Wednesday, January 19, 2011

[QN ala tobie] waktu kritis

59 comments:

iqbal latif said...

Adalah waktu antara isya dan maghrib. Tak panjang. Hanya sekitar satu jam atau bahkan kurang. Dulu-dulu, waktu ini adalah waktu spesial. Waktu berkumpul dengan rekan-rekan seangkatan sembari makan malam di warung langganan. Menunggu isya bersama sambil mengobrolkan segala hal. Apalagi kala semuanya masih tak memiliki kendaraan. Jalan beriringan dari rumah untuk menjangkau masjid yang jaraknya sekitar satu kilometeran, menjadi keseharian.

Hari meniti minggu. Minggu menjangkau bulan. Dan satu persatu personel kebersamaan itu mulai memiliki kendaraan. Awalnya, logika pertama yang muncul harusnya adalah kemudahan. Kemudahan, sebab sudah adanya  kemampuan mereduksi pengertian satu kilometer jarak  dari 5-10 menit menjadi kurang dari dua menit. Ya, awalnya iya. Yang seharusnya itu pun terjadi. Semuanya serba cepat. Meski berimplikasi tak terlalu baik. Tinggal menjelang iqomat baru berangkat, atau ‘sebentar dulu ah, lagipula ada motor’ kalimat pembenaran untuk tak segera menjawab panggilan adzan. Mungkin seperti itu, andai aku tahu apa yang tersembunyi di pikiran orang-orang. Tapi satu yang pasti, yang aku tahu, hilang sudah kebersamaan itu. Saat semuanya sudah memiliki kendaraan sendiri, saat semuanya sudah merasa mampu menjelajahi setiap warung di sini, tak ada lagi acara menunggu isya di warung langganan itu. Tak ada lagi sesi ngobrol bersama mempertukarkan pemikiran. Tak ada.

Untungnya masih ada seorang yang konsisten. Yang masih mau makan di warung langganan depan masjid sembari menunggu isya. Tak jarang berlama-lama di sana sembari menunggu isya. Mengobrol. Sharing problem pabrik. Sharing hal-hal lain.  Atau kadang kala, lepas sholat maghrib, tak langsung makan. Memilih tetap tinggal sambil tak jarang terkantuk-kantuk mendengar kajian pekanan. Lalu setelahnya, saat kajian berakhir, atau memutuskan mengakhiri sebelum berakhir, saling meledek tentang mata masing-masing yang memerah sebab ngantuk. Lalu melangkah menuju warung langganan itu. Menu yang itu-itu masih.

Tapi itu pun ternyata ada usianya. Lebaran terakhir, pada akhirnya ia menikah. Sebuah kosakata yang mengandung pengertian ia tak akan lagi membersamai di waktu maghrib-isya sebab ada seseorang lain yang sedang menunggunya di rumah. Maka kemudian sendiri. Makan di warung langganan sendiri untuk kemudian segera beranjak. Mengambil sebuah buku dari jok motor untuk membacanya dalam penerangan lampu selasar masjid. Atau, kalau telah makan sore harinya, atau memang tak meniatkan untuk makan malam, serta lagi bener-benernya, terlebih dulu menyiapkan mushaf dan sebuah buku untuk dimasukkan dalam wadah hitam tempat buku ESQ dulu sebelum berangkat. Kemudian memilih memojok di masjid sembari menunggu isya’nya. Sama sekali tak mencantumkan kalimat ‘pulang dulu lalu isyanya balik’ dalam alternatif pilihan itu. Sebabnya tiga: mengehemat bahan bakar, segala hal yang ingin dilakukan di rumah bisa dilakukan di situ juga, serta adanya kemungkinan resistensi untuk segera menjawab panggilan adzan isya dengan segera.

Tapi yang pasti, semanjur apapun pulihan-pilihan antara maghrib-isya itu, perlu ada sebuah tindakan-tindakan matang dan terencana untuk segera mengisinya dengan kejutan yang lebih beraneka.


gambar diambil dari sini

iqbal latif said...

