Saturday, April 2, 2011

mereka yang terpinggirkan

Bapak yang menceritakannya. Tentang cerita dari kehidupannya di masa lalu. Bahwa dulu, teramat dulu, saat bapak masih bujang, ia pernah bekerja di sebuah tempat yang bernama Kebun Mangga. Kalau tak salah, karena kami terpisah jarak dan tak leluasa menglarifikasinya, Kebun Mangga ini dikelola pemerintah dengan kegiatan utama untuk melestarikan berbagai varietas mangga yang ada. Seingat saya juga, melalui cerita bapak dulu, hampir semua varietas mangga ditanam dan berbuah. Konon, Bung karno pernah menjamu tamu negara dengan mangga hasil Kebun Mangga ini.

Kebun Mangga ini terletak di Pasuruan. Tapi jangan tanya sekarang, apakah masih ada apa tiada. Sebab yang bisa kukatakan hanyalah ini: jejak-jejaknya saja yang masih ada. Kau mungkin menyayangkannya, sedalam saya juga menyayangkannya.

Jaman saya kecil dulu, seusia SD, dimana berjarak 30an tahun dari masa kejayaan Kebun Mangga di atas, varietas mangga lokal masih melimpah memenuhi pasar-pasar tradisional di kota saya. Jaman segitu, mangga-mangga unggulan macam Gedong, Mana Lagi, atau Lali jiwo, boleh dibilang masih langka dan mahal. Hingga tak heran, sepulang sekolah, pada musimnya, mangga-mangga lokal ini lah yang sering menjadi santapan saya. Jaman segitu, ibu saya memang tiap harinya berjualan di pasar hingga selalu membawa oleh-oleh tiap harinya.

Anak-anak sekarang mungkin sudah tak mengenali mangga-mangga ini. Sebab sekarang, mangga-mangga ‘unggulan’ telah menggeser teman-temannya. Mangga-mangga lokal ini, dengan ukuran yang kebanyakan lebih kecil, dengan rasa yang masih ada masamnya, sudah tak menarik lagi untuk dibudidayakan. Sudah tak ada lagi yang sengaja menanamnya dengan sepenuh hati. Kalaupun tiba-tiba ada yang tumbuh di pekarangan, maka si pemilik akan segera menyambungnya dengan varietas unggulan. Jikapun tidak berkenan memelihara, tinggal ditebang saja sebelum membesar. Beres.

Padahal, tidaklah semua varietas ini diciptakan melainkan ia mendatangkan sebuah manfaat. Tapi kita mungkin yang alpa, atau belum menyadari, bahwa ada kebaikan lain dari varietas-varietas terpinggirkan itu. Ada mangga kopyor. Namanya mungkin sudah menggambarkan bagaimana mangga ini. Bentuknya lumayan besar dengan kandungan air di atas rata-rata. Dan manis. Meski ada sedikit serik-serik di anatara manisnya. Ada juga mangga madu yang manis semanis namanya. Ada mangga daging yang teksturnya seperti daging. Ada mangga wader, ada mangga randu, ada mangga kucing, ada mangga centhel. Juga ada mangga renteng yang buahnya kecil-kecil tapi berbuah lebat berenteng-renteng. Jenis yang terakhir ini, lebih nikmat dikonsumsi dengan menggigitnya langsung tanpa mengupasnya. Dikerokoti begitu orang jawa bilang.

Tapi jauh lebih banyak mangga-mangga lain yang tak bernama.

Tapi sekarang, mangga-mangga itu semakin terdesak. Mangga-mangga unggulan semacam gedong mulai deras membanjiri pasar tradisional. Sebuah pemandangan aneh bila dilihat dulu. Mangga gedong itu, dulu lebih sering ditemui di kios-kios buah yang lebih bersih. Sebab harganya yang dulu masih tergolong mahal.

