Cepatlah menyapa! Cepatlah menyapa, Nak!
Di luar mulai menyepi, meski jalanan masih tetap saja ramai. Kerlap-kerlip lampu kendaraan masih memenuhi jalanan, meski malam mulai melarut. Orang-orang sudah semakin sukar membedakan mana siang mana malam. Tak peduli. Mungkin kelak, di masamu, orang-orang sudah tak lagi mampu membedakan. Sama saja. Jalanan akan semakin ramai, kapan saja.
Nak, tahukah kau? Baru saja ayah,- ah, akan seperti itukah kau kelak memanggilku-, melakukan sebuah perjalanan. Bukanlah perjalanan jauh sebenarnya, sebab sebelumnya itu hanya tertempuh tiga setengah jam saja dengan kereta api. Tapi baru saja, nak, ayah menempuhnya dalam lima setengah jam. Terlihat menjadi jauh, sebab kita memang sering kali mereduksi pengertian jauh. Mengukurnya dengan parameter waktu, bukan lagi jarak. Melelahkan. Ya, melelahkan memang, tapi tetap saja, selalu, perjalanan akan banyak mengajarkan. Mengajarkan kehidupan, memahamkan diri tentang rekan perjalanan. Juga, mengatakan pada kita dengan lantang, bahwa hidup dan kehidupan, tak melulu dunia kita yang mungkin hanya selingkaran. Ada banyak hal, ada banyak orang-orang, ada banyak potret, adsa banyak fragmen kehidupan. Itulah yang kemudian akan memperkaya jiwa. Maka untuk itu, Nak, nanti, cepatlah berjalan! Nikmati perjalanan pertamamu menjelajahi kehidupan. Antara kamar tidur menuju dapur. Hai, mungkin akan kau temukan ibu sedang merajang bawang.
Kau harus tahu ini. Di sepanjang jalan, akan banyak sekali yang bisa dilihat. Tapi tentu saja, dilihat yang bukan asal dilihat. Tadi kutemukan anak SD yang jajan di pinggir jalan, kutemukan juga sekelompok anak laki-laki kecil nampak basah kuyup kehujanan (atau berhujan-hujan? entahalah), juga, dua orang anak kecil berjalan di sebuah pematang sawah terasering di pinggir tol. Ketiganya, dari yang terlihat, nampak menikmati benar aktivitasnya. Tak ada gundah di wajah polos mereka, tak ada sedih menyelip di senyum rekah mereka. Sebab mungkin seperti itulah dunia mereka. Dunia anak-anak. Dunia ceria.
Aku lalu mengingatmu. Mengingat yang tentu saja tak memiliki arti mencari yang terlupa. Sebab mana mungkin, kau belum juga hadir, belum juga pernah tertemui. Mengingat berarti memikirkan. Lalu pertanyaan ini mengemuka. Ah, akan dimanakah kau berada saat seusia mereka? Akan dimanakah kau bakal bermain? Akan dimanakah kau bakal belajar berjalan? Ayah juga tak sanggup menjawabnya. Sebab itu juga masih sebuah misteri, sebab ayah juga masih sebatas mengusahakannya. Tapi ngomong-ngomong, jika ayah diijinkan bertanya, kau ingin di mana? Ayah sekarang tinggal di pedalaman, Nak. Kalau itu tak berubah, dan kelak ibumu bersedia hidup terpencil dalam rumah mungil kita, dalam kota kecil kita, kau tak akan menemukan gedung pencakar langit, tak juga jalanan yang begitu lebar dan ramai dengan mobil-mobil hebat yang ayah ceritakan di awal tadi. Tapi, sebagai gantinya, kau akan melihat pohon-pohon tinggi, monyet-monyet menggendong anaknya yang lucu, juga tupai yang riang berloncatan di dahan-dahan tertinggi. Tentu saja penggambartan ayah itu adaah penggambaran sekarang. Tak tahu ketika masamu datang akan bagaimana, akan seperti apa. Maka itulah kemudian menjadi kewajiban ayah untuk membekalimu, sebab kau akan hidup di jamanmu, di jaman yang bukan seperti jaman ayah. Tapi baiklah, apapun itu, jika kau diberi pilihan untuk dua keadaan itu, kau suka yang mana? Ah, bolehkah ayah memastikannya? Kau pasti akan menjawab, kalau kau menyukai sebuah tempat, dimana ayah dan ibu di situ juga berada, dalam raga juga jiwa.
