Saturday, April 9, 2011

Pecel Yang Naik Tak Membenci Cabai

Karena sudah terbiasa, meski satu dua pekan absen, langsung saja saya ulurkan selembar uang sepuluh ribu itu. Pesanan saya memang telah selesai dibungkus. Sebungkus nasi pecel untuk sabtu pagi. Maka selembar sepuluh ribu rupiah itu adalah alat tukarnya. Cukup, sebab sebesar itulah memang kali terakhir kali saya membelinya.

Tapi ternyata tidak.

“sekarang naik jadi sebelas ribu”, ujar pak penjual sambil sedikit tersenyum. Tak enak mungkin mengabarkan perubahan harga itu. “harga-harga naik. Cabai naik drastis”

Ya, saat itu memang sedang hebohnya kenaikan harga cabai. Seratus ribu perkilogram kalau tak salah. Penjual-penjual makan menjerit. Terutama yang berbasis cabai. Tapi, untuk sebuah penjual pecel, seberapa signifikan kah harga sebuah cabai mempengaruhi HPP pecel perbungkusnya?

Saya kemudian tersenyum tanggung. Agak memaksakan diri mungkin. Bertanya-tanya banyak hal dalam imaji. Tapi akhirnya mencoba memaklumi. Saya ambil kembali dompet. Mencoba mencari pecahan seribu.

Tidak! Bukan karena beratnya mengeluarkan satu ribu uang tambahan itu yang mengganggu pikiran saya. Tidak! Saya hanya memikirkan tentang betapa mudahnya si bapak ini menaikkan harganya. Saya yakin, amat yakin, kelak, ketika harga cabai akan kembali normal, ketika harga cabai bahkan menyentuh nominal yang terendah dalam setahun terakhir, harga pecel itu akan tetap segitu. Tak ada penurunan harga, tak ada penyesuaian harga. Ya, karena ia amat berkuasa terhadap harga jual produknya.

Tapi tahukan kawan semua tentang petani kita. Orang-orang yang mendiami pinggiran negeri ini. Mereka yang memiliki sepetak dua petak tanah garapan. Mereka yang menyongsong pagi untuk memanggang tubuh legamnya. Berkubang lumpur, berpeluh keringat. Demi sebuah harapan akan hasil panen yang baik, hasil yang melimpah.

Petani-petani itulah yang memproduksi cabai tadi. Petani-petani itulah yang mulai menanam bibit cabai itu, memupuknya, menyianginya, memberantas hamanya, sampai hampir tiga bulan lamanya sampai cabai itu akhirnya siap dipanen. Tapi, sekali lagi, tahukah kawan semua, setelah tiga bulan berlalu dalam penantian itu, mereka sama sekali tak berdaya atas harga jual produknya itu. Lupakan tentang biaya tiga bulan itu, lupakan tentang seberapa repotnya merawat cabai itu, lupakan tentang harga pupuk yang naik, lupakan tentang HPP perkilogramnya! Sebab itu sama sekali tak akan mempengaruhi harga. Sebab setelah cabai di panen, setelah buah-buah merah itu sempurna dipacking dalam wadah-wadah,yang bisa mereka lakukan kemudian adalah menghubungi para pedagang cabai. Menanyakan harga. Bernegosiasi sebentar. Ya, bukan para petani kita yang menentukan harga. Bukan! Mereka sama sekali tak berdaya untuk itu. Para pembeli lah yang menentukannya. Itulah ajaibanya.

Ya ya ya. Tidak seperti penjual pecel yang mudahnya menaikkan harga hanya gara-gara cabai naik (atau minimal berdaya untuk menurunkan porsinya), bagi petani kita, senaik apapun harga pupuk, sebanyak apapun hama kala itu, bukan ‘haknya’ lah untuk menentukan harga jualnya. Maka, ketika sekilogram cabai di pasaran seharga seribu rupiah, harga itulah yang harus ia terima. Mau tak mau. Senang tak senang. Tak bisa menawar. Sebab untuk menahannya justru malapetaka. Alih-alih mendapati harga cabai naik, justru cabai susut dan membusuklah yang ia terima.

Ini memang masalah tak adanya asosiasi yang melindiungi petani. Ini memang masalah tak adanya persekutuan petani untuk menaikkan posisi tawar sendiri. Itulah akarnya. Hingga harga jual produknya diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar. Bahkan tak hanya itu. Bahkan kadang ia sama sekali tak berdaya menghadapi pedagang yang ingin meraup keuntungan besar. Yang inginnya membeli dari petani dengan harga serendah-rendahnya, tapi ingin menjualnya dengan harga sebesar-besarnya. Begitu egoisnya.

Perlu langkah-langkah nyata memang. Perlu orang-orang yang benar-benar menaruh minat dan perhatian pada dunia orang kecil ini. Tak melulu sarjana petanian. Sebab betapa banyak sarjana pertanian yang justru jijik berkubang lumpur di sawah. Atau merasa risih bergaul dengan petani-petani dekil. Tapi yang dibutuhkan hanyalah orang yang mencintai dunia ini. Benar-benar mencintai.

