak terbantahkan memang, surabaya boleh jadi sama panasnya dengan kalimantan. Tapi, tentu, ada detail dari panas itu yang berbeda. Yang lebih rinci. Dan itu, yang boleh jadi menimbulkan rindu. Surabaya adalah kota perjuangan. Demikian, jargon yang dulu seringkali terdengar, atau terbaca. Perjuangan yang boleh jadi bermakna beda bagi tiap individunya.

Sendiri melangkah menuju tempat pengambilan bagasi. Sendiri yang tentu saja bukan berarti tak ada yang membersamai. Sebab, hai, bukankah penumpang yang lain juga melakukan hal yang sama. Melangkah menuju ke conveyor tempat tas-tas bawaan itu. Menungguinya untuk berputar. Beberapa menit. Beberapa menit. Dan, ah, itu!
Keluar. Menacari-cari bus damri yang akan mengantarkan ke terminal Bungurasih. Lima belas ribu katanya. Ya, katanya, sebab ini bakalan jadi yang pertama. Sebelum-sebelumnya, tak naik kendaraan ini. Di Juanda, tak terlalu banyak alternatif kendaraan yang bisa dipilih untuk dipakai jasanya mengantarkan kita keluar dari areal bandara. Taksi hanya satu jenis, semacam monopoli yang entah mengapa bisa melanggeng. Lainnya, carteran Golden Bird. Tentu, itu tak masuk alternatif untuk kali ini. Maka jadilah Bus Damri tadi yang terpilih. Memvariasikan sesuatu seringkali memberikan kita kesempatan belajar yang lebih.

Bus Damri berangkat dan aku mulai menghitung waktu hingga kendaraan ini menyentuh areal terminal Bungurasih. Bungurasih? Hai, ini sebenarnya penyebutan yang salah kaprah. Harusnya, nama terminal ini adalah Purabaya (sepertinya purabaya ini adalah nama seorang pangeran di jaman kerajaan dulu. Tapi entahlah. Nilaiku tak bagus-bagus amat untuk pelajaran sejarah ini). Dan Bungurasih, sepertinya adalah sebuah nama daerah tempat terminal Purabaya ini berada. Entahlah! Lagi-lagi aku tak terlalu yakin untuk hal ini. Aku berjanji akan mencari tahunya dengan segera.

Sepertinya menjelang pukul sebelas ketika aku tiba di terminal Purabaya. Aku sebutkan ‘seperttinya’ karena memang aku tak menyempatkan diri membaca waktu di ponselku. Lebih menyempatkan diri bergegas sembari menenteng tas bawaan. Kemudian, membeli karcis peron. Jelas tertulis di kaca loket itu harganya 200 rupiah perlembar, persoalan kemudian ketika aku menyodorkan selembar uang seribu lalu dibalas dengan selembar karcis dan sebuah koin lima ratus, agaknya itu masalah lain tentang salah satu ketakberesan negeri ini. Kali itu aku tak dalam keadaan cukup ‘sehat’ untuk mempermasalahkannya atau sekedar menunjukkan seringai ketaksenangan. Diam saja dan segera melangkah menuju ke ruang tunggu terminal.
Tak terlalu padat dan tak terlalu lengang runag tunggu itu. Ada beberapa hal yang telah berubah tapi aku tak terlalu antusias untuk menyeksamai perubahannya. Sejak dulu, aku tak terlalu menyukai suasana di terminal ini. Sungguh berkebalikan dengan antusiasmeku ketika menginderai setiap detail stasiun, bahkan yang terkecil seklaipun.

