Entah mengapa suara peluit mengawali keberangkatan sebuah kereta. Serupa lengkingan uap panas yang meniup-niup celah sempit pada teko saat tekanannya menyamai tekanan sekitar--mendidih. Adakah memang perlu suara-suara untuk menandai keberangkatan? Gerbong yg perlahan melaju dan uap air yg sedikit demi sedikit membebaskan diri dari liquidanya.
Tapi mengapa mesti senyap mulanya? Stasiun masih di depan dan waktu menuju ke sana kita reka-reka dari gerak tak stabil jarum pengukur kecepatan. 'cepat, cepat! Sudah menjelang jam tujuh'. Tapi tak ada yg mengucap itu, kan? Seolah keterlambatan bukan sebuah soal sebab kita menjadi bebas untuk tak patuh pada lengkingan peluit penjaga stasiun.
Apakah kita memang menunda berkata-kata untuk diledakkan di garis batas yg dengan tak bergairah kini kita kejar? Kalimat-kalimat seloroh mungkin telah terpencil sebab kemunculannya hanya kian menambah pahit keadaan. Roda-rodapun berputar dalam bimbang seolah semuanya telah bermufakat menggagalkan sebuah rencana yang niscaya. Kita bahkan tak tahu apakah kita benar-benar sedang menginginkan untuk sampai.
Ah, pada akhirnya seorang dari kita berlari. Meninggalkan pintu mobil yg masih terbuka, membiarkan seorang lagi berbesar hati menutupnya. Lalu lari juga. Hai, mengapa semakin kita buat dramatis ini semua? Tidakkah ini harusnya berlangsung lambat, seperti fragmen perpisahan baik-baik dalam layar kaca.
Kereta belum juga berangkat, kita tahu benar hal itu. Belum ada tiupan peluit, maka harusnya kita tak perlu berlari. Tapi kita sadar, kita belum membeli sebuah hak untuk dua tempat pada gerbong yang telah berjajar.
Lalu, adakah sebuah kebodohan, atau keseruan yang lain, kala mbak penjaga loket menggeleng. Menabrak-nabrakkan jemari lentiknya pada keyboard, lalu sekali lagi menggeleng. Aha, aku tak tahu dengan pasti apakah kita menyesal atau terbahak menemukan fakta ini. Mungkin kita perlu bertanya pada diri masing-masing, adakah yang telah mendoa agar ini menjadi nyata.
Kita beringsut. Membiarkan putaran jarum jam menjatuhkan vonisnya. Memandang tabel keberangkatan, yang kemudian kita tahu, sama sekali tak memberikan jawaban. Seseorang kemudian berbisik, mestikah ini kita gagalkan, lalu kita pacu motor ke selatan, seperti rencana di sebuah pagi, di antara debur ombak karimunjawa?
Tapi mbak penjaga kemudian tersenyum. Ini kode, kan? Kode untuk sebuah kepastian buat hamba yang dengan sepenuh hati bersabar. Hingga meledaklah kita, hingga berlarilah kita. Aha, kita jadi bingung sendiri, apa yang sebenarnya sungguh-sungguh kita maui.
Ransel telah ditempatkan, tempat duduk diduduki, gerbong belum juga ada tanda-tanda diberangkatkan, saat kita tersadarkan, seseorang masih di luar. Ah, kita terlalu kerap membaca dan menulis cerita, bahwa keberangkatan itu mesti ada yang terpandang sedang tertinggal di luar lalu yang lain melambai-lambai di balik kaca dalam gerbong yang melaju. Hinga saat menyadari tak ada sesiapa di luar kereta sebab masih di luar sana, menjadi kuranglah rasanya.
'aku nggak boleh masuk'. Pada akhirnya kalimat itu yang berbicara. Entahlah, kemudian tak ada yang menyalahkan tentang kenapa ia tak sedikit saja berbohong kalau sedang mengejar kereta. Tak ada, tak perlu. Kita sadar. Kita akhiri saja hanya dengan suara, lalu huruf-huruf. Hingga lengkingan peluit meningkahi suasana. Lalu.... Selamat tinggal, jogja!
-di sebuah kursi bus yang bergerak menuju surabaya-
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
34 comments:
La, kok, koyok dramatise
:))
Kapan-kapan kalau ke Bali, ke Banyuwanginya naik kereta ekonomi aja, ya, Masnya.
hoho..lek penuh remek laan?
urung tw naik kereta ekonomi jarak jauh
Nah, urung pernah, kan? Berarti patut dijajal. ;)
lek akeh barenge koyoke enak-----
suatu saat
:))
ancen kudu akeh barengane men gak krasa kesel e.
Aku--gak sida, ah.
apane nggak sido?
kayake lek didinaske nang jakarta pengen nang kepulau seribu..ha ha
#rekreasi perusahaan kayake bisa mengusulkan ke karjaw lagi...hehe
Coba search Wakatobi. Tp kayake belum akeh paket wisatane.
Note: aku tetap menyukai kisah-kisah di kereta & di stasiun kereta. (abaikan)
kadoen iku... derawan seng cedek ae urung.. Kayake pengen belajar nyelam.. :)
#koyoke ono seng ngopast tulisan iki..ha ha
kok catper terakhir iki nggak ono seng komen yo? nggak koyok catper sebelum2e...
ha ha----
#tutup laptop, bersiap boarding
kereta ekonomi itu langganan, dulu, sewaktu kuliah.. Perjalanan kereta, yg paling saya suka :)
catatan akhir ...
ini catatan yang paling indah dari semua catatan perjalananmu ... he he he ...
alhamdulillah...
karena ga ngerti :D
bahasa untuk komunitas tertentu saja
dari mana ke mana? iya, naik kereta itu nggak kerasa..:)
iya, bang! harus diakhiri, soale bsk sdh masuk kerja..hehe
iya, alhamdulillahh....
sdh nyampe bontang juga ini
ah, masa g ada yg ngerti satupun paragraf2 di atas? :)
komunitas apa? hoho
Udah nyampe Bontang? Kok cepet men, Bal?
wes! Dapat pesawat balikpapan-bontang tadi... Biasa hari efektif lebih lowong
Madiun-jakarta :)
Woo. Jauh juga..
Woo. Jauh juga..
Siapa yg berbesar hati menutupkan pintu mobil? Iqbal ngalem awake dewe :D
Mat bkerja kembali, kawan, smg mjd lebih semangat! :)
@kbahgia..hehe. Ngerti ae! Kpan lg muji diri sndiri..
Smangat? Haha. Hbs cuti iku slalu berat :)
@kbahgia..hehe. Ngerti ae! Kpan lg muji diri sndiri..
Smangat? Haha. Hbs cuti iku slalu berat :)
Haha! Mngkn krn jauh di mato yak? Ak si meski seneng 'libur' panjang, tp sll bersemangat saat menemui hari pertama 'bekerja' :p
Haha! Mngkn krn jauh di mato yak? Ak si meski seneng 'libur' panjang, tp sll bersemangat saat menemui hari pertama 'bekerja' :p
Berbahagialah! Tak bnyk yang merasakan kesenangan sebesar kesenangan yg kau dapat.
Mmm...mungkin karena yg dhadapin si kinestatik cakep it ya?hehe
Eng nggak juga :p
Btw, kowe ngerti tlsan iki, g, dant? Iku ai g ngerti soale..
Yo ngertilah, setiap adegan di atas iku, aku mengalaminya, maksutku aku terlibat di dalamnya, jd meski mbok arep tok dramatisir kaya opo aku dong :))
Tp meski mngkn ak tak ada di sana , nek leh ku maca alon2 Insya Allah ngarti :)
Post a Comment