Sunday, September 26, 2010

cepatlah menyapa! (-surat untukmu, nak. dari calon ayahmu-)

Cepatlah menyapa! Cepatlah menyapa, Nak!

Di luar mulai menyepi, meski jalanan masih tetap saja ramai. Kerlap-kerlip lampu kendaraan masih memenuhi jalanan, meski malam mulai melarut. Orang-orang sudah semakin sukar membedakan mana siang mana malam. Tak peduli. Mungkin kelak, di masamu, orang-orang sudah tak lagi mampu membedakan. Sama saja. Jalanan akan semakin ramai, kapan saja.

Nak, tahukah kau? Baru saja ayah,- ah, akan seperti itukah kau kelak memanggilku-, melakukan sebuah perjalanan. Bukanlah perjalanan jauh sebenarnya, sebab sebelumnya itu hanya tertempuh tiga setengah jam saja dengan kereta api. Tapi baru saja, nak, ayah menempuhnya dalam lima setengah jam. Terlihat menjadi jauh, sebab kita memang sering kali mereduksi pengertian jauh. Mengukurnya dengan parameter waktu, bukan lagi jarak. Melelahkan. Ya, melelahkan memang, tapi tetap saja, selalu, perjalanan akan banyak mengajarkan. Mengajarkan kehidupan, memahamkan diri tentang rekan perjalanan. Juga, mengatakan pada kita dengan lantang, bahwa hidup dan kehidupan, tak melulu dunia kita yang mungkin hanya selingkaran. Ada banyak hal, ada banyak orang-orang, ada banyak potret, adsa banyak fragmen kehidupan. Itulah yang kemudian akan memperkaya jiwa. Maka untuk itu, Nak, nanti, cepatlah berjalan! Nikmati perjalanan pertamamu menjelajahi kehidupan. Antara kamar tidur menuju dapur. Hai, mungkin akan kau temukan ibu sedang merajang bawang.

Kau harus tahu ini. Di sepanjang jalan, akan banyak sekali yang bisa dilihat. Tapi tentu saja, dilihat yang bukan asal dilihat. Tadi kutemukan anak SD yang jajan di pinggir jalan, kutemukan juga sekelompok anak laki-laki kecil nampak basah kuyup kehujanan (atau berhujan-hujan? entahalah), juga, dua orang anak kecil berjalan di sebuah pematang sawah terasering di pinggir tol.  Ketiganya, dari yang terlihat, nampak menikmati benar aktivitasnya. Tak ada gundah di wajah polos mereka, tak ada sedih menyelip di senyum rekah mereka. Sebab mungkin seperti itulah dunia mereka. Dunia anak-anak. Dunia ceria.

Aku lalu mengingatmu. Mengingat yang tentu saja tak memiliki arti mencari yang terlupa. Sebab mana mungkin, kau belum juga hadir, belum juga pernah tertemui. Mengingat berarti memikirkan. Lalu pertanyaan ini mengemuka. Ah, akan dimanakah kau berada saat seusia mereka? Akan dimanakah kau bakal bermain? Akan dimanakah kau bakal belajar berjalan? Ayah juga tak sanggup menjawabnya. Sebab itu juga masih sebuah misteri, sebab ayah juga masih sebatas mengusahakannya. Tapi ngomong-ngomong, jika ayah diijinkan bertanya, kau ingin di mana? Ayah sekarang tinggal di pedalaman, Nak. Kalau itu tak berubah, dan kelak ibumu bersedia hidup terpencil dalam rumah mungil kita, dalam kota kecil kita, kau tak akan menemukan gedung pencakar langit, tak juga jalanan yang begitu lebar dan ramai dengan mobil-mobil hebat yang ayah ceritakan di awal tadi. Tapi, sebagai gantinya, kau akan melihat pohon-pohon tinggi, monyet-monyet menggendong anaknya yang lucu, juga tupai yang riang berloncatan di dahan-dahan tertinggi. Tentu saja penggambartan ayah itu adaah penggambaran sekarang. Tak tahu ketika masamu datang akan bagaimana, akan seperti apa. Maka itulah kemudian menjadi kewajiban ayah untuk membekalimu, sebab kau akan hidup di jamanmu, di jaman yang bukan seperti jaman ayah. Tapi baiklah, apapun itu, jika kau diberi pilihan untuk dua keadaan itu, kau suka yang mana? Ah, bolehkah ayah memastikannya? Kau pasti akan menjawab, kalau kau menyukai sebuah tempat, dimana ayah dan ibu di situ juga berada, dalam raga juga jiwa.