Adalah waktu antara isya dan maghrib. Tak panjang. Hanya sekitar satu jam atau bahkan kurang. Dulu-dulu, waktu ini adalah waktu spesial. Waktu berkumpul dengan rekan-rekan seangkatan sembari makan malam di warung langganan. Menunggu isya bersama sambil mengobrolkan segala hal. Apalagi kala semuanya masih tak memiliki kendaraan. Jalan beriringan dari rumah untuk menjangkau masjid yang jaraknya sekitar satu kilometeran, menjadi keseharian.

Hari meniti minggu. Minggu menjangkau bulan. Dan satu persatu personel kebersamaan itu mulai memiliki kendaraan. Awalnya, logika pertama yang muncul harusnya adalah kemudahan. Kemudahan, sebab sudah adanya  kemampuan mereduksi pengertian satu kilometer jarak  dari 5-10 menit menjadi kurang dari dua menit. Ya, awalnya iya. Yang seharusnya itu pun terjadi. Semuanya serba cepat. Meski berimplikasi tak terlalu baik. Tinggal menjelang iqomat baru berangkat, atau ‘sebentar dulu ah, lagipula ada motor’ kalimat pembenaran untuk tak segera menjawab panggilan adzan. Mungkin seperti itu, andai aku tahu apa yang tersembunyi di pikiran orang-orang. Tapi satu yang pasti, yang aku tahu, hilang sudah kebersamaan itu. Saat semuanya sudah memiliki kendaraan sendiri, saat semuanya sudah merasa mampu menjelajahi setiap warung di sini, tak ada lagi acara menunggu isya di warung langganan itu. Tak ada lagi sesi ngobrol bersama mempertukarkan pemikiran. Tak ada.

Untungnya masih ada seorang yang konsisten. Yang masih mau makan di warung langganan depan masjid sembari menunggu isya. Tak jarang berlama-lama di sana sembari menunggu isya. Mengobrol. Sharing problem pabrik. Sharing hal-hal lain.  Atau kadang kala, lepas sholat maghrib, tak langsung makan. Memilih tetap tinggal sambil tak jarang terkantuk-kantuk mendengar kajian pekanan. Lalu setelahnya, saat kajian berakhir, atau memutuskan mengakhiri sebelum berakhir, saling meledek tentang mata masing-masing yang memerah sebab ngantuk. Lalu melangkah menuju warung langganan itu. Menu yang itu-itu masih.

Tapi itu pun ternyata ada usianya. Lebaran terakhir, pada akhirnya ia menikah. Sebuah kosakata yang mengandung pengertian ia tak akan lagi membersamai di waktu maghrib-isya sebab ada seseorang lain yang sedang menunggunya di rumah. Maka kemudian sendiri. Makan di warung langganan sendiri untuk kemudian segera beranjak. Mengambil sebuah buku dari jok motor untuk membacanya dalam penerangan lampu selasar masjid. Atau, kalau telah makan sore harinya, atau memang tak meniatkan untuk makan malam, serta lagi bener-benernya, terlebih dulu menyiapkan mushaf dan sebuah buku untuk dimasukkan dalam wadah hitam tempat buku ESQ dulu sebelum berangkat. Kemudian memilih memojok di masjid sembari menunggu isya’nya. Sama sekali tak mencantumkan kalimat ‘pulang dulu lalu isyanya balik’ dalam alternatif pilihan itu. Sebabnya tiga: mengehemat bahan bakar, segala hal yang ingin dilakukan di rumah bisa dilakukan di situ juga, serta adanya kemungkinan resistensi untuk segera menjawab panggilan adzan isya dengan segera.

Tapi yang pasti, semanjur apapun pulihan-pilihan antara maghrib-isya itu, perlu ada sebuah tindakan-tindakan matang dan terencana untuk segera mengisinya dengan kejutan yang lebih beraneka.


gambar diambil dari sini

iqbal latif said...

waduh..salah ya?


