Friday, November 19, 2010

perahu nabi nuh versi keponakan saya

Tak mudah menanamkan cinta baca pada anak-anak. Terlebih di sebuah lingkungan yang sama sekali tak mendukung kegiatannya itu. Itu, saya rasakan betul ketika saya mencoba menanamkan cinta membaca ini pada keponakan saya.

Tiap kali pulang kampung, sebisa mungkin saya akan membawa sebuah buku buat keponakan saya ini sekaligus menanyakan buku yang kepulangan sebelumnya saya hadiahkan. Begitu pula kepulangan kali ini. Saat itu saya tengah berdua saja dengannya di ruang tamu sambil membaca buku bawaan dari Bontang. Ia menghampiri dan duduk dekat saya.

“bukunya yang dulu sudah dibaca?”

Tak menjawab, ia justru lari keluar dari ruangan dimana kita di situ berada. Dugaan saya, ia sedang mengambil buku yang saya maksud. Selama ini, ia sama sekali tak mau berbicara via telepon tiap kali saya menghubungi. Kepulangan saya sebelumnya saya membawakannya buku “99 Kisah menakjubkan dalam Al-Quran”.

“Sudah dibaca”, ulang saya ketika ia kembali dengan bukunya. Sampulnya terlihat lecek. Dan itu pertanda baik kalau ia telah membacanya

“Belum semua”, sahutnya seraya membuka-buka halaman buku. Tapi tak jua menemukan sebuah bab yang benar-benar ia seksamai untuk kemudian dibaca.

“Tak bacakan kah?”, saya menawarkan diri. Tak tahu ini baik apa tidak mengingat usianya yang sudah kelas 2 SD.

Saya buka halaman demi halaman buku itu untuk mencari cerita yang sekiranya pas.

“kalau ini bagaimana?”, saya tunjukkan sebuah cerita tentang hewan-hewan yang diselamatkan nabi Nuh di atas kapal.

Iya mengangguk.

Kemudian, saya mulai membacanya sambil sesekali menjelaskan maksudnya dengan bahasa saya sendiri. Awalnya, ia antusias mendengar sambil sedikit menanggapi namun segera saja terlihat mulai tak mengindahkan. Asyik dengan pikirannya sendiri seolah apa yang ia dengar hanya lewat begitu saja. Tapi, saya terus membacakan hingga usai.

Hari berganti dan saat itu saya, keponakan saya itu, dan ayahnya pergi naik motor. Saat itu malam hari dan kami melewati jalan desa menuju kampung kami untuk pulang kembali. Jalanan gelap maka segala yang tampak terang, meski jauh, menjadi terlihat.

“itu apa, lek Iqbal?”, tiba-tiba keponakan saya itu bertanya sambil menunjuk ke sebuah arah. Lek Iqbal adalah panggilannya untuk saya.

Yang ditunjuk adalah sebuah kerlap-kerlip cahaya lampu di sebuah ketinggian. Di atas pegunungan tepatnya. Sejak dulu, bahkan ketika kampung kami belum teraliri listrik, memang sudah ada kerlap-kerlip di atas gunung itu menandakan pemukiman penduduk. Hanya, kali ini kerlap-kerlip itu semakin banyak saja yang menandakan jumlah pemukiman yang meningkat.

“itu rumah di atas gunung. Yang menyala itu lampu di rumah-rumah. Nama desanya Pancur”,sahut saya,”Puteri pernah kesana?”

“nggak”, jawabnya cepat, yang dengan cepat disusul dengan kalimat lain: “kayak nabi Nuh, ya?”

Kontan saya tersenyum geli. Sewaktu bercerita kemarinnya saya memang mengisahkan tentang nabi Nuh yang membuat perahu besar di atas gunung. Ternyata, dalam ketakacuhannya ia menangkap apa yang saya ceritakan, minimal mengenai perahu di gunung itu.