Siapa yang salah? Tak ada. Adalah sebuah hal wajar kalau orang-orang lebih memilih membudidayakan mangga gedong dibandingkan varietas-varietas lokal itu. Sulit kiranya mengharapkan frase ‘kelestarian varietas’mampir di kepala mereka pada orang-orang pemilik kebun. Hanya saja saya kadang berpikir, bagaiamanakah kiranya jika proyek Kebun Mangga itu dihidupkan lagi. Menjadi semacam agrowisata. Mungkin akan ada puluhan varietas, atau bahkan ratusan yang dibudidayakan. Dengan buah-buah ranum yang tinggal dipetik dari pohonnya.

Kita mungkin akan menglami masa ini. Suatu saaf. Seperti kita yang sekarang tergopoh-gopoh kembali ke pengobatan alami setelah dulu dengan angkuhnya mengabaikannya, beralih ke pengobatan kimiawi. Kita mungkin, suatu saat, akan merindukan citarasa beragam mangga-mangga kampung itu. Setelah bosan dan jenuh, dengan citarasa buah mangga yang itu saja. Semoga saja, jika saat itu telah datang, pohon mangga kampung itu masih tumbuh terselip di pelosok kampung. Mungkin sudah menua. Mungkin sudah jarang berbuah. Tapi masih bisa untuk diambil bijinya untuk dikecambahkan. Tapi masih bisa diambil pucuknya untuk disambungkan. Semoga.


53 comments:

iqbal latif said...

entah mengapa sejak kemaren pengen nulis ini....

akuAi Semangka said...

sebab yang bisa kukatakan hanya ini.

iqbal latif said...

Kenapa?

akuAi Semangka said...

ada ku di antara saya :D

HendraWibawa WangsaWidjaja said...

wah, saya ada mangga gedong di halaman rumah ... he he he ...
rasanya memang manis ...

HayaNajma SPS said...

ulet bulu

Daicy Mahia DG said...

Ingin mangga

iqbal latif said...

@ai..haha. Orang tuh yg diliat memang celahnya, ya?:)

@banghendra..iya. D pasuruan, hampir tiap halaman rumah, yg memungknkan, ada mangga ini7

@berber...knp? Lg wabah tuh d kota sbelah

iqbal latif said...

@mahia... Sdang musim, kan?

HayaNajma SPS said...

uletnya dioseng

iqbal latif said...

@berber...memang drimu berani?

HayaNajma SPS said...

gak juga sih, hw..

akuAi Semangka said...

bawaan otak kiri :D

gimana yaa? Harusnya yg utama menulis tentang ini para biolog. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman hayati. Tapi ke mana mereka? Ckck

iqbal latif said...

@berber...hehe
@ai... La dirimu? Mangga2 kampung ini sdh tak ada yg nanam. Tinggal pohon tua. Kalo pohonya bsr g akan btahan lama. Sebab lbh mgiurkan mjual kayunya

Ajeng Uminya2Aulya said...

I love mango...
Terutama yang asem2...

al fajr "fajar" said...

oo pantes dirimu komen tentang apel lokal semangat banget.. _mbiyen_
jebul ono kisah sejarah bersama mangga lokal..

iyo iq..slein mangga macem2 iku.. mbiyen aku guampang banget entuk sawo, manggis.. dll ning pasar..
tapi saiki.. susah..

iqbal latif said...

@umi2aulia...suka asem2? Lg ngidamkah? Hehe
@jaraway...pernah kah, jar? Kalo it bkn masalah ini saja. Tp terkait eknmi. Terkait ptani2 apel qt. Coba deh liat d kios2 buah! Skrg sdh dserbu prduk2 impor. Bakalan gulung tikar ptani qt kalo qt sndri lbh milih prduk impor,

al fajr "fajar" said...

pernah

Ajeng Uminya2Aulya said...

Ngidam pengen mangga:p

iqbal latif said...

Panggil abi2aulia, tuh

Sukma Danti said...

Oh my--! dah gak ada? waduh... harusnya dri dulu menggunakan teknologi utk melestarikan plasma nutfah yg sangat2 bernilai tinggi itu! *tp jgn todong aku

iqbal latif said...

ah, iya... ini kerjaannya Danti.. Ayo, jangan nyalon saja :)

anas isnaeni said...

di jaman suatu saat nanti, semua makanan adalah hasil rekayasa....
amit-amit... masak gak ada yang natural...
modernitas kudu ada batasannya dah

desti . said...

nggak ada gambarnya ya?

rifi zahra said...

mangga itu buat tropis yang paling disukai masyarakat Indonesia...begitu kata dosen saya pada suatu waktu :)

Sukma Danti said...