Kau mengerti, kan? Apapun itu, apakah kau akan terlahir di sebuah perkampungan padat penduduk , atau di keasrian desa seperti dulu ayah dilahirkan, atau di tengah hutan, atau di kaki gunung, atau di pesisir, yakinlah, akan selalu ada ayah ibu di sampingmu. Yang akan bersenang hati mengajarimu kata, mengenalkan dunia, dan menuntunmu, tentu saja, ke jalan cinta. Kita, aku dan ibumu, akan berebut memelukmu. Atau bahkan memeluk bersama, lalu bersama juga membisikkan, ‘bertumbuhlah, nak! Bertumbuhlah!’. Dan kau kemudian menceracau, yang kemudian kita artikan sebagai caramu untuk berkata, ‘aku sayang ibu..aku sayang ayah’.
Cepatlah menyapa, Nak! Tak sabar rasanya mengajarimu alif, yang akan kau jelmakan menjadi sebaris doa. Menikmati keterbataanmu yang menggemaskan. Menikmati pertanyaanmu yang mengejutkan. Ayah akan banyak belajar darimu, Nak, tanpa perlu malu-malu.
Cepatlah menyapa! Tak sabar rasanya mengajakmu duduk bersama di atas lonteng itu. Menatap bulan bintang bersama, menyapa angin malan berdua, dan memperbincangkan Tuhan. Maka ayah akan mengutip surat cintaNya ini, seraya mendekapmu, seraya mengajakmu menatap keluasan angkasa, untuk mengajakmu mengartikan siang-malam-Nya:
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
Dan bulan apabila mengiringinya,
Dan siang apabila menampakkannya,
Dan malam apabila menutupinya,
Dan langit serta pembinaannya,
Dan bumi serta penghamparannya,
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Lalu ayah akan lama menatap kedua bola matamu. Mencari pertanyaan yang menjejak di sana. Meski kemudian mungkin tak sanggup lagi berkata, demi melihat mata mungilmu, demi melihat binar-binar kebingungan itu; ‘Kau, Nak, adalah fitnah bagiku, tapi di sisi lain, juga pelapang jalan menuju tempat kembali terbaik itu. Maka mari, Nak, bersama ayah ibu, menjalin ikatan teguh itu, yangbukan ikatan semu’.
Cepatlah! Kau sudah sampai mana? Ada berapa surat yang kau baca? Aha, dua, kan? Satunya, itu berarti surat dari ibu. Pastinya lebih panjang, kan? Mungkin seperti itu nantinya, ibu akan lebih banyak bicara. Tapi kau harus yakin, setiap katanya adalah mutiara. Maka janganlah sekali-kali kau berkata ‘ah’ padanya. Apalagi mengeraskan suaramu. Jangan, Nak, kumohon! Ia mungkin tak marah, tapi itu akan membuat Dia marah.
Baiklah, maukah kau sedikit memobocorkan surat ibumu? He he, kau jangan tertawa! Sebab ayah memang tak tahu isinya. Ibumu, tidak sedang berada di samping ayah saat menuliskannya, atau di ruang tengah hingga ayah bisa mencuri-curi lihat sambil lewat, atau di keheningan malam dalam sebuah kamar saat ayah tertidur. Tidak! Ayah bahkan belum tahu siapa ibumu. Orang mana, tinggal di mana, seperti apa, atau spesifikasi yang lain. Tapi yakinlah, Nak, ia akan mencintaimu, seperti ayah juga telah mencintaimu. Bukankah ia telah mengirimu sepucuk surat? Itu artinya, ia telah memikirkanmu jauh sebelum Allah menghadirkanmu dalam dirinya. Dan kau harus yakin, saat ia telah mulai mengaharapkan kebaikan dalam dirimu, maka sesungguhnya ia telah memperbaiki dirinya. Jauh-jauh hari. Sebab ayah yakin dengan pernyataan seorang alim ini, Nak, ‘wahai, anakku, sesungguhnya aku mendidikmu jauh sebelum kau dilahirkan. Melalui akhlakku, melalui ibadahku’. Ayah tertegun.