Orang-orang yang mencintai itu, bisa saja kau, aku, atau kita semua.
(Bahkan akan tetap bisa jika sarjana teknik pelakunya )

53 comments:

iqbal latif said...

saya bingung mau ngasih judul apa tadi

Yaufani Adam said...

kasi aja judul, harga cabe mahal :D

Pemikir Ulung said...

konkritnya kita bisa apa bal?

Moes . said...

hehehe judule lan isine..

iqbal latif said...

@adamdsgn...blh jg
@ludi..sbnarnya ptani it perlu asosiasi yg kuat. Agar memiliki nilai tawar. Yg skrg ini, serba sulit. Ingn mjual dg harga lbh tinggi, ya gbs. Pdagang dg mudahny mcr d tempat lain yg hargany lbh murah. Sebab it td, g ada wadah untk bkmunkasi.

iqbal latif said...

@moes.. Knp, mus?

Pemikir Ulung said...

aku bertanya begitu karena terpengaruh pada kalimat penutupnya, karena katanya bisa saja kau, aku, kita semua, makanya aku tanya kalo aku konkritnya bisa apa, karena terus terang aku gatau bisa berbuat apa..dari closing tulisan ini kesannya ada sesuatu yang bisa kita perbuat gitu, makanya aku tanya..dan jawabanmu itu tidak cukup memuaskan

mungkin karena memang dari awalnya tidak bermaksud seperti yang aku tangkap

iqbal latif said...

Tentu sj kau bs mjadinya. Bs jg tdk mjadinya. Karena yg kusbutkan memang 'bisa'. Apa sih memang yg tak bs..

Kalau aq sebutkan kalo qt 'tak bisa' menjadinya, justru malah g pas.

akuAi Semangka said...

judulnya ga nyambung.... Ganti!

iqbal latif said...

Usul kongkrit, atuh!

Pemikir Ulung said...

iyeee
tapi dengan penutup itu jadi mikir, kalo sekarang aku bisa apa, aku ga nemu jawabannya, makanya kutanya ke si empunya postingan ini, begitu

saran judul: "tentang pecel yang naik seribu" atau "pecel yang tak pernah membenci cabai" atau "tentang dia yang naik dan tak akan turun lagi"

gimana bal? aku ga nyuruh ganti atau bilang ga nyambung, tapi konkrit aku kasi saran, ada yang menarik ga? hehehe

iqbal latif said...

'pecel yg tak pernah membenci cabai' it bgz. Tp apa maksudnya, ya?
Jdl postnganmu kayake sering panjang2..
(yg td blm mjawab, ya? Dirimu agak jauh dg dunia ini, sih)

Pemikir Ulung said...

gatau, biar catchy aja, haha
pecel ga akan pernah benci cabai bal, meski karena cabai dia jadi pedas, meski karena cabai harganya jadi naik, dan mungkin pembeli akan menggerutu saat akan membelinya..tapi pecel dan cabai, selamanya akan bersahabat. manakala memakan pecel, orang akan selalu merasakan sensasi si cabai di dalamnya :D

aku suka judul yang catchy, untuk menarik minat pembaca agar sudi mampir. meski akhirnya kadang ga nyambung atau maksa. dan sulit rasanya membuat judul yang catchy kalau pendek-pendek

akuAi Semangka said...

pecel yg tak pernah membenci cabai. Haha... Boleh juga tuh..

Usul:
Bukan Salah Petani Cabai.

Sederhana saja. :D

Pemikir Ulung said...

*berharap iqbal pakai judul yang kusaranin*
*terus aku dilink di tulisan ini*

hehehe *ujung-ujungnya promosi*

iqbal latif said...

Td maunya pakai 'pecel yg naik tak membenci cabai'. Tp nyalain laptop, eh kneksi buruk. (via hp bs kah?)
@ludi...kalau aq sering satu, atau dua kata. Meski g selalu.
@ai..kok jd jdl bk smua?

iqbal latif said...

Td maunya pakai 'pecel yg naik tak membenci cabai'. Tp nyalain laptop, eh kneksi buruk. (via hp bs kah?)
@ludi...kalau aq sering satu, atau dua kata. Meski g selalu.
@ai..kok jd jdl bk smua?

Pemikir Ulung said...

kayanya gabisa

boleh saran ga bal? meskipun pake hape, tetep aja ini internet, bukan sms, jadi jangan disamain, kalo yang baca ga pake perangkat mobile (kaya aku) kurang enak bal

iya aku tau, hehe (re: satu atau dua kata)

akuAi Semangka said...

via hp bisa tapi pake reguler site. Kalo gitu judulnya Petani Cabai (bukan) Pembohong. Haha.

iqbal latif said...