@nanaz: konteksny apa ya? Sy rada g spakat ama pernyataannya

iqbal latif said...

iya, nih...
mas anas kok tiba2 mbahas makanan sintesis ya?

iqbal latif said...

gambar apa, des?

iqbal latif said...

hwah! iya kah? memang sepertimnya begitu

iqbal latif said...

ayo! dijelaskan, dan!

desti . said...

gambar mangganya :D

iqbal latif said...

mangga lokal lebih sulit lagi nyari di Bontang...

mangga di bontang mahal, euy!

Sukma Danti said...

Bentar, nggu blesan si nanaz, hehe... Ntar uda komeng pjg lebar maksud dy lain lg ama yg kupikirkn :D

iqbal latif said...

Ya gpp.. Ntar komen lagi kalo bd

anas isnaeni said...

oh... cuman terbersit dalam pikiran kok....
pada bahasan ni kan tentang varietas unggul hasil rekayasa... nah, karena semakin lama semakin terpinggirkan, tentunya produk alami akan jarang begitu bukan?

anas isnaeni said...

makanan hasil rekayasa nggak mesti makanan sintesis bukan ya?
udah diotak atik DNAnya aja kan udah jadi produk rekayasa to... varietas unggulan bukannya termasuk kek gini...
CMIIW

aisha chan said...

udah lama ga makan mangga, perasaan dari dulu taunya manalagi :D

iqbal latif said...

mmm...sepertinya mangga gedong bukan varietas hasil utak-atik itu. Sepertinya hanyalah varietas unggul. Hanya saja kemudian maunya nanm mangga itu. Meninggalkan mangga2 lain

iqbal latif said...

kalo masih sebatas penyilangan2, kayake masih oke

iqbal latif said...

aduh...

eh..eh, jangan2 dirimu kayak rekan kerjaku yg asal Depok. Sawo saja tidak tahu :D

Sukma Danti said...

Nah, brati apa yg dimaksud nanas sama dg yg kupikirkan. Jadi, bukan gtu jg kali mas nanas, varietas unggul akan sll dikembangkan demi kesejahteraan petani it sendiri. Masalah varietas lokal yg tpinggirkan it dpt diakali dgn membuat semacam 'bank varietas', justru var lokal pntg sbg bhn mbuat var unggul bru, makany (mestinya) tdk dimusnahkn bgtu saja

Sukma Danti said...

Kl var unggul it bukan rekayasa, mngk lbh tepat pake kata perakitan, gtu mas nanas...

Sukma Danti said...

Beda lg rekayasa genetik mas nanas.. It jg masih bnyk kontroversi sampe skrg..

yasir burhani said...

mensyukuri karunia Allah.

iqbal latif said...

iya.iya..setuju..

nah, gini lo metu asline...

iya ya, jadi mestinya ada bank varietas gitu (atau sudah ada?). Jadi bisa ditumbuhkan lagi suatu saat

iqbal latif said...

yup..super sekali

aisha chan said...

tentu tidak pak,
di bukittinggi sawo itu banyak :D

iqbal latif said...

uow..dirimu tak lahir dan besar di jkt kah?

kemaren ada teman mkn sawo dikupas dulu.. tertawa lihatnya

Sukma Danti said...

Untuk bebrapa komoditas ada balainya, khusus melestarikan plasma nutfah komoditas tertentu tsb. Setauku ada manggis di tasik, dsb :p *lupa2 ingat yg lainnya*

anas isnaeni said...

i see i see i see...
akhirnya tercerahkan jua...
hehehe fakir ilmu ni...
makasih makasih makasih

iqbal latif said...

oke, jelas ya...

Sukma Danti said...

Hoho, sama2 belajar, tp klo ginian mang suka jd ajang debat dan diskusi di kelas *mengenang masa2 itu, hoho :D

Unknown said...

menarik dan penting bahasannya untuk keberadaan mangga varietas lokal...(:
ijin sharing donk..gmana caranya..