Friday, May 2, 2008

Ketinggalan Kereta

Ini sebenarnya tulisan lama, dari blog lama yang tidak lagi dipakai. Karena pembahasannya yang cukup relevan dengan saya yang sekarang sedang berburu dengan waktu menuju poster paper skripsi, ya sekalian saja saya salin ke multiply saya yang ini.

***

Ada yang pernah mengatakan :

Jika kau ingin tahu arti satu tahun, tanyakan pada seorang anak yang tinggal kelas.

Jika kau ingin tahu arti satu bulan, tanyakan pada seorang ibu yang melahirkan premature.

Jika kau ingin tahu arti satu minggu, tanyakan pada seorang redaktur tabloid mingguan.

Jika kau ingin tahu arti satu hari, tanyakan pada seorang redaktur surat kabar harian.

Jika kau ingin tahu arti  satu jam, tanyakan pada… (lupa?)

Jika kau ingin tahu arti satu menit, tanyakan pada seorang penumpang yang ketinggalan kereta.

Jika kau ingin tahu arti satu detik, tanyakan pada seorang yang baru saja terhindar dari kecelakaan maut.

Dan jika kau ingin tahu arti satu mili detik, tanyakan pada peraih medali emas lari 100 meter olimpiade.

Selama ini kata-kata itu hanya menjadi kata-kata mutiara saja bagi saya, karena memang saya belum pernah menjadi seseorang yang ada di atas. Saya tak pernah tinggal kelas, bukan pula seorang redaktur, atau sprinter, apalagi seorang ibu yang berpeluang melahirkan premature. Jadi, artinya kata-kata itu belum terjiwai benar dalam diri saya. Baru kemarin saja saya akhirnya benar-benar menyepakati dalam-dalam kalimat itu, terutama yang nomor enam.

Ceritanya begini, akhir pekan kemarin saya menghabiskan liburan selama tiga hari di rumah. Inilah kali pertama saya liburan di rumah setelah hampir tiga bulan melanglang buana di perkuliahan. Terakhir kali saya bisa menikmati indahnya tidur malam di rumah adalah pas lebaran dulu. Saya sampai pasuruan sekitar jam sebelasan siang, hari kamis. Seperti kebiasaan saya sebelum-sebelumnya saya balik ke surabayanya adalah hari ahad setelah sholat dhuhur. Saya akan naik kereta yang jam setengah dua-an dari stasiun bangil.

 Entah mengapa siang itu saya nggak mau terburu-buru, padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah satu (*perlu dicatat  : waktu tempuh dari rumah saya ke stasiun bangil sekitar satu jam, harus naik colt dan bus*). Mungkin saya trauma karena sepanjang saya naik kereta dari stasiun bangil ini belum pernah sekalipun yang namanya kereta penataran ini tepat waktu, yang ada bahkan sampai telat jam empat (*beneran lo, ini bahkan menginspirasi salah satu cerpen saya*).

Maka saya ringan saja berangkatnya, nggak takut terlambat. Pun ketika saya turun dari bus dan melangkah ke stasiun, enjoy-enjoy saja dan tak mencoba mempercepat langkah. Melangkah beberapa meter saya melihat di sebuah warung, jam masih menunjukkan pukul 13.35, ah masih lama, pikir saya (*dasar pemikirannya adalah keretanya pasti telat*). Saya tenang-tenang saja. Baru ketika mendekati pintu stasiun saya melihat banyak penumpang yang menyembul keluar, pasti ada kereta yang baru berhenti. Kereta apa?, pikir saya. Saya baru bergegas. Terlihat ada kereta warna kuning yang berhenti, dan siap berangkat. Pikiran saya tak enak. Saya pun bertanya pada petugas karcis apakah itu kereta penataran jurusan Surabaya. Petugas karcis mengiyakan. Saya gelagapan. Shock. Terburu-buru memesan karcis. Petugas karcisnyapun tak kalah terburu-buru. Uang empat ribu saya serahkan, karcis diberikan, tak perlu kembalian. Saya berlari. Tapi, ah…..betapa berharganya waktu satu menit. Kereta telah melaju. Tiba-tiba semua persendian saya lemas. Saya terpaku. Menatap tak percaya pada kereta yang melaju. Berjuta perasaan memenuhi dada. Tidak seperti bus, kereta tak bisa berhenti untuk menunggu penumpang yang ketingggalan.