@ludi... Saran apa? Apany yg g enak?
@ai... Mentang2 sdh bc,.. Punyaku br datang bsk

Pemikir Ulung said...

iya, pake reguler, tarifnya lebih mahal bal

"demi makan pecel pekan ini"
"pejuang harga cabai, kaukah itu?"
"ketika sarjana pertanian jijik berkubang di sawah"

kalo pake judul yang terakhir di komen ini, atau komen sebelumnya, pasti banyak yang mampir deh bal, hehe

semakin banyak yang baca, semakin luas peluang kita nasrul fikroh

Pemikir Ulung said...

eh maap, kurang jelas ya, itu singkatan yang digunakan, jangan kaya nyingkat kalo lagi sms-an, ini kan internet, "field"nya lebih luas, memang sih, ribet kalo pake mobile panjang-panjang, tapi kalo aku pribadi, ga enak bacanya, puyeng *ini isu lama yang kucoba sampaikan dari dulu pada pengguna mobile internet*

desi puspitasari said...

Di Madiun pecel 3 ewu uwis menggunung, Baal

iqbal latif said...

Sudah tak ubah, tuh.
@ludi...nah, dirimu sudah paham gitu. Yg perlu dilakukan slanjutnya adalah pemakluman dan pengertian.. Hehe. Kalau aq, meski tak singkat, kuusahakan struktur kalimatnya tetep bener, kok! Termasuk tanda baca

iqbal latif said...

@mlmblnbr...lawuhe peyek, yo? :)
iyo seh, nang jowo nggelek seng murah akeh. Sempet kaget jg biyen pertama kali mrene. Biasa warong cedhek kos soale panggon mangane..

Sukma Danti said...

sebentar2... agak takjub nih, kok ente bisa tauuu sejauh ituu... o_O?

*btw, judulnya bikin daku senyam senyum :))

Pemikir Ulung said...

terserah kamu lah, aku kan cuma saran

desi puspitasari said...

Masak dhewe lah. Rebus rebus. Kulakan sambel pecel e saka Madiun #bakul

iqbal latif said...

@keluarga... Aku iki petani, dant! Beneran ini.
@ludi..iya. Sudah nggak terlalu banyak tak singkat2, kok (seringnya yg tak singkat itu yg hurufnya dalam satu tombol). Eh, judul buatanmu bikin satu orang senyum2, tuh!
@mlmblnbr...aduh, kalo msak sendiri buat seorang malah hbs banyak. Kecuali kalo aku lagi pengen nasgor.

#hore! MU ngegolin lagi

Sukma Danti said...

maksudnya??? ra mudheng aku Bal... *_*?

iqbal latif said...

Dulu aku ke sawah juga. Nanam cabai. Sudah dibilang khatam lah ilmu nanam cabai. Pernah merasakn harga tinggi, pernah juga harga rendah yang bahkan hampir tak laku..

Sukma Danti said...

hhhoo... haha keren2... aku saja tak sampai segituuu..... tpi aku pengen buka rental tanaman kiy.... *loh
hehe kan biar ilmuny gak sia2 gtu...

iqbal latif said...

Rental tanaman? Apa it? Rental, kan, biasanya persewaan gitu..

Sukma Danti said...

exactly! :P

HendraWibawa WangsaWidjaja said...

saya juga suka pecel ... he he he ...

desi puspitasari said...

Bal, aku nembe maem pecel saiki

iqbal latif said...

@hwwibntanto... Alternatif sarapan yg pas cm it sj, sih, disini
@mlmblnbr...malem2? Ckckck. Katanya g bgz. Lain kasus kalo mw bgadang sampe pagi

HayaNajma SPS said...

mahalnya...

iqbal latif said...

Dsana brapa mb berber?

HayaNajma SPS said...

10 ribu bisa dapet 3 porsi pecel

desi puspitasari said...

Lha, wes kadung i, Bal. Eyip nuu?

iqbal latif said...

@berber... Lauknya apa, tuh? Dsini agak2 aneh, sih. Mw lauk telur, ayam, ikan, atau daging hargane sama
@mlmblnbr... Asal g dibiasakan ae. Aq mbiasakan mkn malam sbelum magrib, atau paling lambat sblm isya'. Tp resikonya memang ngantuk habisnya

desi puspitasari said...

Sendika dhawuh .. *simpuh sungkem njuk keturon

HayaNajma SPS said...

haha... kalo di kalimantan sih keliatannya memang wajar kok :D
di sini lauknya cukup mendoan :D

iqbal latif said...

@mlmblnbr...ojo ngiler!
@bery...oh yo, nasi angkringan ada yg 4rb disini.. Siap2 tuh yg mw k pontianak

HayaNajma SPS said...

berapa porsinya? nasi kucing di sini berapa yaa.. 1000an kali ;p emang bener2 kecil

siap2 buat apa? pasti juga belum, masih lama juga :D

iqbal latif said...

eh, HS-mu nggak banget memang

HayaNajma SPS said...

*lempar barang2

al fajr "fajar" said...

larangeeeeeeeeeeee.............

11 ewu.. heleh..

iqbal latif said...

Nang magelang entok opo wisan iku?

al fajr "fajar" said...

entuk 2 porsi.. qiqiqi

iqbal latif said...

Dan it adalah porsimu? Hehe

al fajr "fajar" said...

ngerti ae iqbal ki.. qeqeqe