Ini mungkin tentang seberapa sih yang kita butuhkan. Bukan tentang seberapa yang bisa kita ‘manfaatkan’
Atau entahlah!
Seperti ketika menelepon sebuah penginapan di sebuah kampus saat training ke luar pulau beberapa bulan yang lalu; ‘per malam berapa, bu?’. Dan ketika si ibu menjawab, ‘yang kamar mandi dalam 299 ribu, yang luar…… (-sekian ribu yang saya lupa – yg pasti lebih murah)’, saya menoleh ke teman yang membersamai saya untuk meminta pertimbangan. Lalu, “kamar mandi dalam, lah! Kan nanti sama-sama diganti”, begitulah jawabnya.
Dan lagi-lagi saya kalah. Karena kampusnya adalah kampus saya kuliah dulu, awalnya sempat terpikir untuk numpang di kontrakan saya yang dulu (-meski penghuninya sudah banyak muka-muka baru-), terus jatah penginapan yang diberikan perusahaan di-lump sum-kan. Cukup lumayan untuk dipakai mentraktir teman kontrakan dulu. Traktiran yang saya yakin amat membahagiakan mereka –sebab saya pernah merasakannya.
Kemudian alternatif itu tereliminir dan saya ikut-ikutan menginap di wisma kampus yang berbayar. Kami datang berdua dan tak enaklah kalo salah satunya di kontrakan satunya di penginapan, begitulah pemaklumannya. Dan ketika alternatif kamar mandi dalam dan luar itu mengemuka, di sinilah letak ujiannya. Keduanya sama-sama mungkin untuk dipilih sebab tarif maksimal yang ditetapkan perusahaan buat karyawan sekelas saya masih ada di atasnya. Hanya tentang fasilitas yang bakal saya dapatkan saja lah pembedanya.
Dan tentang seberapa besar fasilitas-fasilitas itu saya butuhkan lah sebenarnya sebagai wasitnya.
Tapi saya, lagi-lagi kalah.
Kalau saya memilih yang lebih murah, perusahaan akan menghemat sekian ratus ribu, yang boleh jadi sepele bila dibandingkan dengan kumulatif pengeluarannya. Tapi tetap saja penghematan. Sempat terlintas ini. Lalu hilang lagi. Tertutupi lagi.
Sebab ternyata variable penentu keputusan itu tak hanya tunggal dari lintasan pikiran kita. Ada orang lain yang juga sebagai variabel. Kita tak selamanya sendiri. Tinggal kemudian seberapa besar kita mengkreasikan variabel lintasan pikiran baik kita agar bernilai besarlah (-mungkin dikalikan tetapan besar, mungkin dipangkat seribu kan-)kuncinya.
Ini tentang perkawinan ide. Pergulatan orientasi.
Ada banyak pertarungan lain sebenarnya, tapi hari ini saya ingin membaginya yang itu saja.
** untuk seorang teman yang dulu dalam sebuah sambungan telepon pernah berucap : ‘ingin nangis rasanya, bal, bila mengingat masa-masa awal kita di kontrakan dulu’. Semoga kau masih mengingat masa itu sebagai tarbiyah, bukan sebagai puasa untuk kemudian kini saatnya berbuka
*** ditulis ketika kesempatan dinas luar pulau itu datang lagi dan kenikmatan-kenikmatan dunia macam gedung-gedung tinggi, kasur-kasur empuk, mobil-mobil berkelas bakal dari dekat terinderai.
16 comments:
:) kemana Mas dinasnya ?
ke bandung, mas
diawal dinas juga mikir untuk menghemat..kesini2..ah..dimanfaatkan ajalah sesuai kebutuhan..ga usah terlalu ngirit..itu udah seukuran kok :)
sy tdk berbicara ngirit lo, mb!
iya salah pilihan kata tadi..maksudnya,,segitu udah dihitung sesuai dengan kebutuhan kita..jadi ya ga usah terlalu rendah menakar kebutuhan kita :D
IMHO
kebutuhan itu tdk ditakar lo, mb! kalo ditakar2...itu ARTINYA BS DI-SET SESUAI KEINGINAN KITA...
haduh!
emang gitu ya?
bukan gitu maksudkuuu -_-"
Begitulah. Kebutuhan setiap orang beda2.
*Komen standar krn ga ngerti betul maksudnya :D
ah, gitu saja nggak ngerti si ai! :)
hehe..
eh Ai..aku mulai berpikir..aku ndak terlalu ngerti maksudnya..abisnya aku klomen ditulisan ini di debat ma yang punya :D
mb lan, kayake it indikasi 'menyerah' ya?
Sabar yaa mba lani, yang pinter ngalah :D
Jadi ini crita ttg apa sih? *masihbingungdotcom
hee..aku selalu ngalah ma iqbal kok Ai.. :))
tu kan bal..Ai aja masih bingung
mb lani, ciri2 orang yahudi itu mengingkari pengetahuannya sendiri lo!! :)
heh?
siapa gt ya yg ngingkari pengetahuannya??ckck... :P
orang yahudi. Kan sdh jelas kalimatku.. ;)
Post a Comment