Kemudian hari-hari berganti lagi sampai ketika saya berkunjung ke rumahnya. Menemukan buku gambar yang tergeletak begitu saja menggoda saya untuk membukanya. Ada banyak gambar-gambar hasil karya keponakan saya itu. Saya terus membuka-buka halaman buku gambar ketika keponakan saya ikut mendekat.
Tak ada yang menarik perhatian saya sampai kemudian mata saya tertumbuk pada sebuah lukisan pemandangan. Adalah jamak kalau lukisan pemandangan adalah sebuah gunung dengan mataharinya dan jalan yang muncul dari tengah gunung. Yang sedikit tak biasa kemudian adalah adanya laut dengan beberapa perahu di kanan kiri jalan tadi. Seingat saya, waktu SD dulu, kanan-kiri jalan selalu saya isi dengan persawahan kalau tidak pepohonan biasa.

“kok di gunung ada perahu, Put?” Tanya saya tersenyum sembari memperlihatkan lukisannya. Saya tahu anak-anak kecil memang sering kali memiliki imajinasi yang tak biasa.

Ia diam sebentar sembari mengamati hasil karyanya itu. Saya menunggu. Beberapa detik….. sampai….. “Perahunya nabi Nuh”

Sepersekian detik…..dan meledaklah tawa saya.


20 comments:

desti . said...

anak2 tertarik pada sesuatu yang belum pernah ia temui sebelumnya. mungkin ponakannya pak iqbal blm pernah ngliat perahu di atas gunung, jadi yang terekam bagian itu.

hm dulu guruku sering bikin kuis berhadiah tambahan nilai kalau berhasil menjawab pertanyaan beliau setiap masuk kelas. semua jawaban sudah ada di buku. jadi siapa sudah baca biasanya bisa langsung jawab. dari situ baru kerasa, membaca itu seru :D

al fajr "fajar" said...

nandain dulu

Prita Kusumaningsih said...

anak merekam kisah tsb dengan caranya sendiri, yang terkadang tidak diduga olah orang dewasa. Orang dewasa cenderung memahami anak seperti memahami dirinya sendiri

iqbal latif said...

@desti...gitu ya kalo komentarnya psikolog
@drprita....kalo dokter seperti ini
@jaraway...kalo ini komentare blogger (sok) sibuk :)

iqbal latif said...

btw, agaknya, dr serangkaian kisah nabi nuh tadi, persoalan perahu di atas gunung itu yg paling membekas di dirinya

desti . said...

aamiin :)

al fajr "fajar" said...

hooh ki.... sing paling terekam di alam bawah sadarnya (halah)
bagian perahu di gunung... hehehe..

wah, lanjutkan bal..
tapi.. mbok ya o.. ojo saben telepon ditekoni ttg buku..koyo dihakimi..hehe

iqbal latif said...

@jaraway...de'e ra tw gelem ngomong karo aku via telepon.. hehe

Haya Najma said...

menarik!

iqbal latif said...

menarik apa, hay? menarik pedati apa menarik becak? :)

Pemikir Ulung said...

mas, buka pendaftaran ponakan ga? saya mau daftar, hehe

iqbal latif said...

bisa, lud! tunggu salah satu keponakanku dewasa.. he he

Pemikir Ulung said...

oke..jadi kaya yuni shara dan rafi ahmad, hehe

iqbal latif said...

ha ha.... bisa !! atau demi moore dan ashton kutcher.

Pemikir Ulung said...

duh..ternyata..gaul juga orang ini :D

iqbal latif said...

harus gaul...he he..


dulu waktu SMP-SMA sy selalu ngerti isi film meski g pernah nonton bioskop ..he he... rajin nonton cinema-cinema

Pemikir Ulung said...

betul itu..lumayan buat memperluas referensi, bisa jadi contoh pas ngisi pengajian, hehe
kata adek-adek saya "mba pemi murobbi gaul", padahal saya belom pernah nonton bioskop..laskar pelangi aja saya belom nonton

iqbal latif said...

tapi sekarng nggak up date lagi.....



semenjak kerja kayake rada kuper...he he

Lani Imtihani said...

emang cara berceritamu gmn Bal..melekat bgt kayaknya..

Ajak ketoko buku, biar ia pilih sendiri bukunya :)

iqbal latif said...

ah, seandainya mb lani tw bagaimana pamannya ini begitu memikat saat bercerita
hahaha