Sedikit ragu kemudian aku langkahkan kaki menuju tempat pemberangkatan bus. Memilih jurusan yang sesuai dengan kemanakah aku akan pergi. Bukan ke Pasuruan, atu jurusan Jember yang kucari. Atau lebih tepatnya, bukan menuju rumahlah tujuanku yang pertama ini. Tapi Ponorogo. Sejak kutahu bahwa jadwal cutiku berbarengan dengan seorang, eh dua orang, teman kantor yang melangsungkan pernikahan di Ponorogo ini, aku telah memutuskan kalau aku akan menghadirinya. Dan, karena Ponorogo dan Pasuruan adalah dua tempat yang boleh dikata bertolak belakang arahnya bila dilihat dari Surabaya, maka aku memutuskan untuk langsung menuju ke Ponorogo tersebut ketimbang untuk pulang dulu. Datang akadnya saja, demikian keputusan hatiku jauh-jauh hari dulu. Memang, akad nikahnya akan dilangsungkan nanti malamnya, sedangkan acara resepsinya keesokan harinya, jam dua siang pula. Skenarioku adalah, aku akan datang di ponorogo sekitar ashar dan akan langsung njujuk rumah teman itu. Rumah yang juga menjadi tempat bakal diselenggarakan prosesi akad nikah itu. Mungkin akan menunggu beberapa jam di sana sampai akad nikah digelar. Malam harinya, selepas akad nikah, aku akan undur diri dan segera balik ke Surabaya. Untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Pasuruan. Membayangkannya, sungguh aku merasakan diriku menjadi seorang petualang sejati.

Sudahkah aku kabarkan sebelumnya kalau jarak tempuh surabaya-Ponorogo adalah 5-6 jam? Ya, itulah waktu yang diinfokan seorang teman kala aku sms dia tentang berapa lama jarak tempuh ke ponorogo dari Surabaya. Kawan, itu bahkan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh Balikpapan-Bontang via kendaraan darat. Dan tahukah, Kau, Balikpapan-Bontang itu berjarak tak kurang dari 250 km. Tapi, dengan perjalanan sejauh itu, aku justeru melangkah kaki menuju bus ekonomi. Logikaku sederhana saja, semkain ekonomi, agaknya akan semakin beragam pengalaman yang aku dapat. Telah lama tinggal di Bontang dengan rutinitas yang itu-itu membuatku menginginkan hal-hal yang tak biasa. Termasuk masalah naik angkutan umum ini.
Hanya ada dua bus di jalur menuju Ponorogo. Aku kemudian masuk saja ke bus yang terdepan. Keduanya sama-sama tak ber-AC dan memilih salah satunya sama-sama berkonsekuensi akan disapai asap rokok penumpang lain. Maka, tentu saja pilihan yang tepat adalah memilih yang terdepan. Lebih cepat berangkat, lebih cepat sampai tujuan. Sederhana saja.

Aku duduk di dereten kursi yang berdua. Di sebelah kiri. Nomor tiga dari depan. Bus masih dalam keadaan kosong. Artinya, bakal ada menit-menit berlalu hingga mesin bus menyala dan pak sopir mulai menjalankan kemudianya. Tapi, lagi-lagi, aku ingin menikmati momen langka yang sudah dua tahun belakangan tak kutemui. Dan itu, para pengamen, para asongan dengan dagangan yang semakin variatif, adalah orang-orang yang menyediakan sebuah bidang tempat kita juga bisa berkaca. Berkaca lama.

Entah setelah menunggu berap menit ketika bus itu berangkat. Penumpang sudah banyak meski belum penuh. DI tangangku, ada lima bungkus tahu sumedang yang kubeli pada pedagang asongan sebagai pengganjal perut selama perjalanan. Sungguh beruntung aku yang sebelum berangkat, pas di Bontang sebleumnya, menyempatkan diri memakan nasi goreng dingin sisa semalam dari kegiatan Porseni perusahaan mengingat kesempatan untuk makan dengan benar itu tak tersedia. Buktinya, bakal tersaji jam-jam berikutnya, perutku tak juga unjukrasa untuk meminta jatahnya.