Maka, Nak, suatu saat, saat kami telah dipertemukan Allah, akan segera kami tulis surat lebih detail untukmu. Sebuah surat hasil kongres kecil kita. Ayah mengetikkannya, sedang ibu mendiktekannya. Atau dibalik, ibu menuliskannya, ayah mengomongkannya. Atau, kita saling mengoreksi. Berdiskusi panjang. Sambil membuka kitab 30 juz kita, sambil mencermati sabda dan perilaku nabi kita. Itulah kemudian yang kita sebut grand desainmu, nak. Panjang mungkin. Melelahkan juga mungkin. Untuk itulah, kita kemungkinan akan bergantian mengetikkannya, sambil saling menyiapkan secangkir teh yang akan menguapkan penat. Ayah akan sangat bergairah menuliskannya, meski lelah. Kelelahan untuk kebaikanmu akan selalu menyenangkan, Nak. Selalu.
Akhirnya, cepatlah menyapa, Nak! Cepatlah bertumbuh. Ayah sudah tak sabar lagi, bergantian dengan ibumu, mendongengimu sebelum tidur. Menceritakan tentang kesederhanaan Abu Dzar Al-ghifari, atau kepahlawanan Khalid bin Walid, atau kecerdasan Zaid bin Tsabit. Juga menceritakan bagaimana keimanan itu bisa mengubah seorang budak hitam menjadi salah seorang penghulu surga; Bilal bin rabah. Dan, yang pasti, akan sering-sering kami ceritakan lelaki mulia itu ; Muhammad SAW. Kelak, ayah ingin kau telah jelas menemukan teladanmu.
Cepatlah menyapa, Nak! Sebab itu berarti, jalan menuju hadirmu, juga lebih cepat menyapa.
Salam
Calon ayahmu
Kutuliskan ini, di ketinggian 11 lantai, sambil melirik jalanan yang masih sarat cahaya. Ba’da perjalanan bandung-jakarta.
88 comments:
Ada sebuah harap...
Semoga cepat menyapa :)
ya, sapalah ibunya dulu ... :p
Ah, haru... T,T
jadi kapaaaaaaaan nikahnya ? :P
Mangtabs
Kok keren, sih?
*antara termotivasi dan urung nglanjutin suratku yg baru setengah halaman.. :p
Bikin terharu pagi2..
nice..semoga semua doa yang tertulis di surat itu diijabahi..amin amin :)
*untuk kali ini damai :D
ada harap, takut, dan cinta....
he he...
nyapanya gimana ya?? he he...
siapa yg me dan siapa yg di, ya, dalam kasus begini... Sepertinya saling me dan saling di.. :)
:)
situ kapan juga?? :p
masngtabs juga
he he... Sama kayak aku kok i.. Awalnya buat sudah setengah halaman juga dan menthok.... Hanya waktu di jkt itu tiba2 saja ingin menuliskan ini lagi..mulai dr awal...Yg setengah g dilanjutin
damai?? ho ho... karena sy sudah ditrainingkan SDM jd damai juga
ya sapa aja boleh menyapa duluan... :D
he he...yup! bener!
Jakarta memang penuh cerita dan inspirasi. Haha... *banggajadiorangjakarta :p
yg mendatangkan inspirasi itu kayake dua macam, ai : saking beresnya atau saking tak beresnya.. Kayake jakarta masuk nomor dua deh.. ;)
bagus euy.. hwhwhw
sudah buat belum?? ayo, sebelum deadline
:))
ini g ngambil dr notenya pean lo, mb! :p
emang emoticonku bermakna itu ya??
pedalaman hutan kalimantan. :D
klo aq jadi anaknya : bapak ibu,, kasian sekali anakmu ini sakit buat rebutan, g bisa bernafas melukny kenceng.
sampai yg sdh keenakan di jogja kagak mw balik
aih, nguote-nya g pas tuh...!
siapa bilang kagak mw balik. menunggu waktu saja.
hehe.. dianggap pas aja pak.
ok..ok..! menunggu waktu.. menunggu bontang kayak jogja :)
Eh Ai, tulisannyah bagus :D
diah salah komen yaa? ini bukan tulisanku.... *sip juga yang bilang ini tulisanku yaa?? :D
maksudnya apapula diah itu??
yee, Diah kan cuman bilang..
Ai, tulisannyah bagus
dirimu kan temennyah Ai..
jadi maksudnyah.."Ai, tulisan temenmu bagus"
begono..:p
tapi g tepat! kalo ngomong gt harusnya ke ai langsung... Kalo ini ya ke pemilik rumah lah ngomongnya.. ho ho
iye dah
*pundung*
*takuttakutmaubaleskomenjadinya*
saya kelihatan marah, ya? ho ho
bukan kelihat ding, tapi kebaca
Tanda tanya bukan tanda seru :D
maksude?