--dong dong-

AtieQ Savitri said...

lho kok ada dua? apus cepet salah satunya...

iqbal latif said...

he he..saya kan jujur :p

iqbal latif said...

he he..saya kan jujur :p

Romeka sari said...

waduh, ini ada dua begini?
sebenarnya ga ada ketentuannya sih kalo syliat
ga masalah ada dua asal tdk kena pertamax/awalan

setor link juga cuma beda 2 menit
tunggu polisi Lomba mba nita yaaa
hehe

iqbal latif said...

nggak ada kah?
kayake pernah baca ada...

iqbal latif said...

nggak ada kah?
kayake pernah baca ada...

iqbal latif said...

kok komen saya jadi dua gitu ya? aneh... serba dua

Romeka sari said...

ohya, umur notesnya kurang dari 24jam yaaa?
kena dis deh

iqbal latif said...

@beauterfly.... maksudnya? ini yg pertama kok

Romeka sari said...

soalnya di postingan ini ada yg ngelaporin (aisavitri) QN latihan ituu

tapi, sepertinya ini tetap lolos kok, soalnya sblm tgl 20..
jadi anda aman

eh, ya salam kenal
saya sari

Romeka sari said...

soalnya di postingan ini ada yg ngelaporin (aisavitri) QN latihan ituu

tapi, sepertinya ini tetap lolos kok, soalnya sblm tgl 20..
jadi anda aman

eh, ya salam kenal
saya sari

Sri Sarining Diyah said...

12.12 vs 12.12
449 kata
2 kata judul.
for network
lebih dari 3 paragraf
setor link 2 menit

great... sampe ketemu 24 jam lagi mas :)

btw life goes on, selalu dinamis ya,selalu ada yang berubah
tinggal kita gimana bisa terima perubahan apapun itu, apa engga...

iqbal latif said...

@beauterfly....wah..masak latihan dilaporin.. Tega sekali si atik..

salam kenal balik.. lomba ini memperkenalkan banyak orang nih...

iqbal latif said...

@mbak arie...wah ternyata lolos.... sip sip mbak..

Romeka sari said...

mungkin beliau jg ga nyadar

Romeka sari said...

mungkin beliau jg ga nyadar

iqbal latif said...

nah..mbak sari kok ngikut2 saya posting dobel....

Romeka sari said...

iya mas, ga tau nih
lemot kali ya?
makanya sy delete aja

komen ttg isi QN
life is continuous changes...
selalu berubah dan berubah
kalo mandeg berarti kita udah mati..
kepergian orang, kedatangan orang
itu wajar...

Romeka sari said...

iya mas, ga tau nih
lemot kali ya?
makanya sy delete aja

komen ttg isi QN
life is continuous changes...
selalu berubah dan berubah
kalo mandeg berarti kita udah mati..
kepergian orang, kedatangan orang
itu wajar...

Siska Rostika said...

Mas iqbal, sampeyan itu kalo posting ato reply emg sering dobel. Mgkn faktor inetnya ya?

iqbal latif said...

@mbak sari..he he..yup. memang. Sebenarnya isi tulisan ini panjang. Kalo di jurnal mungkin minimal dua halaman A4...
@mbak siska...biasanya itu posting dobel via hp, mb!

Romeka sari said...

wiihh, panjang bener
saran aja, mungkin fotonya bisa diresize lg...

Romeka sari said...

wiihh, panjang bener
saran aja, mungkin fotonya bisa diresize lg...

Lolly aja said...

Wah... selamat ya... berhasil lolos dari jebakan diskualifikasi...:)
Perubahan itu gak bisa dihindari, tapi kita bisa memilih mau berubah kearah kebaikan atau sebaliknya...
*selamat menikmati perubahan seperti metamorfosis kupu-kupu...:)*

akuAi Semangka said...

wuih, keduluan neh.. Aku blum setoran euy!
Btw, bukankah meski sudah beristri, sholat di masjid tetap wajib yaa? :D

HayaNajma SPS said...

bagus :)

iqbal latif said...

@beautterfly....maksudnya kalo nulisnya dibuat utk jurnal mungkin bs dibuat sampei dua halaman..he he. Resize? maksudnya diapakan ya? dikecilin gitu? kenapa? diedit dong....

