Monday, April 18, 2011

(cuap-cuap) cerita di sebuah siang

Setelah melalui perhitungan, apakah akan melakukannya di sore hari atau siang itu saja, motor akhirnya saya starter juga. Kondisinya memang sudah memprihatinkan. Sudah dua mingguan lewat tanpa saya menyempatkan diri untuk mencucinya. Lumpur sudah terlihat mengering di beberapa bagian yang membuat warnanya terlihat mengusam.

Sore hari adalah jadwal menyeterika, mengalokasikannya untuk mencuci motor akan menjadi bumerang. Membuat tumpukan baju yang telah tercuci kian menggunung tak tereksekusi lanjutan. Maka jam sebelas siang itu, saat cuaca cukup cerah hingga tak perlu waswas hujan bakalan turun, saya keluarkan safety helmet dari bagasi motor, menggantinya dengan sebuah buku (yang tak perlu saya sebutkan judulnya), lalu memencet elctric starter, dan…beberapa menit kemudian telah meluncur melewati jalanan kompleks yang tetap saja sepi dari kendaraan bahkan di siang bolong begini.

Hanya ada satu pemberhentian menuju target lokasi. Sebenarnya saya tak punya tempat langganan lagi oleh sebab yang dulu sudah tak menunjukkan tanda-tanda buka lagi. Maka, alasan yang paling masuk akal adalah mencari yang lokasinya terdekat, dengan tempat menunggu yang cukup nyaman untuk menghabiskan sejudul buku. Ada satu tempat yang sudah masuk di bayangan. Belum pernah saya coba, dengan tempat menunggu yang lumayan. Ke sanalah saya hendak menuju.

Gayung bersambut. Tepat ketika saya sejarak sepuluhan meter dari tempat cuci motor itu, tiga orang nampak duduk-duduk malas di tempat menunggu. Bukan! Karena disebutkan kalau ini gayung bersambut, maka tiga orang itu bukanlah pelanggan yang sedang menunggu motornya yang sedang dicuci. Ketiga orang itu adalah petugas cuci yang sepertinya membunuh kebosanan menunggu pelanggan yang mampir dengan menonton televisi. Ada televisi 21 inchi yang menggantung di depan tempat menunggu itu memang.

Seseorang, dari tiga orang yang duduk-duduk itu, kemudian bangkit. Menyambut saya yang berhenti di depannya. Ia pasti sudah hafal betul prosedurnya. Saya tak perlu berkata saja, dengan cukup meninggalkan kunci motor menggantung di lubangnya, ia sudah tahu betul apa yang mesti dilakukan. Tapi tentu, saya terlebih dahulu mengeluarkan buku dari bagasi. Sejak sebelum berangkat tadi, saya tidak berencana menghabiskan waktu menunggu ini dengan on line dari hp.

Entah setelah berapa menit lewat, ketika saya sudah menghabiskan beberapa halaman, sebuah motor berhenti. Petugas pencuci, satu dari dua tersisa, sigap menyambut. Si pemilik motor, seorang perempuan muda dengan kisaran usia 20an, dengan helm masih di kepala, melangkah menuju tempat saya berada. Tentu saja ia tidak sedang menemui saya. Sebab, seperti halnya saya, ia juga menunggu motornya dicuci. Dan tempat menunggu, adalah tempat yang sama dimana saya sedang duduk.

Ia mengambil posisi di samping saya. Tempat duduk itu berupa kursi panjang. Saya berada di sisi paling kiri, ia paling kanan di pojokan. Seorang petugas cuci yang tersisa sudah sejak lama sebelumnya bangkit dari tempat menunggu ini. Entah kemana.

Saya meneruskan baca. Sementara televisi masih mengeluarkan desibel-desibel tak terlalu keras. Gambarnya sedikit burek, tapi tak ada yang peduli. Perempuan muda yang sedang menunggu itu pun juga tak menghiraukan televisi di depannya. Matanya sepertinya masih awas mencermati benda mungil itu, menyertai gerakan jempolnya yang tak kalah lincah memencet-mencet tombol. Dugaan saya, ia sedang melakukan apa yang tidak saya rencanakan tadi : on line via Hp.

Beberapa halaman kembali terlewati. Progress pencucian motor tak terlalu menggembirakan. Petugas cuci sepertinya dengan teliti menjengkali tiap bagian motor. Seperti merasa berdosa sekali jika ada satu bagian kecil saja yang tak terbilas air dan terbersihkan. Tapi tak apa. Ada kalanya menunggu itu tak membosankan.