Saya kelihatan marah, yaa?
yang mana itu??
Jiaaah.... Dongdongdongdong,.
*takut2*
@AI....Apanya dongdongdong
@diah.... :) -jadi kebayang anak kecil yg takut2 di muka pintu selepas dimarahin ayahnya-
Sudah diedit. Huuu...
:D
*berkaca2*
bagus. bagus banget suratnya. aaaa~
*sebel gara2 suratnya bagus*
ho ho.....kenapa mesti sebel? :)
salam kenal...saya add ya??
Satu lagi tulisan yang bikin saya terpacu untuk belajar....
belajar apa mb laila??
Belajar apa saja yang diperlukan untuk menyambut si buah hati (adaa aja kan ya yang nggak kepikiran)
Belajar untuk menguntaikan kata-kata indah (saya paling ribet kalau harus berpuitis ria).
ok ok! kita memang mesti selalu belajar, mb. Selalu!
sebel. banyak sih alasannya. sebel plus iri juga. haha. kalo dianalogikan, ibarat ikan asem manis lah.
*apa sih, Ntan?*
asem soalnya iri, kok gabisa bikin tulisan bagus kayak gini.
manis soalnya tulisannya banyak insight, bisa dipetik pelajaran, menyenangkan utk dibaca dll.
an tau link ini dr fili.
*maaf kalo ujug2 komen geje. ^_^v
.Intan.
*yoo..silahkan di add*
padahal pengen bacanya ntar,
tapi karena kak ai tadi sempet nyinggung tulisan ini
akhirnya kubaca juga :)
@aishachan.......Kenapa kok pengen baca ntar2?? ho ho..memang diprovokasi apa sama ai?
iya
sekalian surat2 yang laen :D
kata kak ai " tulisan om lathief bagus"
kayaknya ai manggilnya bkn om lathief deh..hehe
lo, aisaini ikut juri kah?/
hah?
om lathief ah :D
atau jangan2 kak lathief?
*apa aku yang salah denger yaks
baiklah, terserah! lagipula jarang2 yg manggil latif...
ais ini yg juri lomba omaliman kemarin, ya?
jadi selama ini dipanggil apa kak?
biar ga salah
iyaaaaaaaaaa betul sekali
terserah...bs dipanggil iq, atau bal, atau iqbal, atau latif.... (asal g diambil bagian thief saja :D)
umumnya dipanggil iqbal
oh iya iqbal. lupa.
om iqbal.
maaf ya kak.
no problemo
tenang saja
ahhaha.. membaca obrolan dua fans kunkun ini lucu juga :))
membaca komen pembaca setia 'dunia kecilku' ini juga asyik... :)
-__-"
Pemborosan kata juga tuh..
maksudnya apa, ai?
dongdodngdong
Mylathief wrote today at 6:54 PM, edited today at 7:09 PM
Dongdongdong!
dangdidngdong
eh, kapan pengumuman lomba ini yak?
wah selamat jadi pemenang :)
terimakasih... salam kenal
bagus...
terimksh
mataku berkaca-kaca..
indah banget sih.......
ini mungkin alsannya, lud...
tulisanku lebih sering membuat orang berkaca2
lud? siapa itu? :p
alesan apaan bos?
tetangganya bromo.... licin pula
alesan? bc lagi postinganmu sendiri! :)
oh..tentang pria pulau seberang :p
bukan karena itu mas..secara ga langsung mas iqbal bilang kalo perempuan sukanya yang mellow-mellow gitu? berarti mas iqbal lebih mirip perempuan ya, hihi
saya ga sepakat kalo alesannya itu
g selalu gt juga sih...
mmm...gmana ya?
entahlah!!
okelah..baca tulisanku aja nanti..hehe
di tempatku banyak cowo, apa karena blogku ga sedih, tapi cengengesan? ga juga ah..
he he
ok deh
bagus sekali.. ^_^
semoga bermanfaat...
saya juga sudah mbaca punya, mb! menyentuh
Bagus banget mas :)
Terharu... So sweet, memotivasi
Sekarang udah ketemu ibunya ya... Tinggal menantinya ^_^
Jazakallaah khayr for share
Telat banget ya bacanya, hampir 2taun yg lalu...
hehe..iya...
sedang dalam ingin membuat surat sejenis di saat sudah dekat menuju tercapai...#belibet bahasanya
Post a Comment