Kau mengerti, kan? Apapun itu, apakah kau akan terlahir di sebuah perkampungan padat penduduk , atau di keasrian desa seperti dulu ayah dilahirkan, atau di tengah hutan, atau di kaki gunung, atau di pesisir, yakinlah, akan selalu ada ayah ibu di sampingmu. Yang akan bersenang hati mengajarimu kata, mengenalkan dunia, dan menuntunmu, tentu saja,  ke jalan cinta. Kita, aku dan ibumu, akan berebut memelukmu. Atau bahkan memeluk bersama, lalu bersama juga membisikkan, ‘bertumbuhlah, nak! Bertumbuhlah!’. Dan kau kemudian menceracau, yang kemudian kita artikan sebagai caramu untuk berkata, ‘aku sayang ibu..aku sayang ayah’.

Cepatlah menyapa, Nak! Tak sabar rasanya mengajarimu alif, yang akan kau jelmakan menjadi sebaris doa. Menikmati keterbataanmu yang menggemaskan. Menikmati pertanyaanmu yang mengejutkan. Ayah akan banyak belajar darimu, Nak, tanpa perlu malu-malu.

Cepatlah menyapa! Tak sabar rasanya mengajakmu duduk bersama di atas lonteng itu. Menatap bulan bintang bersama, menyapa angin malan berdua, dan memperbincangkan Tuhan. Maka ayah akan mengutip surat cintaNya ini, seraya mendekapmu, seraya mengajakmu menatap keluasan angkasa, untuk mengajakmu mengartikan siang-malam-Nya:

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,

Dan bulan apabila mengiringinya,

Dan siang apabila menampakkannya,

Dan malam apabila menutupinya,

Dan langit serta pembinaannya,

Dan bumi serta penghamparannya,

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,

Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

 

Lalu ayah akan lama menatap kedua bola matamu. Mencari pertanyaan yang menjejak di sana. Meski kemudian mungkin tak sanggup lagi berkata, demi melihat mata mungilmu, demi melihat binar-binar kebingungan itu; ‘Kau, Nak, adalah fitnah bagiku, tapi di sisi lain, juga pelapang jalan menuju tempat kembali terbaik itu. Maka mari, Nak, bersama ayah ibu, menjalin ikatan teguh itu, yangbukan ikatan semu’.

Cepatlah! Kau sudah sampai mana? Ada berapa surat yang kau baca? Aha, dua, kan? Satunya, itu berarti surat dari ibu. Pastinya lebih panjang, kan? Mungkin seperti itu nantinya, ibu akan lebih banyak bicara. Tapi kau harus yakin, setiap katanya adalah mutiara. Maka janganlah sekali-kali kau berkata ‘ah’ padanya. Apalagi mengeraskan suaramu. Jangan, Nak, kumohon! Ia mungkin tak marah, tapi itu akan membuat Dia marah.

Baiklah, maukah kau sedikit memobocorkan surat ibumu? He he, kau jangan tertawa! Sebab ayah memang tak tahu isinya. Ibumu, tidak sedang berada di samping ayah saat menuliskannya, atau di ruang tengah hingga ayah bisa mencuri-curi lihat sambil lewat, atau di keheningan malam dalam sebuah kamar saat ayah tertidur. Tidak! Ayah bahkan belum tahu siapa ibumu. Orang mana, tinggal di mana, seperti apa, atau spesifikasi yang lain. Tapi yakinlah, Nak, ia akan mencintaimu, seperti ayah juga telah mencintaimu. Bukankah ia telah mengirimu sepucuk surat? Itu artinya, ia telah memikirkanmu jauh sebelum Allah menghadirkanmu dalam dirinya. Dan kau harus yakin, saat ia telah mulai mengaharapkan kebaikan dalam dirimu, maka sesungguhnya ia telah memperbaiki dirinya. Jauh-jauh hari. Sebab ayah yakin dengan pernyataan seorang alim ini, Nak, ‘wahai, anakku, sesungguhnya aku mendidikmu jauh sebelum kau dilahirkan. Melalui akhlakku, melalui ibadahku’. Ayah tertegun.