Satu motor lagi berhenti. Satu petugas tersisa tak kalah gesit menyambut. Kali ini bapak-bapak. Sembari melepas helm mendekati saya. Tersenyum, menepuk bahu, menyapa ala kadarnya. Tentu saja saya mengenalnya. Atau minimal saling tahu. Rekan seperusahaan, meski selama ini minim sekali beririsan dalam pekerjaan. Ia kemudian mengambil posisi tunggu di pojokan lain, di depan si perempuan.

Televisi masih saja tak ada yang menghiraukan. Si bapak, yang tak membaca, yang juga tak mainan Hp, lebih memilih bengong tak melakukan apa-apa daripada menyaksikan tayangan yang ada. Sementara saya terus saja membaca sambil sesekali melirik perkembangan pencucian motor saya.

Beberapa menit lewat dalam hening. Tiga orang di ruang tunggu itu sama-sama sibuk melakukan aktivitas masing-masing. Tak ada obrolan. Sampai kemudian seorang dari tiga manusia itu bangkit dari duduknya, mengeluarkan dompet dan mengambil selembar sepuluh ribu rupiah. Seorang itu adalah saya. Motor kusam berlumpur itu telah sempurna mengkilap kembali. Saya pun segera melaju.


21 comments:

Daicy Mahia DG said...

Bercerita..

iqbal latif said...

Iya. Tak terlalu bnyk yg ingn disampaikan, hanya lathan nulis :)

rahmah ... said...

Wah nyuci motor aja bisa panjang gini nulisnya, bener2 jeli dan detail. Kebalikan ama saya yg males ngingat detail hehe

HayaNajma SPS said...

haha.. aku paliiing males nyucii motor.. nyucinya kalo hujan sekalian ;p

iqbal latif said...

@kakrahmah...iya, kadang kalau nulis sy suka detail

@bery...aq juga males, sih. Hanya ini sdh tlalu parah

Pemikir Ulung said...

udah gitu doang? :p

sebenernya waktu yang wajar nyuci motor berapa lama si? jadi merasa berdosa membaca kata "dua mingguan"

iqbal latif said...

Iya. Haha. Sbnare mau membahas perilaku orang2 saat menunggu..

Aku g ingat btl, sepertinya lebih dari dua minggu motorku nggak kecuci. Disini sering hujan, di! Jd cepet kotor

Pemikir Ulung said...

masalahnya ...... (ga usah dibahas deh, nanti aku dibilang membuka aib yang ditutup ALLAH kaya ai di tempat sebelah, hehehe)

iqbal latif said...

Ha ha.. Aku ngerti, kok :)

Pemikir Ulung said...

petunjuknya udah terlalu jelas :p

Salman Rafan Ghazi said...

jadi inget motor belum dicuci

al fajr "fajar" said...

tumben Bal....... tulisanmu...

iqbal latif said...

Knopo jar? Hehe. Ini jenis tlsn yg cepat mbuatnya.. Saat menunda pulang krn msh panas

al fajr "fajar" said...

ooo pantes.. hehehe

aku mudheng si.. maksud tulisan iki ki membedakan style tiap orang sing "mmanfaatkan waktu tunggu"

tapi dadi kurang ono "misi"ne...hihi

pesen untuk memanfaatkan waktu sebaik2nya-ne terkesan ga ono..

padahal detil-e iqbal banget wis-an
*sotoy

iqbal latif said...

Nah, itu. Pengennya bgtu. Tapi tak putuskan untk bercerita sj, tanpa beropini dg kalimat2 kesimpulan..

al fajr "fajar" said...

yo iku si.. kurang entuk "rasa" pesen-e..
hehehe
karena posisine dadi seolah2 seimbang antara sing moco buku, ol via hape karo sing bengong
hehehe

iqbal latif said...

Nah, agar 'dapet', bgaimana kalo fajar ngasih kesimpulannya d komen ini. Hehe..

Sbenare, kalau untk cerita model bgini, sy nggak bisa ngeclaim yg ini lbh bmanfaat drpd yg lain. Kita tak tahu apa yg memotivasi 3 orang it melakukan apa yg dilakukan itu

iqbal latif said...

Nah, agar 'dapet', bgaimana kalo fajar ngasih kesimpulannya d komen ini. Hehe..

Sbenare, kalau untk cerita model bgini, sy nggak bisa ngeclaim yg ini lbh bmanfaat drpd yg lain. Kita tak tahu apa yg memotivasi 3 orang it melakukan apa yg dilakukan itu

al fajr "fajar" said...

hmm ya ya ya..

akuAi Semangka said...

burek itu bahasa apa yaa?

iqbal latif said...

tv yg g jernih gambarnya bisa dikatakan itu...