@lolytadiah....oh ya...perubahan adalah keniscayaan. Dan mungkin saatnya saya utk berubah juga

@akuai...ai, temen itu masih sholat di masjid kok. Hanya saja nggak ada acara makan bareng lagi.. Ia sudah ada yg memasakan.. :)

@berry89...dirimu ini kalau komen memang singkat2

HayaNajma SPS said...

hwhw.. iyaka? :P

HayaNajma SPS said...

hwhw.. iyaka? :P

iqbal latif said...

iya...

g nyadar lagi

akuAi Semangka said...

oalah, gitu toh? Maaf maaf..
Jadi cuma soal ga ada temen makan n ngobrol toh... Kasian. :D

HayaNajma SPS said...

nggak selalu ah.........................................................

enggak,
enggak,
enggak

panjang kan?

HayaNajma SPS said...

nggak selalu ah.........................................................

enggak,
enggak,
enggak

panjang kan?

rengganiez sw said...

selamat..amannn

iqbal latif said...

@akuai...karena sdh nggak ada teman makan, selain berbarengan dg puasa, dan demi kesehatan, makan malamnya sekarng seringnya sblm mghrib. Beli sambil pulang kerja

@berber... panjang apanya.... kurang kreatif. :p

@rengganiez.... he he..sip

Evia NW Koos said...

pesannya dalem. tapi yahh begitulah, namanya perubahan. nggak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.

Salam kenal
Evia si arek Suroboyo

Evia NW Koos said...

pesannya dalem. tapi yahh begitulah, namanya perubahan. nggak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.

Salam kenal
Evia si arek Suroboyo

iqbal latif said...

@enkoos...wah suraboyo ngendi? saya kuliah di surabaya dulu....

iya, perubahan memang keniscayaan. Sebab hari ini pastinya beda dengan hari kemaren. Sabtu ini lain dengan sabtu kemaren

Evia NW Koos said...

Wah pindah pindah e. Cilikane akeh ndik Tanjung Perak. Trus pindah ngGubeng, omahe simbah. Persis mburine pasar krempyeng. Wis bangkotan pindah mBabatan Pilang.
Suroboyone kuliah ndek endi?

Evia NW Koos said...

Wah pindah pindah e. Cilikane akeh ndik Tanjung Perak. Trus pindah ngGubeng, omahe simbah. Persis mburine pasar krempyeng. Wis bangkotan pindah mBabatan Pilang.
Suroboyone kuliah ndek endi?

Evia NW Koos said...

komenku kok dobal dobel yo?

Evia NW Koos said...

komenku kok dobal dobel yo?

iqbal latif said...

nang ITS...keputih..he he

iya, kalau pakai reply jadi dobel memang...

oke..salam kenal
Iqbal

Evia NW Koos said...

ITS = Institut Tengah Sawah. qeqeqeqe...
cedak omahku kiye. Adikku yo kuliah neng kono, njupuk TI Kimia
lha sampeyan saiki ndek endi?

al fajr "fajar" said...

waaaaaaaaaa... bal.. aku juga nduwe solmet nggo ngunu iku.. mlaku bar maghrib.. mesen ma'em bareng meski gur dibungkus.. trus golek bis trans bareng.. saiki bocahe yo wis nikah.. tapi tetep iso.. haha..lha wong akhwat.. cuma emang ga tiap hari.. gur sesekali

al fajr "fajar" said...

eh.. gambare apik deh..

iqbal latif said...

he he.. apa itu TI kimia? teknik kimia kah? saya juga....

skrg d Bontang

iqbal latif said...

he he.. apa itu TI kimia? teknik kimia kah? saya juga....

skrg d Bontang

iqbal latif said...

@fajar....tapi koncoku iku rencanae istrinya mau melahirkan di tempat asal..he he... Bakalan makan di warung lagi dia :p....

jogja enak yo ono trans.. sby ra ono. ra karuan angkutane

aisha chan said...

kadang suka mikir gitu juga si,,

everybodys changing,and I dont feel the same

iqbal latif said...

iya ya..... mungkin krn lbh mudah mlihat prubahan orang lain dibandingkn diri sndiri...

anaz kia said...

Salam kenal, Mbak Sari *mesem*

anaz kia said...

Salam kenal, Mbak Sari *mesem*

iqbal latif said...

la?

anaz kia said...

hehehehe...
Salam kenal juga untuk yang punya rumah :)

iqbal latif said...

salam kenal balik....
:)