Maka, Nak, suatu saat, saat kami telah dipertemukan Allah, akan segera kami tulis surat lebih detail untukmu. Sebuah surat hasil kongres kecil kita. Ayah mengetikkannya, sedang ibu mendiktekannya. Atau dibalik, ibu menuliskannya, ayah mengomongkannya. Atau, kita saling mengoreksi. Berdiskusi panjang. Sambil membuka kitab 30 juz kita, sambil mencermati sabda dan perilaku nabi kita. Itulah kemudian yang kita sebut grand desainmu, nak. Panjang mungkin. Melelahkan juga mungkin. Untuk itulah, kita kemungkinan akan bergantian mengetikkannya, sambil saling menyiapkan secangkir teh yang akan menguapkan penat. Ayah akan sangat bergairah menuliskannya, meski lelah. Kelelahan untuk kebaikanmu akan selalu menyenangkan, Nak. Selalu.

  Akhirnya, cepatlah menyapa, Nak! Cepatlah bertumbuh. Ayah sudah tak sabar lagi, bergantian dengan ibumu, mendongengimu sebelum tidur. Menceritakan tentang kesederhanaan Abu Dzar Al-ghifari, atau kepahlawanan Khalid bin Walid, atau kecerdasan Zaid bin Tsabit. Juga menceritakan bagaimana keimanan itu bisa mengubah seorang budak hitam  menjadi salah seorang penghulu surga; Bilal bin rabah.  Dan, yang pasti, akan sering-sering kami ceritakan lelaki mulia itu ; Muhammad SAW. Kelak, ayah ingin kau telah jelas menemukan teladanmu.

Cepatlah menyapa, Nak! Sebab itu berarti, jalan menuju hadirmu, juga lebih cepat menyapa.

 

Salam

Calon ayahmu

 

Kutuliskan ini, di ketinggian 11 lantai, sambil melirik jalanan yang masih sarat cahaya. Ba’da perjalanan bandung-jakarta.

 

 

 dibuat untuk sekaligus mengikuti lomba di SINI

88 comments:

GriyabukuQ Toko Buku Online said...

Ada sebuah harap...
Semoga cepat menyapa :)

Sukma Danti said...

ya, sapalah ibunya dulu ... :p

Aida Hani said...

Ah, haru... T,T

haitami bin masrani said...

jadi kapaaaaaaaan nikahnya ? :P

sf.lussy dwiutami said...

Mangtabs

akuAi Semangka said...

Kok keren, sih?

*antara termotivasi dan urung nglanjutin suratku yg baru setengah halaman.. :p

Lani Imtihani said...

Bikin terharu pagi2..
nice..semoga semua doa yang tertulis di surat itu diijabahi..amin amin :)

*untuk kali ini damai :D

iqbal latif said...

ada harap, takut, dan cinta....


he he...

iqbal latif said...

nyapanya gimana ya?? he he...

siapa yg me dan siapa yg di, ya, dalam kasus begini... Sepertinya saling me dan saling di.. :)

iqbal latif said...

:)

iqbal latif said...

situ kapan juga?? :p

iqbal latif said...

masngtabs juga

iqbal latif said...

he he... Sama kayak aku kok i.. Awalnya buat sudah setengah halaman juga dan menthok.... Hanya waktu di jkt itu tiba2 saja ingin menuliskan ini lagi..mulai dr awal...Yg setengah g dilanjutin

iqbal latif said...

damai?? ho ho... karena sy sudah ditrainingkan SDM jd damai juga

Sukma Danti said...

ya sapa aja boleh menyapa duluan... :D

iqbal latif said...

he he...yup! bener!

akuAi Semangka said...