Bus sudah penuh, beberapa kilometer lepas dari Terminal Purabaya, ketika asap rokok pertama secara lancang mencandai wajahku. Menusuk-nusuk bulu hidungku. Refleks kutolehkan kepala mencari sumber masalah. Dan kutemukanlah wajah tak berdosa itu, tepat di belakangku, seorang bapak tua, kakek-kakek tepatnya, dengan ringannya meletakkan tangan yang jemarinya menggapit batang laknat itu, tepat di belakang kepalaku. Aih, perjalanan bakal memberat.

(bersambung)

46 comments:

desi puspitasari said...

nah kan, udah nyampe Ponorogo napa ga mampir Madiun? :(

al fajr "fajar" said...

mbolang to bal..
ekonomi mode ; On

al fajr "fajar" said...

salah ketik mau.. peace..

desi puspitasari said...

kapok koen, Jar. Iqbal iku galak tur medeni lho .. yuh we yuh we fajar we

al fajr "fajar" said...

jiaaaaaaaaaahhhhhhh, mba ndes malah ngojok2i....

ampuuunnnnnnn.....

ojo dibeleh yo... hahahha... lagi okeh sing nggawa golok je

iqbal latif said...

apane seng salah ketik yo??

@mbak malambulanbiru...masa aku ndayo jam sewelas wengi? he he...
btw, kata siapa ku galak?

antung apriana said...

di bontang nggak ada bus ekonomi kan ya? :D

Siska Rostika said...

Jadi kangen pengen pulang juga ke Kediri&Madiun ni...

desi puspitasari said...

ayo, ketemuan, mbaaa

eh, tapi sebelumnya .. salam kenal :)

iqbal latif said...

@ayanapunya...lbh tepatnya nggak pernah naik angkutan umum lagi.
@bundananda..itu kota asal siapa sj?

iqbal latif said...

@mlmblmbiru...madiun ternyata rame juga ya sepertinya

desi puspitasari said...

iya, tapi malam berhenti berjalan mulai pukul 8 atau 9

ah, kapan-kapan aku nulis perbedaan waktu ramai antara madiun - jogja, ah.
tingkiu idenya, Bal

Siska Rostika said...

Kota asal Ayahnanda tuh Mas..

desti . said...

*hai

klo aku bakal nagih minimal bertanya duit 300 nya pak. sekalipun lagi mumet hehe. jangan2 salah cetak angka 5 jadi 2.

wahlah simbah simbah..

iqbal latif said...

@bundananda...yg kediri apa madiun?
@mlmblmbr...minimal lbh rame ketimbang bontang :)
@destipur...apanya simbah simbah, dest?

Siska Rostika said...

Ayah dr kediri. Tp krn ortu skrg udh ga ada dan yg ada cm kakak di Madiun, tiap pulang tujuan kami ya 2 kota tadi dah..

Nia Robie' said...

"semkain ekonomi, agaknya akan semakin beragam pengalaman yang aku dapat"

sudah membuktikannya hehe.

iqbal latif said...

@bundananda..hoho. kirain mb siska orang kalimantan. kayake sdh fasih bhs banjar :)
@musimbunga..memang prnah kmana sj?

Nia Robie' said...

hihi kebeberapa tempat ;))

desti . said...

simbah yg ngerokok itu lho..
bikin perjalanan jadi berat *pengalaman

Siska Rostika said...

Lhah aku emg org asli kalimantan. Yg kuceritakan td ttg Ayah dan keluarga disana....

iqbal latif said...

@bundananda...jadi yg dimaksud 'ayah' td suami ya,mb?haha
@musimbunga..dan bkl ke halmahera naik kpl laut kah? :D
@desti..hoho

khaleeda killuminati said...

jadi kangen surabaya...

iqbal latif said...