Saya kembali ke petugas karcis. Mengembalikan karcis (*karena nggak mungkin kan saya menunggu kereta selanjutnya yang jam setengah delapan*). Petugas karcispun maklum dan memberikan uang empat ribu saya tadi. Saya masih tak percaya dengan apa yang terjadi, hanya beberapa menit mampu membuat suatu perbedaan yang nyata : tertinggal dan melaju. Dan saya berada di pihak yang tertinggal. Menyakitkan, saya dikalahkan waktu.

Saya mendongak ke jam dinding besar stasiun : jam 13.38. Beralih ke papan pengumuman jadwal keberangkatan. Menemukan jadwal keberangkatan kereta penataran jurusan Surabaya : jam 13.37. Saya tambah shock.

Akhirnya saya melangkah keluar stasiun dan kembali ke halte bus. Ke Surabaya naik bus lagi.

Dari kejadian ini mungkin ada baiknya saya mengikuti kebiasaan seorang teman yang nelpon dulu ke stasiun sebelum berangkat untuk menanyakan apakah keretanya telat atau tidak.

(*mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa saya kok naik kereta, tidak sekalian naik bus saja , jadi nggak perlu sering gonta-ganti angkutan. Inilah alasannya:

1.      Lebih irit, kalau naik kereta saya bisa lebih irit tiga ribu sampai tiga setengah (*tahulah mahasiswa, kan lumayan bisa buat makan sekali*)

2.      Suasana stasiun yang gimana gitu. Ini mungkin yang terlihat aneh, saya menikmati betul momen menunggu di stasiun. Mengasyikkan kalau boleh dibilang. Menginspirasi. Saya sering mendapat inspirasi membuat cerpen dari stasiun ini

3.      Kebalikan dengan yang nomor tiga, dengan naik kereta saya nggak perlu melalui terminal bungur lagi. Ruwet, bising. Dan tentu saja tak perlu bertemu para pencari penumpang yang seenaknya sendiri main gaet dan main pegang (*apalagi kalau penumpangnya cewek*), bikin hati panas

4.      Kayaknya lebih merakyat (*bukan bermaksud sok lo*)

*)

 

8 comments:

khaleeda killuminati said...

ane belum pernah naik kereta...(di Kalimantan gak ada)
kepengen banged bisa ngeliat pemandangan dari balik jendela...
tempat yang pas buat nyari inspirasi...
mumpung masih di Surabaya moga bisa maen2 ke rumah temen pake kereta, pasti menyenangkan ^__^

iqbal latif said...

saya juga baru2 saja pertama kali naik kereta. dikenalkan temen
dan langsung jatuh cinta yang namanya kereta

Likah - Syafa Azizah said...

kata-kata di awalnya sepertinya ane kenal...
ambil dari buku 7 Habits-nya Sean Covey khan?

always spirit...!!

iqbal latif said...

aduh g tw juga, soalnya saya juga belum bc buku itu.
dapatnya dari pembicara sebuah kajian

cak Dayat said...

bal aku request ya..
sekali-kali coba kmu nulis pengalaman orang lain..
kayaknya tulisanmu semuanya pengalaman pribadi..
buat pembelajaran...ok
good luck adikku...
drimu banyak menginspirasi aku..

mpit fh said...

saya tiap hampir tiap hari naik kereta jkt-bgr. pemandangannya beda kali yah klo ke surabaya...

iqbal latif said...

pernah ketinggalan g?

mpit fh said...

ketinggalan sih blom pernah kynya, udah tau jadwal keretanya, jd nyampe stasiunnya sebelum jam kberangkatan, dan biar dpt t4 duduk juga....:D