Jakarta memang penuh cerita dan inspirasi. Haha... *banggajadiorangjakarta :p

iqbal latif said...

yg mendatangkan inspirasi itu kayake dua macam, ai : saking beresnya atau saking tak beresnya.. Kayake jakarta masuk nomor dua deh.. ;)


Haya Najma said...

bagus euy.. hwhwhw

iqbal latif said...

sudah buat belum?? ayo, sebelum deadline

Lani Imtihani said...

:))

iqbal latif said...

ini g ngambil dr notenya pean lo, mb! :p

Lani Imtihani said...

emang emoticonku bermakna itu ya??

desti . said...

pedalaman hutan kalimantan. :D

desti . said...

klo aq jadi anaknya : bapak ibu,, kasian sekali anakmu ini sakit buat rebutan, g bisa bernafas melukny kenceng.

iqbal latif said...

sampai yg sdh keenakan di jogja kagak mw balik

iqbal latif said...

aih, nguote-nya g pas tuh...!

desti . said...

siapa bilang kagak mw balik. menunggu waktu saja.

desti . said...

hehe.. dianggap pas aja pak.

iqbal latif said...

ok..ok..! menunggu waktu.. menunggu bontang kayak jogja :)

Diah Pitaloka said...

Eh Ai, tulisannyah bagus :D

akuAi Semangka said...

diah salah komen yaa? ini bukan tulisanku.... *sip juga yang bilang ini tulisanku yaa?? :D

iqbal latif said...

maksudnya apapula diah itu??

Diah Pitaloka said...

yee, Diah kan cuman bilang..
Ai, tulisannyah bagus
dirimu kan temennyah Ai..
jadi maksudnyah.."Ai, tulisan temenmu bagus"
begono..:p

iqbal latif said...

tapi g tepat! kalo ngomong gt harusnya ke ai langsung... Kalo ini ya ke pemilik rumah lah ngomongnya.. ho ho

Diah Pitaloka said...

iye dah
*pundung*

akuAi Semangka said...

*takuttakutmaubaleskomenjadinya*

iqbal latif said...

saya kelihatan marah, ya? ho ho

iqbal latif said...

bukan kelihat ding, tapi kebaca

akuAi Semangka said...

Tanda tanya bukan tanda seru :D

iqbal latif said...

maksude?

akuAi Semangka said...

Saya kelihatan marah, yaa?

iqbal latif said...

yang mana itu??

akuAi Semangka said...

Jiaaah.... Dongdongdongdong,.

Diah Pitaloka said...

*takut2*

iqbal latif said...

@AI....Apanya dongdongdong

@diah.... :) -jadi kebayang anak kecil yg takut2 di muka pintu selepas dimarahin ayahnya-

akuAi Semangka said...

Sudah diedit. Huuu...

iqbal latif said...

:D

Diah Pitaloka said...

*berkaca2*

intan aja said...

bagus. bagus banget suratnya. aaaa~
*sebel gara2 suratnya bagus*

iqbal latif said...

ho ho.....kenapa mesti sebel? :)

salam kenal...saya add ya??

Leila Niwanda said...

Satu lagi tulisan yang bikin saya terpacu untuk belajar....

iqbal latif said...

belajar apa mb laila??

Leila Niwanda said...

Belajar apa saja yang diperlukan untuk menyambut si buah hati (adaa aja kan ya yang nggak kepikiran)

Belajar untuk menguntaikan kata-kata indah (saya paling ribet kalau harus berpuitis ria).

iqbal latif said...

ok ok! kita memang mesti selalu belajar, mb. Selalu!

intan aja said...

sebel. banyak sih alasannya. sebel plus iri juga. haha. kalo dianalogikan, ibarat ikan asem manis lah.
*apa sih, Ntan?*
asem soalnya iri, kok gabisa bikin tulisan bagus kayak gini.
manis soalnya tulisannya banyak insight, bisa dipetik pelajaran, menyenangkan utk dibaca dll.

an tau link ini dr fili.
*maaf kalo ujug2 komen geje. ^_^v

.Intan.
*yoo..silahkan di add*

aisha chan said...

padahal pengen bacanya ntar,
tapi karena kak ai tadi sempet nyinggung tulisan ini
akhirnya kubaca juga :)

iqbal latif said...