@akhwatzone..tinggal nyeberang saja, kan?

khaleeda killuminati said...

gak ono jembatane. bisane terbang, tapi ra nduwe sayap.
tiket lion air Bpp-Sby kemaren berapa bal?

iqbal latif said...

aku pp dpat 900. temen yg jauhjauh hari ada yg dpt 600 pp

Dyah Ayu Ratnasari said...

jadi kangen surabaya. Terakhir pulang lebaran kemarin. Insya Allah, awal tahun depan rindu ini akan segera terobati, dan bila diberikan rezeki melimpah akan semakin banyak kerinduan-kerinduan lainnya yang juga akan terobati, dan aku percaya, rezeki yang tidak aku sangka2 dari mana datangnya akan segera datang. Amin.

Siska Rostika said...

Kemaren teman dapat harga 325 city link utk tgl 22. Dr BPN. Dr SUB, tgl 24, 440.
Kalo lion tgl 22 dpt 440..
Haha aku dah kyk bagian ticketing deh..

iqbal latif said...

@diah...hoho. Nikahannya ariza g datang?
@bundananda..kalo citilink memang bs sampe 550 pp, mb!

Zahra al Humairah said...

wah lagi pulkam ya?
berapa lama?
pak day pernah cerita tentang sampeyan...

iqbal latif said...

iya..lg pulkam. Seminggu sj.
pak day?cerita? hoho

Nia Robie' said...

haha gak laaaah :P nyampenya kapan kalo kesono naik kapal laut? :D

iqbal latif said...

hehe.. tp pengalamannya banyyak :p

Pemikir Ulung said...

berasa baca novel..bacanya cepet-cepet..ga betah, haha

eh mas, ini kayanya kali pertama saya main kesini ga via henpon deh (kayanya), jadi saya baru liat template site-nya, dan judulnya. (penting amat ya pake laporan?)

iqbal latif said...

@pemikirulung...he he. Iya, mbacanya mungkin membosankan. Tapi saya menikmati menuliskannya. Nyaman. Suatu saat akan berharga bila dibaca ulang...

btw, aku pas itu lewat gunung kelud, lo!

HayaNajma SPS said...

haha, aku suka ini :D

Pemikir Ulung said...

hehe..maap maap..bukan tulisannya yang jelek, sayanya aja yang ga hobi baca :D

waah..mas iqbal lewat gunung itu jadi keingetan saya yaa? hahaha

iqbal latif said...

@pemikirulung...kok suka? keinget ngupil :)
yeah...nggak gitu lah!! pas lewat gunung kelud kok tiba2 ada yg jual keripik belut...haha..NgASAL!

Pemikir Ulung said...

hehehe..keingetan juga gapapa kali..cuma inget, namanya juga keingetan, kan ga sengaja
aku sering begitu soalnya, kalo lewat elnusa, keingetan seorang contact, pernah bahas i'tikaf di elnusa sama dia, kalo ujan deres aku ga bawa raincoat, terpaksa nunggu sampe reda, keingetan sama seorang contact lagi, soalnya pernah cetingan sama dia gara2 aku gabisa pulang, sambil nunggu ujan sambil ceting, dan masiiih banyak contoh yang lain

HayaNajma SPS said...

eum?

iqbal latif said...

@pemikirulang...sukanya sm komen ludi ini panjangpanjang..hehe. Kayake terkenal bgt ya i'tikaf di elnusa itu?
@berry...knp eum?kok kayake menikmati

HayaNajma SPS said...

abis mas iqbal salah nulis id.. hikhik

iqbal latif said...

@haya.. salah nulis dimana?? jadi qn tadi buat nyindir saya?

HayaNajma SPS said...

iya, salah nulis id...
haha, orang ga cuma mas iqbal kok.. lagi pada ga konsen ni ah

Pemikir Ulung said...

owh, suka ya dikomen yang panjang? itu artinya saya lagi niat, hehe, kalo sekedar komen saya cuma bilang tfs, jkfs, nice, tapi itu juga bisa berlaku kalo speechless sih :p

ga juga..cuma memang pernah ngebahas aja..

iqbal latif said...

iya sih...kalo sy malah sering mbaca tanpa komentar