@aishachan.......Kenapa kok pengen baca ntar2?? ho ho..memang diprovokasi apa sama ai?

aisha chan said...

iya
sekalian surat2 yang laen :D

kata kak ai " tulisan om lathief bagus"

iqbal latif said...

kayaknya ai manggilnya bkn om lathief deh..hehe

lo, aisaini ikut juri kah?/

aisha chan said...

hah?
om lathief ah :D
atau jangan2 kak lathief?
*apa aku yang salah denger yaks

iqbal latif said...

baiklah, terserah! lagipula jarang2 yg manggil latif...

ais ini yg juri lomba omaliman kemarin, ya?

aisha chan said...

jadi selama ini dipanggil apa kak?
biar ga salah

iyaaaaaaaaaa betul sekali

iqbal latif said...

terserah...bs dipanggil iq, atau bal, atau iqbal, atau latif.... (asal g diambil bagian thief saja :D)

umumnya dipanggil iqbal

aisha chan said...

oh iya iqbal. lupa.
om iqbal.

maaf ya kak.

iqbal latif said...

no problemo

tenang saja

akuAi Semangka said...

ahhaha.. membaca obrolan dua fans kunkun ini lucu juga :))

iqbal latif said...

membaca komen pembaca setia 'dunia kecilku' ini juga asyik... :)

akuAi Semangka said...

-__-"

Pemborosan kata juga tuh..

iqbal latif said...

maksudnya apa, ai?

dongdodngdong

akuAi Semangka said...

Mylathief wrote today at 6:54 PM, edited today at 7:09 PM


Dongdongdong!

iqbal latif said...

dangdidngdong


eh, kapan pengumuman lomba ini yak?

ana ^^ said...

wah selamat jadi pemenang :)

iqbal latif said...

terimakasih... salam kenal

Ai Siti Sofiyah said...

bagus...

iqbal latif said...

terimksh

Pemikir Ulung said...

mataku berkaca-kaca..

indah banget sih.......

iqbal latif said...

ini mungkin alsannya, lud...

tulisanku lebih sering membuat orang berkaca2

Pemikir Ulung said...

lud? siapa itu? :p

alesan apaan bos?

iqbal latif said...

tetangganya bromo.... licin pula


alesan? bc lagi postinganmu sendiri! :)

Pemikir Ulung said...

oh..tentang pria pulau seberang :p
bukan karena itu mas..secara ga langsung mas iqbal bilang kalo perempuan sukanya yang mellow-mellow gitu? berarti mas iqbal lebih mirip perempuan ya, hihi
saya ga sepakat kalo alesannya itu

iqbal latif said...

g selalu gt juga sih...

mmm...gmana ya?
entahlah!!

Pemikir Ulung said...

okelah..baca tulisanku aja nanti..hehe

di tempatku banyak cowo, apa karena blogku ga sedih, tapi cengengesan? ga juga ah..

iqbal latif said...

he he



ok deh

dian onasis said...

bagus sekali.. ^_^

iqbal latif said...

semoga bermanfaat...


saya juga sudah mbaca punya, mb! menyentuh

Cinderellanty Chan said...

Bagus banget mas :)
Terharu... So sweet, memotivasi
Sekarang udah ketemu ibunya ya... Tinggal menantinya ^_^
Jazakallaah khayr for share
Telat banget ya bacanya, hampir 2taun yg lalu...

iqbal latif said...

hehe..iya...

sedang dalam ingin membuat surat sejenis di saat sudah dekat menuju tercapai...#belibet bahasanya